Oleh : Meilanto
Bekaespedia.com _ Pulau tahun 1667 Masehi, Pulau Bangka menjadi kekuasaan Sultan Palembang dikuasai oleh Sultan Abdurrahman ditetapkanlah peraturan Undang-undang Sindang Mardika (Sujitno, 2011:122). Pusat pengaturan Undang-undang Sindang Mardika di Pulau Bangka berada di Mentok.
Sindang Mardika adalah undang-undang atau hukum adat berisi 45 pasal yang berlaku pada masyarakat yang bermukim di daerah Sindang, yaitu daerah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam yang berada di luar wilayah ibukota kesultanan atau di luar Palembang atau di luar wilayah kepungutan dan wilayah sikap yaitu wilayah yang berada di Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Undang-undang ini disusun berdasarkan ketentuan lama yang sudah berlaku pada masyarakat Bangka sejak masa Majapahit. Sindang adalah sebutan untuk suatu daerah yang berada di perbatasan wilayah kesultanan dan penduduk di daerah Sindang memperoleh status Mardika (merdeka atau bebas) (Elvian, 2014:197).
45 pasal dalam undang-undang Sidang Mardika sebagai peraturan untuk para Patih, Batin, Pesirah, Batin Pengandang atau Batin Kecil.
Sementara itu 10 pasal peraturan untuk Rangga.
Dari 45 pasal itu salah satunya tentang pencurian terhadap madu yang dituliskan dalam pasal 25 yang dinyatakan bahwa: “Jikalau orang mencuri madu sunggauatau sialang maka lebih dahulu disuruh bayar dengan harga taksiran sebanyak pendapatan perusahaan itu. Kemudian didenda dari 10 sampai 55 Ringgit. Denda itu separoh untuk kepalanya dan separoh untuk yang empunya madu” (Wieringa, 1990:98-100).
Artinya barangsiapa yang mencuri madu sunggau atau Sialang yang sudah bayar dengan harga kisaran berapa didapat dari madu sunggau yang dimiliki oleh orang lain. Selain itu si pencuri dikenakan denda 10 sampai 55 ringgit yang diperuntukkan si empunya sarang madu dan separuhnya untuk para pemimpin.
Apakah aturan itu masih berlaku saat ini?