Buku Istimewa “DARI MENGKANAU UNTUK NAMANG” .

Topografi Namang 1931

Penulis : Meilanto (Pegiat Sejarah dan Budaya Bangka Tengah)

NAMANG_bekaespedia.com_ Sudah menjadi kelaziman pada umumnya di Bangka bahwa penamaan suatu tempat diambil dari nama flora dan fauna endemic didaerah tersebut. Begitu pula dengan Namang dan Mengkanau yang akan menjadi bahan ulasan dalam tulisan ini. Namang dan Mengkanau tidak bisa dipisahkan. Satu sama lain ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan.

Menkanam/ Mengkanau merupakan suatu kawasan hutan tempat warga bercocok tanam. Secara administrasi kawasan Mengkanau berada dalam wilayah Desa Namang.

Reranau

Hei burung reranau
Hinggap terbang ke umah nek Minot
Beumur-umur bekebun di Mengkanau
Muat uma minyang minyot.

*****

Persumpahan diatas masih dipegang teguh para orang tua keturunan Mengkanau. Persumpahan yang mengandung makna mendalam. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan persumpahan ini ada dan siapa yang membuatnya pertama kali. Persumpahan berbentuk pantun yang terdiri dari empat baris ini mengandung pesan.

Jika diperhatikan pada baris ke tiga dan ke empat dari pantun tersebut yang merupakan isi dari sebuah pantun, maka menjadi jelas isi pantun tersebut. Baris ketiga Berumur-umur bekebun di Mengkanau (Bertahun-tahun berkebun dan membuat rumah atau pondok di Mengkanau). Baris ke empat Muat uma minyang minyot (membuat rumah atau pondok tidak lurus atau sempurna). Sepandai-pandai dan pengalaman yang banyak membuat rumah atau pondok tetap saja bentuknya tidak sempurna. Tetap ada bagian yang miring walaupun sedikit. Sekalipun kayu yang digunakan adalah kayu segi (kayu yang berbentuk segi empat).
Kini, persumpahan tersebut masih berlaku bagi warga yang berkebun di Mengkanau dan hal itu masih dipercayai.

Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui sejarah dan toponimi desa Namang lebih mendalam dengan bersumber dari peta-peta tua dengan harapan sejarah dan toponiminya bisa diketahui oleh para penukmat sejarah, para pembaca dan kahalayak ramai.

Dalam menggali asal usul Desa Namang terdapat dua versi . Versi pertama diambil dari kata Na Mang (Memberikan sesuatu kepada orang yang lebih tua/ silakan ambil). Dari kata Na Mang ini lama kelamaan menjadi Namang.
Versi kedua menyebutkan bahwa di hutan desa Namang saat ini (saat itu pemukiman tersebut belum memiliki nama) banyak pohon namang (ramin) sehingga atas usul orang-orang tua dulu pemukiman tersebut diberilah nama Namang.

Penelusuran penulis terhadap beberapa peta tua untuk mencari keberadaan desa Namang baru ditemui pada peta Kaart van het Eiland Banka zamengesteld in 1845 en 1846 door H.M. Lange. Dalam peta tersebut Namang tertulis dengan Namen. Terlihat dengan jelas, jalan raya yang menghubungkan Pangkalpinang sampai Namang yang saat ini menjadi ruas jalan nasional belum terbangun. Ruas jalan hanya terbangun dari Pangkalpinang sebagai pusat distrik melewati Messoe, Selenta, Pankol, Lampoijang, sampai ke Moenjang melintasi pesisir timur. Di Moenjang terdapat persimpangan ke arah Koba melewati Koerouw, Penjieak, Gontong, dan tiba di Koba sebagai distrik tersendiri dan melewati Namen, Soenkap, Tjiloeak, Poepot, Kates sampai ke Paret-Trantang (Simpangkatis sekarang).

Selanjutnya berdasarkan Stbl. 1912 no. 600 peta tahun 1912 yang diterbitkan di Batavia tahun 1933 kondisi geografis Namang bisa dipelajari dari peta ini. Dalam peta ini terlihat jelas kondisi Namang lengkap dengan perkampungan (berwarna hijau) dan bentang alamnya. Peta ini lebih mengarah kepada letak geografis dan pada peta ini sudah terdapat legenda. Berdasarkan peta ini, jalan raya yang menghubungkan Pangkalpinang sampai Namang sudah dibangun.

Namang

Kampung Namang terpisah menjadi dua bagian yaitu Namang bagian timur dan bagian barat. Antara Namang bagian barat dan Namang bagian timur terdapat air yang membelah jalan raya (ada jembatan kecil, nama air tidak tertulis, tapi masyarakat menyebutnya aik alor) dan di ujung barat Namang bagian timur terdapat masjid. Di Namang bagian timur terdapat dua jalan setapak yaitu jalan yang mengarah ke Binjailaki (sebelah utara). Jalan setapak ini melewati dua air yang salah satu airnya mengalir sampai ke S. Sendawar (dalam bahasa lokal masyarakat menyebut Aik Senawar). Jalan ini sangat panjang sampai ke S. Lempuyang dan jalan setapak persis diujung kampung yang mengarah ke aik sandung (arah selatan).

Pemukiman Namang bagian timur lebih panjang dibandingkan dengan Namang bagian barat. Di ujung barat Namang bagian timur perbatasan dengan Namang bagian barat terdapat kebun di belakang perkampungan dengan kondisi perbukitan.

Selanjutnya di Namang bagian barat terdapat persimpangan ke arah Koba dan Soengkap (simpang tiga). Di Namang bagian barat terdapat satu jalan setapak persis diujung arah timur. Jalan setapak ini mengarah ke barat laut (arah ke Hutan Pelawan sekarang). Jalan setapak ini menuju kebun warga. Jalan ini melewati satu bukit (mungkin bukit Mengkanau). Diujung Namang bagian barat arah ke Soengkap terdapat air (tidak ditulis nama air, mungkin air Namang).

Terdapat dua jalan setapak sebelum tikungan (masyarakat Namang menyebutnya tikung Sigok) yaitu arah kanan jalan dari Namang ke Soengkap, jalan setapak ke arah hulu air (air Namang sekarang). Jalan setapak ini berujung dikebun di atas bukit. Jalan setapak sebelah kiri jalan menuju kebun. Jalan setapak ini melewati dua dataran tinggi dan dua dataran rendah (warga menyebutnya aik Menok dan aik Bentan). Selanjutnya arah utara Namang bagian barat sebelah kanan jalan raya diujung kampung terdapat sebuah bukit (mungkin bukit Gado sekarang/ dalam peta tidak ditulis nama bukit).

Secara umum tanah desa Namang sebelah barat laut banyak rawa-rawa mulai dari timur laut hulu air Namang melewati lelap Pacir terus ke lelap Sandung (areal persawahan sekarang) sampai ke lelap mengkanau yang mengecil.
Dalam peta ini masjid Namang sudah ada sejak tahun 1931 Masehi. Tanah lokasi masjid merupakan wakaf dari almarhum H. Suri (ayah Pak Zarkasi). Tanah wakaf ini telah bersertifikat dengan nomor AIW (Akta Ikrar Wakaf) / APAIW (Akta pengganti Akta Ikrar Wakaf) : W.3019/1/1990 tanggal 12 Desember 1990 dengan nomor sertifikat: 998 tanggal 05 November 1992. Luas lahan masjd ini 1.018 M2. Perkuburan belum tergambar dalam peta ini.

Mengkanau

Dalam peta Kaart van het Eiland Banka zamengesteld in 1845 en 1846 door H.M. Lange, Mengkanau ditulis Mengkanam. Dalam peta ini, Mengkanam sebagai sebuah kampung sama halnya dengan Namen dan Soenkap yang berada diutaranya. Untuk mencapai Mengkanam tidak tergambar jalan yang menghubunginya.
Dari peta ini penulis berpendapat bahwa saat itu Mengkanam merupakan sebuah pemukiman. Menkanam atau Mengakau diambil dari nama kayu yang banyak tumbuh di lelap tersebut.

Berdasarkan wawancara dengan Pak Rosihan, dulu Mengkanam/ Mengkanau merupakan pemukiman penduduk dengan kondisi rumah warga berupa pondok-pondok yang saling berjauhan berdasarkan letak kebun atau ume. Kondisi geografis Mengkanam/ Mengkanau yang diapit oleh dua bukit dengan persediaan air yang melimpah bisa jadi alasan orang-orang dulu menjadikan kawasan ini sebagai pemukiman. Penduduk Mengkanam/ Mengkanau tersebar di tebing bukit (kebun almarhum Man Dorhana sekarang, orang biasa menyebut tebing Man Dor) dan tebing arah Senting dan Batoe Sabar. Rumah-rumah penduduk tersebar berpencar berdasarkan letak kebun sampai ke simpang Pigo.

Masih menurut Pak Rosihan, kakek penulis beserta tujuh anaknya juga bermukim di Mengkanam dengan letak rumah di pinggir jalan. (sekarang terdapat batang durian besar). Di halaman pondok tersebut terdapat lapangan yang sangat luas dijadikan tempat latihan silat saat bulan purnama tiba (sekarang terdapat lobang besar bekas galian tanah urukan jalan dan rumpun bambu ape). Penduduk Mengkanam menjadikan aik Mengkanam untuk kebutuhan sehari-hari.
Waktu itu terdapat tujuh aliran aik Mengkanam/ Mengkanau yang membelah jalan setapak sehingga oleh penduduk disebut dengan aik kesatu (aik Lisum). Aik kedua, dan seterusnya sampai aik ke tujuh. Dari ke tujuh aliran aik ini, hanya dua yang digunakan untuk mandi yaitu aik Lisum dan aik mengkanau (aik ke tujuh). Dari ketujuh aliran aik ini, aik Lisum tidak pernah kering saat kemarau panjang. Aik Lisum berhulu ke tumbak bedidih dengan warna air agak kemerah-merahan. Berbeda dengan enam aliran air lainnya yang bersumber dari bukit Kemenyan di desa Sungkap dan menghilir ke Belilik.

Penduduk Mengkanam lambat laun mulai meninggalkan pondok mereka dan bermukim di Namang bersama penduduk Namang lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, penduduk Mengkanau mulai membuat rumah di kampung Namang tanpa meninggalkan kebun dan pondok. Mereka biasanya pulang ke kampung Kamis sore dan kembali lagi ke pondok-pondok kebun Sabtu pagi. Tujuan mereka pulang untuk melaksanakan sholat Jumat dan membeli keperluan sehari-hari.

Penulis masih ingat saat kecil hidup di Mengkanam / Mengkanau. Sangat dekat dengan Aik Mengkanau. Bercengkerama dengan teman-teman, memancing, bebanjur, masang repas burung keruwak/wak-wak (Amaurornis phoenicurus) saat musim kemarau, nangguk udang, ikan dan betandik burung. Orang tua penulis dari garis ibu juga dibesarkan di Mengkanam. Sudah tidak tahu lagi entah berapa ribu kilometer kaki-kaki perkasa melakukan perjalanan Namang sampai Mengkanam. Kini jalan setapak yang dulu hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua tersebut sudah beraspal hotmik seiring dengan mulai dibukanya Hutan Pelawan dan Gurun Pelawan sebagai salah satu destinasi wisata di Kabupaten Bangka Tengah. Jembatan yang jumlahnya tujuh tersebut hanya menyisakan dua buah dengan gorong-gorong dibagian bawah.

Menurut tutran dari Pak Tarzan (wawancara dilakukan di rumah beliau di desa Air Seruk kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung, 21 Desember 2018 pukul 12.30, kini usianya 71 tahun) masa-masa kecil beliau dihabiskan didesa Namang. Menurut beliau, Namang bagian barat ujung timur rumah warga adalah rumah Bakri, sebelah kiri dari arah Pangkalpinang dan rumah Adung di sebelah kiri. Di toko tersebut warga ramai berkumpul saat malam Jumat dan malam Sabtu. Waktu itu antara Namang barat dan Namang timur sempat terjadi perselisihan akibat rebutan cewek.
Namang bagian barat arah ke Pangkalpinang ujung rumah warga dekat rumah man Romli dan arah Sungkap rumah Hajah Rohana dan rumah orang tua Arapik.DM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *