Buku “Senja dan Gerimis-Arutala” Didiskusikan 

Laporan: Arsiya Oganara ( Lampung)

 

Bekaespedia.com. Acara Peluncuran dan Diskusi Buku Senja dan Gerimis-Arutala karya Edy Samudra Kertagama digelar di Graha Kemahasiswaan Universitas Lampung. Senin, 27 Januari 2025.

Peluncuran dan diskusi buku ini semakin memperkaya pemahaman tentang dunia sastra.

Pada acara ini, penyair Naim Emel Prahana dan Solihin Utjok, bertindak sebagai pembicara. Sedangkan Edi Siswanto, seorang akademisi, mengatur lalu lintas diskusi sebagai moderator.

Edi Siswanto mengatakan, sebuah karya hasil refleksi dan kontemplasi penyair kenamaan Lampung Bang Edy Samudra Kertagama yang akan dibahas dan mengelaborasi banyak tentang buku bernas, layak kita baca, dan kita apresiasi.

“Bang Edy kita kenal seorang mujahid Lampung yang sudah lama kiprahnya dari tahun 1979 sudah menghibahkan segala jiwa, raga, pemikiran sekaligus kehidupannya di jalan keindahan”, kata pemerhati budaya.

Situasi modern menurut Edy S, membuat kita sulit untuk masuk wilayah kreativitas dikarenakan banyak tantangan yang sangat luar biasa yang men-drive diri kita untuk diobjekkan menjadi konsumen bagi informasi yang bernama gejet, sehingga tidak jarang kita direduksi oleh Reels dan IG, otak kita menjadi panik dan kehilangan diri kita.

“Bang Edy Samudra Kertagama memberikan semacam pemantik untuk generasi muda bahwa janganlah kita terobjetitivikasi oleh handphone. Kita harus melawan itu dengan cara kreativitas”, pungkas Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Pemuda Pancasila Kota Bandar Lampung.

Naim Emel Prahana Sastrawan Lampung dari Metro berkomentar, Edy ini sangat serius untuk berpuisi dan beraktor di atas panggung. Puisinya adinda saya ini luar biasa.

Dunia puisi merupakan dunia tidak main-main dan berbeda dengan dunia formal, kalau sepintas tidak akan menjadi apa-apa. Tapi ditumpuk-tumpuk jadinya luar biasa menjadi kebahagiaan. Saudara Edy menikmati itu sebagai penyair, ujar Naim.

Menurut Naim, betapa besarnya dosa teknologi, Indonesia pengguna HP terbesar di dunia tetapi kenapa yang buat puisi sedikit?

“Dulu, semakin kejamnya penguasa semakin banyak lahir sastrawan karena merasa tergenjet kebahagian mereka. Pada dasarnya, kita sekarang ini sangat tergencet tapi tidak melahirkan sastrawan”, tuntas Naim.

Pada kesempatan ini juga, Solihin Utjok, Sastrawan Lampung dari Metro menyatakan, nyaris buku ini bercerita tentang romantisme.

Ada juga proses perjalanan spiritual. Sebelumnya pada tahun 2016 sudah melahirkan satu buku puisi Mantra Sang Nabi, kemudian menyeret beliau didapuk “Nabi Penyair Lampung”, ungkap Ketua Dewan Keseniaa Metro.

“Artinya, dengan predikat yang sangat berat tersebut, maka mau tidak mau proses perjalanan menulis puisinya harus kearah romatisme magis ada suasana romantis yang terus dituliskan dalam puisi-puisi tersebut. Barangkali tidak ada aliran seperti ini, tetapi ini pandangan suyektif saya”, kata Utjok.

Tak berhenti sampai disitu, Utjok menuturkan, ada nilai-nilai pencarian, nilai kerelaan terhadap cinta dan luka, kepedihan, kesedihan, kehancuran secara psikologis bahkan kematian. Maka dalam konteks ini bisa disebut sebagai psiko spiritual, tandas Utjok.

Di kesempatan ini juga, Lentera Dzulqarnain selaku Ketua UKMBS Universitas Lampung pada kata sambutannya menyampaikan, kelahiran dua buku berjudul “Senja dan Gerimis” serta Arutala karya Sastrawan Lampung Bang Edy Samudra Kertagama. Kita sebagai pelaku masyarakat yang mencintai seni dan budaya sudah selayaknya mendukung karya seperti ini.

Lentera meneruskan, apalagi di zaman serba cepat masih ada karya yang tidak hanaya memberikan hiburan tetapi juga merangsang pikiran dan menginspirasi kita semua.

“Terlebih pada hari ini semakin minim sekali karya yang diproduksi masyarakat dan seniman Lampung terutama di bidang sastra. Ini adalah suatu upaya untuk kita semua menjaga ekosistem”, imbuh Lentera.

Dua buku ini, lanjut Lentera adalah bukti ketekunanan, kecintaan, dan dedikasi Bang Edy Samudra Kertagama terhadap dunia sastra. Melalaui buku ini juga Bang Edy mengingatkan kita untuk lebih peka terhadap dunia sekitar, keindahan dalam keseharian, dan makna yang lebih dalam tiap perasaan manusia, pungkas Lentera.

Acara diawali dengan pembacaan puisi Senja dan Gerimis. Ahmad Mufid (Klasika) berjudul Cahaya Lain, pada halaman 3, Iskandar berjudul Di Beranda Malam Hari, pada halaman 71, dan Edy Samudra Kertagama berjudul Sebuah Mahar di antara Seratus Puisi Cinta, pada halaman 24.

Hadir pada acara ini, Universitas Darmajaya, Universitas Umitra, Universitas Satu Nusa, Itera, IAIN Metro, Forum Literature, Camp Film, Dewan Kesenian Metro, Dewan Kesenian Lampung, Komunitas Ruang Pojok, dan lainnya.

Acara ini terselenggara atas kerja sama rumah Sastra Mata Dunia, Lampung Literature, dan UKMBS Universitas Lampung.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *