*Oleh: H. Johan Muhammad Nasir, M. Pd*
*Ketua Dewan Masjid Indonesia Kota Pangkalpinang*
Sekitar lebih dari Tujuh puluh sembilan tahunan silam, bulan ini untuk pertama kalinya menjadi bulan yang spesial yang dikenang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terjadi di bulan Agustus menjadi penanda bangsa kita terbebas dari penjajahan.
Seiring bergulirnya waktu, makna kemerdekaan mengalami perluasan. Tidak sebatas merdeka dari sistem kolonial. Namun yang lebih luas lagi kemerdekaan dapat kita artikan sebagai sikap untuk menjadi pribadi yang merdeka dari kebiasaan-kebiasaan yang buruk, tidak disiplin, menunda pekerjaan, menghindar dari tanggung jawab, tidak produktif, dan masih banyak lainnya.
Oleh karena perluasan makna kemerdekaan inilah, kita ingin menyampaikan sejumlah hal yang di dalamnya masih banyak di antara kita, belum merdeka sepenuhnya.
*Pertama, merdeka dari kebodohan*
Berapa banyak dari saudara kita umat Islam yang belum bisa baca Al-Qur’an apalagi memahami kandungannya, lebih-lebih mengamalkan isinya. Berapa banyak dari umat Islam yang masih sangat awam tentang syari’at Islam.
Tidak hanya awam, tapi sebagian ada yang menuding syariat Islam adalah ajaran yang melanggar hak asasi manusia. Kenyataan demikian menandakan bahwa kita belum merdeka, masih melangami ‘penjajahan’ dari kebodohan tentang agama yang kita anut sendiri.
Sehingga jika kita ingin merdeka, kita harus memerdekakan diri dari kebodohan dan ‘penjajahan’ ini. Masihkah kita ingat bahwa ayat pertama yang turun adalah Iqra’ yang artinya bacalah.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-A’laq : 01-05).
Apa yang kita baca? Ayat-ayat Allahﷻ yang tersurat maupun tersirat. Pesan moralnya adalah Allahﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menjauhi kebodohan dan ‘penjajahan’ yang dapat mengantarkan kepada kemiskinan, dan kemiskinan bisa menyebabkan kekufuran. Selama kebodohan masih menyelimuti diri kita, berarti kita belum merdeka sepenuhnya.
*Kedua, kita belum merdeka dari kemiskinan*
Allahﷻ menegaskan dalam firman-Nya agar kita jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. Lemah dalam banyak aspek. Lemah dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, fisik, mental, dan sebagainya. Kebodohan yang berkolaborasi dengan kemiskinan mampu merusak keimanan. Allahﷻ berfirman yang artinya :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’ : 09).
Karenanya, jangan sampai belenggu kemiskinan kita biarkan begitu saja. Orang-orang yang kaya, bebaskanlah saudara-saudara kalian yang miskin dengan harta yang kalian miliki.
Kita tingkatkan taraf perekonomian umat dan bangsa sehingga menjadi generasi yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan. Jangan kita biarkan kemiskinan terus terjadi secara turun temurun, menjadi penjajahan yang membelenggu.
*Hal ketiga yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah kita belum merdeka dari ketidakadilan hukum*
Sudah tujuh puluh tujuh tahun bangsa ini diberi rahmat oleh Allahﷻ berupa kemerdekaan. Namun, kita masih sering korban ‘penjajahan’ dengan model penegakan hukum yang berat sebelah, timpang, dan jauh dari rasa keadilan.
Coba lihatlah, bagaimana hukum ditegakkan seperti pisau, yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Penghinaan kepada kepala negara bisa langsung ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, sementara yang melakukan penistaan agama, menghina Al-Qur’an, atau menyebarkan berita hoak, ada yang tidak diproses meski sudah dilaporkan berkali-kali. Padahal kepala negara saja disumpah dan dilantik dengan Al-Qur’an.
Contoh lainnya si pencuri ayam atau kayu yang tidak seberapa, terkadang dihukum sangat tegas dan berat daripada koruptor maling uang rakyat. Rasulﷺ yang merupakan teladan bagi kita semua telah memberikan sikap adil dalam hukum tanpa pandang bulu
*Keempat, kita masih belum merdeka dari kesenjangan dalam kesejahteraan*
Jarak antara orang kaya dan orang miskin masih menganga. Orang kaya menjadi semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Ini adalah hal yang menunjukkan kita belum merdeka. Karenanya, menjadi tanggung jawab besar di pundak setiap pemimpin yang diamanahi oleh rakyat, untuk menciptakan pemerataan dalam kesejahteraan, sehingga ketimpangan yang tengah terjadi dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Semoga menginjak usia ketujuh puluh tujuh tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa ini bisa meraih kebebasan dan kemerdekaan yang sesungguhnya. Bagi umat Islam, kemerdekaan yang hakiki adalah sebuah perjuangan tiada henti.
Jangan sampai kita menyerah tanpa perlawanan akibat tergiur godaan dunia dan lalai dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Mari kita memerdekakan diri kita dari ‘penjajahan’, kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, dan ketimpangan dalam kesejahteraan.
(*_Sekali Merdeka Tetaplah Merdeka, semoga Presiden Baru membawa Harapan Baru untuk Indonesia yang lebih maju, menuju Indonesia yang Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofuur_*)