197 Hari Meraih Kemenangan

Sejarah Pengasingan Para Pemimpin Republik Indonesia di Pulau Bangka 1948-1949

Oleh : Ali Usman, Pamong Budaya Disparbudkepora Kep. Bangka Belitung

Bekaespedia.com, Pangkalpinang_197 hari pengasingan di Bangka menyisakan memori kolektif yang sangat berarti dalam perjalanan bangsa Indonesia.  Delapan pemimpin Republik Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Moehammad Hatta, Mr. Assaat, Mr. AG. Pringgodigdo, Mr. Moehammad Rum,  Mr. Ali Sastroamidjoyo, H. Agus Salim dan Komodor Soerjadi Soeryadarma) awalnya  mengalami internering ketat yang kemudian diberi kebebasan bergerak di seluruh Pulau Bangka. Mereka menyaksikan heroik penduduk Bangka yang sangat Republiken walau bukan bagian dari wilayah Republik Indonesia.  Keberadaannya  membuka harapan kembali untuk memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.  Dimana-mana terdengar pekik Merdeka dan terbukti sebelum 1 Januari 1950, bangsa Indonesia merdeka dan berdaulat  di tanah sendiri.

Pengasingan para pemimpin Republik Indonesia di Pulau Bangka dalam empat tahapan berdasarkan peristiwa yang mendorong perubahan politik saat itu. Diawali periode 22 Desember 1948 sampai 17 Januari 1949, diawali kedatangan pertama terdiri 4 orang yakni Drs. Moehammad Hatta, Mr. Assaat, Mr. AG. Pringgodigdo dan Komodor Soerjadi Soeryadarma, kemudian disusul 2 orang yakni Mr. Moehammad Rum dan  Mr. Ali Sastroamidjoyo. Mereka mengalami pembatasan secara ketat (isolasi) sampai tanggal 17 Januari di Pesanggrahan Menumbing.  Pasca kunjungan KTN pada tanggal 15 Januari 1949, tekanan politik internasional terhadap Belanda semakin menyudutkan dan akhirnya sedikit melunak dengan memberi kebebasan para pemimpin Republik Indonesia di Pulau Bangka.

Periode 17 Januari – 5 Maret 1949, perhatian dunia internasional ke Pulau  Bangka dan itu dimanfaatkan UNCI untuk melakukan mediasi pihak-pihak bersengketa, yakni pemerintah Belanda dan Republik Indonesia. Indonesia diakui sebagai negara yang sedang berjuang meraih kemerdekaan  dan hanya mengakui kepemimpinan Republik Indonesia yang berada di Pulau Bangka, termasuk Ir. Soekarno yang dipindahkan dari Parapat pada tanggal 6 Februari 1949. Hilir mudik delegasi berdatangan ke Bangka, seperti UNCI, BFO dan pejabat Republik Indonesia yang berada di Jakarta dan Jogjakarta. Para pemimpin Republik Indonesia berprinsip pemerintahan harus kembali ke Jogjakarta, sesuai amanat Resolusi Dewan Keamanan. Sementara Belanda tidak mengakui keberadaan Republik Indonesia dan tidak melibatkan dalam proses penyerahan kedaulautan ke Republik Indonesia Serikat. Awalnya  BFO mendukung kebijakan Belanda, namun berubah  setelah para pemimpin BFO bertemu langsung dengan pemimpin RI di Pulau Bangka. Dalam rapat internal di Jakarta pada tanggal 4 Maret 1949, BFO mengeluarkan Resolusi yang mendukung Republik Indonesia. Dalam suratnya Presiden Sukarno menolak menghadiri Konferensi Meja Bundar yang dipercepat pada tanggal 12 Maret 1994.

Periode 6 Maret -7 Mei 1949 ditandai semakin intensif pembicaraan (negosiasi) antara UNCI, Republik Indonesia, BFO dan pemerintah Belanda, baik di Mentok, Pangkalpinang dan Jakarta.  Pasca gagalnya Plan Beel, pemerintah Belanda  bersedia berunding dengan delegasi Republik Indonesia dalam Pra Konferensi yang dimulai tanggal 14 April 1949 dan menghasilkan kesepakatan pada tanggal 7 Mei 1949 yang kemudian dikenal sebagai Pernyataan Roem-Royen.

Periode 7 Mei – 6 Juli 1949 merupakan masa penantian panjang pasca kesepakatan Republik Indonesia dan Belanda, penuh intrik politik baik dari kalangan Republik Indonesia yang kontra terhadap pernyataan Roem-Royen maupun pemerintah Belanda yang mengulur-ulur pelaksanaan kesepakatan tersebut. Disinilah kebesaran jiwa para pemimpin teruji ketika berhadapan dengan perbedaan pendapat dan akhirnya bersatu kembali (konsolidasi) mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 6 Juli 1949, para pemimpin Republik Indonesia kembali ke Jogjakarta, mengibarkan bendara Merah Putih, menegakkan pemerintahan dan berjuang menyatukan seluruh elemen bangsa Indonesia meraih kemerdekaan sejati.

Pulau Bangka berhasil menjaga semangat api perjuangan para pemimpin Republik Indonesia dan terpatri dalam bingkai kalimat  Dari Pangkalpinang Pangkal Kemenangan Bagi Perjuangan (Sukarno), Kenang-kenang Manumbing di Bawah Sinar Gemerlap, Terang Tjuatja Kenang-Kenang Membawa Kemenangan, Bangka-Djokdjakarta-Djakarta Hidup Pantjasila, Bhineka Tunggal Ika (Muhammad Hatta) dan Van Bangka begint de Victorie / Dari Bangka Meraih Kemenangan (Muhammad Rum).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *