Kepunen 

Kepunen 

Penulis: Yoech Chaidir

Sambil menunggu makanan dan kopi yang barusan dipesan.

Dengan masih memakai kaos kaki berwarna hitam dan sepatu yang telah di lepas Bambang saat menaiki tangga bale-bale, seraya membalas chat dari WA yang masuk dipertengahan malam itu.

Belum lagi makanan dan kopi yang Bambang pesan tiba dihadapannya salah satu rekan yang baru saja menerima telepon memanggil Bambang untuk turun dari bale-bale sebuah rumah makan di jalan Jendral Sudirman Toboali Bangka Selatan.

Dengan bergegas Bambang beranjak menghampiri kang Adon yang baru saja menutup pembicaraan lewat handphone nya.

“Bang kita keluar dulu yuk cari pesanan kawan nih!”

Malam itu tak sempat menyicipi hidangan yang memang belum selesai di olah dan kopi yang belum selesai diramu oleh pemilik warung Bambang dan Kang Adon mengitari seputaran Kota Toboali mencari nasi goreng pesanan kawannya kang Adon yang berasal dari Jawa Barat.

Dengan perlahan mereka berdua menyusuri Kota Toboali dengan harapan masih tersedia nasi goreng pesanan kawannya kang Adon.

Dan Alhamdulillah tak berselang lama mereka menjumpai salah satu gerobak bertuliskan nasi goreng.

Tak tahu apa yang di bicarakan oleh kang Adon dengan pemilik gerobak yang menjual nasi goreng malam itu sebab Bambang yang masih di atas motor hanya melihat dari jarak yang tak seberapa jauh dari gerobak nasi goreng lalu mereka melanjutkan perjalanan ke tempat semula memesan makanan dan kopi.

“Sudah bang, sementara saya pesan dulu nanti baru diambil nasi gorengnya,” tukas kang Adon sambil menaiki motor yang  kendarai Bambang malam itu.

Tepat di Persimpangan Empat Kampung Bukit, roda kendaraan yang memang tidak lebih dari 20 km / jam tiba tiba slip dan secepat kilat Bambang gunakan rem belakang dan depan namun itu sia-sia sebab tiba-tiba rem depan motor tidak berfungsi sama sekali dan motor yang tiba-tiba keluar gang menghantam motor mereka bagian depan.

Bambang dan kang Adon rebah ke aspal dengan sedikit memar di lengan kanan sedangkan pemilik motor lawanpun tumbang tanpa luka sedikit pun.

Alhamdulillah kedua motor yang sempat berciuman tak satu pun yang parah karena mereka yang mengendarai motor malam itu dalam keadaan sadar dengan kecepatan rendah hingga benturan yang terjadi tidak menjadikan kedua motor rusak parah.

Setelah bernegosiasi secara musyawarah dan tidak ada yang dirugikan mereka masing masing melanjutkan perjalanan.

“Kok bisa ya bang!” cetus kang Adon setelah sampai di warung makan tempat memesan makanan sambil berjalan agak pincang sedikit akibat benturan lutut nya ke aspal.

“Begitu lah kang, kalau di tempat kami masih ada adat yang tetap mempertahankan apa yang di sebut kepunen atau kepun. Jadi sekiranya kita mau bepergian sedangkan kita sudah pesan makanan atau kita ditawari orang makan atau minum kopi, ada sejenis pantang larang jika kita tak mencicipi dulu makan dan minum minimal harus megang atau malet makanan atau minuman yang di tawarkan,” jelas Bambang sambil menyeka lengan dengan tisu basah.

“Ooooo…gitu ya bang!”sambung kang Adon yang sebelumnya memang pernah dengar bahasa kepun semenjak menetap di Bangka.

“Ya kang, namun semua yang terjadi dalam kehidupan kita memang telah di tetapkan oleh Allah SWT tapi kita lupa akan janji kita sewaktu kita masih dalam kandungan sang ibu,” sambung Bambang menimpali.

“Percaya atau tidak hal semacam itu masih sering terjadi di sini kang, terlepas apakah itu mitos namun pada prinsipnya kebanyakan dari orang orang asli Bangka Selatan masih memegang kepercayaan akan hal tersebut.”

Semoga dengan adanya kejadian malam ini kita lebih waspada dan tetap ingat bahwa segala sesuatu tak lepas dari kehendak-Nya Allah semata.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *