Karya: Yoelch Chaidir
Setelah tercurah habis air pada cerek yang di siram mengelilingi kapal kami, kami pun tak satu pun bicara sebagaimana yang diperintahkan Lasimin sang nakhoda kapal waktu itu.
Cukup jelas kami melihat 2 buah kapal patroli berputar mengelilingi kapal kami yang terombang ambing di hantam gelombang laut di perairan Singapura namun kapal patroli sepertinya hilang sasaran hingga memutar balikkan haluan sebab kapal kami tak terlihat oleh mereka dengan jarak yang begitu dekat oleh sebab curahan air dari Lasimin sang nakhoda.
Lasimin adalah salah satu nakhoda kapal penyelundup pada masanya.
Kejadian ini berkisar pada tahun 60-an yang pada saat itu usiaku belum genap 25 tahun.
Sebagai seorang pemuda yang hanya menamatkan Sekolah Rakyat pada masa itu, aku dituntut untuk berjuang menghidupi keluarga yang kebetulan Lasimin adalah adik ipar yang belum lama menikah dengan saudara kandung ku sendiri.
Dengan berperawakan besar tinggi Lasimin yang berasal dari Sulawesi Tenggara tepatnya Bau-Bau atau keturunan Buton asli mengajakku untuk berlayar membawa pasir timah ke negeri tetangga.
Berpangkal di pelabuhan Tanjung Sabang atau di pelabuhan bom pendek Toboali kami beranjak dengan 5 orang awak kapal menuju pelabuhan Singapura yang ketika sampai pada perbatasan Indonesia Singapura kami disambut oleh patroli Singapura pada masa itu melalui jalur tikus memasuki suatu kawasan khusus untuk melakukan bongkar muat barang yang kami bawa berupa pasir timah.
Dari penampilan pakaian dan barang yang dipakai seseorang pada masa itu sudah bisa dipastikan bahwa dia adalah bukan orang biasa. Sudah tentu seseorang tersebut pernah melakukan aktifitas sebagai hemukel (Penyelundup pasir timah) atau keluarga dari hemukel yang berlayar ke negeri seberang untuk menjual pasir timah secara ilegal tanpa dokumen dari pemerintah yang sah.
Nama Lasimin dan sahabat sahabatnya sangat dikenal pada masa itu dengan kepiawaiannya mengelabui para petugas di darat maupun di laut sehingga sampai menemui ajalnya Lasimin tak pernah terjerat dalam melakukan aksinya sebagai semukel.
Masihkah ada Lasimin-Lasimin yang lain pada saat zaman sekarang?*