Opini  

LEMPAH KUNING DAN TIMAH DUA ICON DI BANGKA BELITUNG

LEMPAH KUNING DAN TIMAH DUA ICON DI BANGKA BELITUNG

DISUSUN OLEH:

MOCHI NOPELALAHU (230641071)

FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG 2024

 

Bangka Belitung – punya dua warisan yang bertolak belakang: Lempa Kuning, hidangan khas yang lezat, Der Penambangan Timah telah menjadi urat nadi perekonomian selama berabad-abad. Kedua hal ini mencerminkan identitas ganda Bangka Belitung. Satu menunjukkan kekayaan kuliner, satu lagi menunjukkan ketergantungan pada sumber daya alam yang terbatas.

Rempah kuning dengan kuah berwarna keemasan dan kaya rasa rempah mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan makanan laut dan hasil bumi. Hidangan ini tidak hanya memuaskan selera Anda, tetapi juga mencerminkan sejarah panjang akulturasi budaya di kawasan ini. Di setiap gigitan Lempa Kuning, kita dibawa dalam perjalanan melintasi waktu dan merasakan hangatnya tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Sementara itu, penambangan timah merupakan berkah sekaligus kutukan bagi Bangka Belitung. Sejak masa kolonial Belanda, timah telah menggerakkan perekonomian dan membentuk lanskap sosial. Namun di balik kemakmuran ekonominya, pertambangan timah meninggalkan dampak lingkungan yang besar. Lubang galian, erosi tanah, dan polusi air merupakan pemandangan umum.

Ironisnya, aktivitas penambangan timah yang tidak terkendali justru mengancam kelestarian kuliner tradisional seperti lempah kuning. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan mempengaruhi ketersediaan bahan baku pangan baik di laut maupun di darat. Jika tidak dilakukan apa-apa, bukan tidak mungkin Lempa Kunin suatu saat hanya tinggal kenangan di tanah kelahirannya.

Bangka Belitung kini berada di persimpangan jalan. Haruskah kita terus menggali potensi hingga titik darah penghabisan, atau sudah saatnya beralih ke alternatif ekonomi yang lebih berkelanjutan? Potensi pariwisata dan kuliner Bangka Belitung memang menawarkan solusi yang menjanjikan. Jika dikelola dengan baik, sektor-sektor ini dapat mendukung perekonomian seperti halnya timah, sekaligus melindungi alam dan budaya.

Lempah Kuning bisa menjadi duta kuliner untuk memperkenalkan Bangka Belitung di kancah nasional dan internasional. Sajian ini tidak hanya menawarkan cita rasa yang unik, namun juga cerita di baliknya – kisah tentang masyarakat pesisir yang hidup selaras dengan alam. Mengembangkan wisata kuliner berbasis lempah kuning dan hidangan khas lainnya bisa menjadi alternatif ekonomi yang menjanjikan sekaligus melestarikan warisan budaya.

Sudah waktunya untuk menganggap Lempah Kuning dan Timah bukan sebagai dua entitas yang terpisah, namun sebagai bagian dari kisah Bangka Belitung yang lebih besar. Kita perlu mencapai keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian warisan budaya. Transisi dari perekonomian berbasis ekstraktif ke perekonomian berkelanjutan tidaklah mudah, namun ini merupakan langkah yang harus kita ambil untuk masa depan yang lebih cerah di bangka Belitung.

Pemerintah setempat, bersama masyarakat dan sektor swasta, harus bekerja sama untuk merancang rencana pembangunan yang menyeluruh. Langkah awal dapat dilakukan dengan menerapkan aturan yang lebih ketat terhadap aktivitas penambangan timah, terutama yang dilakukan secara ilegal, sambil secara perlahan mengalihkan perhatian kepada pengembangan industri pariwisata dan ekonomi kreatif.

Proyek reklamasi lahan yang telah digunakan untuk penambangan dapat dikaitkan dengan pengembangan objek wisata yang menarik. Bayangkan area bekas penambangan yang diubah menjadi danau buatan, dikelilingi taman herbal yang menyediakan rempah-rempah untuk lempah kuning. Atau kawasan yang sebelumnya merupakan tambang diubah menjadi museum hidup, yang memberikan edukasi kepada pengunjung mengenai sejarah penambangan timah sekaligus menyoroti pentingnya upaya konservasi lingkungan.

Di sisi lain, industri kuliner yang mengedepankan lempah kuning dan hidangan khas dapat berkembang menjadi sistem ekonomi yang menyeluruh. Dari budidaya bahan baku, hingga proses pengolahan dan penjualan, semua bisa melibatkan penduduk setempat. Ini bukan hanya akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, tetapi juga memperkokoh identitas kuliner Bangka Belitung di tingkat global.

Pendidikan dan pelatihan perlu menjadi fokus utama. Generasi muda di Bangka Belitung harus dipersiapkan dengan kemampuan yang sesuai untuk ekonomi di masa depan, seperti manajemen pariwisata, kuliner, dan teknologi digital. Dengan cara ini, mereka tidak perlu lagi bergantung pada sektor penambangan yang semakin tidak berkelanjutan.

Tentu saja, perubahan ini bukanlah tugas yang gampang atau cepat. Akan ada sejumlah tantangan dan penolakan, terutama dari mereka yang selama ini bergantung pada industri timah. Namun, dengan visi yang jelas dan komitmen yang teguh, Bangka Belitung dapat menjadi contoh bagaimana suatu daerah beralih dari ekonomi eksploitasi menuju ekonomi yang berkelanjutan.

Lempah kuning dan timah mungkin terlihat sebagai dua elemen yang bertentangan. Namun, keduanya saling melengkapi dalam identitas Bangka Belitung. Tantangan kita saat ini adalah bagaimana mengintegrasikan keduanya dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan pengetahuan lokal yang tercermin dalam lempah kuning, serta mengambil pelajaran dari pengalaman pengelolaan timah, Bangka Belitung bisa maju menuju masa depan yang lebih cemerlang.

Pada akhirnya, cita rasa lempah kuning harus tetap terjaga, sementara dampak negatif dari penambangan timah perlu diminimalkan. Ini adalah formula untuk masa depan yang lebih baik bagi Bangka Belitung—sebuah daerah yang tidak hanya terkenal karena kekayaan alamnya, tetapi juga untuk kebijaksanaan dalam mengelola warisan budaya dan lingkungan. Dengan begitu, generasi mendatang dapat terus menikmati cita rasa lempah kuning sambil menyaksikan keindahan Bangka Belitung yang lestari dan berkelanjutan.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *