Sastra  

Cerpen : Gelar Malu

Kumpulan Cerpen Karya Rusmin Sopian

Foto : JPIC-OFM Indonesia

Karya : Rusmin Sopian

Keluarga Matliluk tersentak saat menerima undangan dari sebuah yayasan yang mengabarkan bahwa orang tua mareka akan menerima gelar bergengsi dari yayasan Nasional. Kekagetan keluarga besar Matliluk sungguh beralasan mengingat selama ini almarhum orang tua mareka tidak memiliki catatan prestasi luarbiasa yang bisa membanggakan mareka sebagai keluarga besar dan torehan prestisius yang berdampak luas bagi kemaslatan umat dan warga. Orang tua mareka memang pernah menjabat sebagai Pak Kades selama 10 tahun.

” Apakah undangan ini tak salah alamat, Pak?,” tanya anak ketiga Matliluk kepada petugas dari yayasan yang mengantarkan undangan itu.

” Oh, nggak Pak. Kita selama tiga bulan telah menseleksi siapa-siapa tokoh di daerah ini yang layak menerima penghargaan ini. Ini sebuah penghargaan bergengsi yang kita berikan kepada mareka yang berjasa dalam pembangunan daerah dan warga masyarakat,” jelas petugas dari yayasan itu.

” lantas apa yang membuat orang tua kami bisa mendapatkan gelar ini Pak,” usut keluarga Matliluk yang lain.

” Banyak sekali parameter yang kita pakai dalam menentukan siapa tokoh yang layak dapat penghargaan ini. Dan saya hanya diperintahkan pimpinan untuk mengantarkan surat undangan ini. Itu saja,” jawab petugas pengantar suart dari yayasan itu sambil pamit.

Berita tentang Matliluk akan mendapatkan gelar dari sebuah yayasan nasional menggemparka jagad raya. Warga Desa tempat Matliluk pernah diamanahkan sebagai pimpinan Desa kaget. Sontak berita ini menjadi sesuatu yang istimewa di dalam perbincangan sehari-hari para warga. Semua warga menarasikan tentang gelar bagi Matliluk.

Semua kalangan memperbincangkan soal layak atau tidaknya Matliluk atas penghargaan gelar itu. Apalagi beberapa koran telah mengekpos nama Matliluk sebagai salah satu tokoh yang layak mendapat gelar penghargaan bergengsi itu.

” Saya heran, apa kriteria dari yayasan itu sehingga mantan kades kita itu dapat gelar yang demikian bergengsinya? Apa ukuran yang mareka pakai,” tanya Cagal saat mareka berkumpul di warkop deket pojokan Desa.

” Iya. Saya juga kaget saat membaca berita itu di koran Kota seminggu yang lalu. Sebagai warga Desa saya justru malu bukan bangga kalau sampai Matliluk mendapat penghargaan gelar bergengsi itu,” sahut warga yang lain.

” Kita jangan berprasangka buruk dulu atas penilaian dari yayasan itu. Mareka tentunya punya parameter dalam memberikan penghargaan kepada seseorang. Siapa tahu dibalik banyak kegagalan Matliluk saat memimpin kita terselip prestasi besar yang pernah disumbangkannya untuk kepentingan warga,” ungkap warga yang lain. Semua warga terdiam mendengar paparan itu. Mareka mulai menelisik rekan jejak matliluk saat menjadi pemimpin. Mareka seolah kembali merekam sepak terjang Matliluk saat memimpin Desa mareka.

Selama 10 tahun memimpin Desa sebagai pemimpin, Matliluk memang dikenal otoriter dalam memimpin dan menata organisasi Desa. banyak kalangan era itu yang tidak sepakat dengan kebijakan Matliluk harus menerima buahnya. Mareka bukan hanya dikucilkan, namun usaha mareka di Desa juga banyak yang tak berjalan.

” Kalau kamu tidak setuju dengan kebijak saya sebagai Kades, silahkan kamu angkat kaki dari Desa ini. Cari tempat usaha yang lain yang bisa menguntungkan pribadimu,” ungkap Matliluk kepada seorang pengusaha Desa.

” Tapi Pak Kades, kami kan membuka usaha ini untuk mencari untung,” jawab pengusaha Desa itu.

” Silahkan kamu mencari untung tapi kamu jangan memeras keringat masyarakat. Apa kamu nggak berpikir bahwa harga gabah yang perusahaan kamu beli itu bisa menyengsarakan rakyat? Bisa membuat warga tak mau lagi menanam padi? Padahal desa kita ini ditetapkan sebagai lumbung padi nasional,” papar Matliluk.

Selama 10 tahun memimpin, Matliluk amat benci dengan aksi warga yang mengkritisinya. Apalagi kritik yang disampaikanya para warga tidak memberikan solusi atas sebuah permasalahan. bagi Matliluk kesejahteraan warga diatas segalanya.

” Saya anda amanahkan sebagai pemimpin kalian. Dan kewajiban saya harus menjawab amanah Bapak dan Ibu sekalian dengan prestasi, yakni mensejahterakan kalian semua. Kalau saya sebagai pemimpin kalian tidak bisa mensejahterakan kalian yang telah mengamanahkan beban ini, buat apa saya menjadi pemimpin kalian,” ujar Matliluk dalam pertemuan dengan warga masyarakat di pematang sawah.

” Jadi kami sebagai warga tidak boleh mengkritik kebijakan pak kades, ya,” celetuk seorang warga.

” Boleh dan sangat boleh. Asalkan kritik itu memberi solusi dan bukan malah memperkeruh suasana desa kita ini,” jawab Matliluk.

” lantas kenapa kawan kami yang mendemo Pak Kades harus Bapak laporkan kepada aparat keamanan,” tanya warga lainnya.

” Karena mareka demo tidak pakai aturan. Dan isi orasi mareka cuma menghujat dan mengecam. Tidak ada solusi kongrit untuk kesejahteraan warga. Apa demo harus menghujat,” jawab Matliluk setengah bertanya. Semua warga terdiam mendengar paparan Matliluk. Dalam hati mareka membenarkan jawaban Matliluk. Buat apa demo kalau hanya menghujat.

Harus diakui para warga, selama 10 tahun memimpin warga Desa, kesejahteraan dan peningkatan pembangunan Desa terlihat. Desa yang dulunya tak memiliki Puskesdes kini telah hadir sebuah bangunan kesehatan Desa yang representatif. Bukan hanya ada paramdis, namun tenaga dokter pun ada di pusat kesehatan Desa untuk melyani warga berobat. Demikian pula dengan institusi pendidikan. Hampir setiap Dusun memiliki sekolah.

Dan yang amat membanggakan selama menjadi pemimpin Desa, kesejahteraan warga naik drastis. Panen warga yang tadi setahun hanya dua kali di era kepemimpinan Matliluk menjadi 3 kali setahun. harga gabah dari petani juga dibeli dengan harga yang pantas. Tidak merugikan petani. Petani juga diberi bantuan alat-alat pertanian yang semi moderen untuk membantu peningkatan kwalitas pertanian warga. Ada juga pasar tani tempat kegiatan jual beli para petani. Pendek kata di era kepemimpinan Matliluk warga Desa sejahtera.

Pendapatan perkapita warga Desa naik. Kendaraan roda dua dan empat mulai mengiasi lalau lalang di jalana Desa yang makin mulus. Beberapa kali Pemerintah Desa mendapat penghargaan dari pemerintah pusat.

” Kalau kita mau jujur dengan nurani, memang di era kepemimpinan Matliluk Desa ini tenang dan damai. Tak ada kekerasan.  Masyarakat sejahtera. Saya juga merasakan saat masih sekolah,” ujar Roy tokoh pemuda Desa.

” Iya sih. Cuma di era kepemimpinan beliau kalau kita mengkritisi langsung dilaporkan kepada aparat keamanan. Buktinya ayah saya pernah mendekam di sel gara-gara mengkritisi kebijakan beliau,” sahut Akang.

” Karena ayahmu mengkritisi kebijakan beliau yang mau membangun sebuah sekolah di dekat Kantor Desa. jauh dari pemukiman. Ternyata tujuannnya untuk perluasan Desa,” jawab warga yang lain.

” Dan kini baru kita rasakan produk beliau. Memang kadangala kita baru merasakan hasil perjuangan pemimpin ketika pemimpin itu tidak bersama kita lagi. Dan kita bisa membandingkannya dengan kepemimpinan kini,” sambung Roy. Semua warga terdiam.

Warga Desa sontak kaget ketika mendengar kabar bahwa pemberian gelar untuk Matliluk dari yayasan Nasional ditunda. Mareka para warga amat menyayangkan gagalnya Matliluk mendapat gelar bergengsi itu karena mareka berasumsi bahwa Matliluk memang pantas mendapat gelar dan penghargaan itu mengingat hingga kini kontribusi yang diberikan Matliluk saat menjabat sebagai Kades masih mareka nikmati.

Usaha dari para warga untuk memprotes kebijakan dari yayasan Nasional yang menunda gelar penghargaan untuk warga Desa mareka tidak digubris panitia. Narasi tokoh agama dan masyarakat yang disuarakan lewat media massa pun tak didengar panitia dari yayasan Naional.

” Penghargaan untuk Matliluk kami tunda hingga waktu yang tepat,” ujar ketua panitai dari yayasan Nasional kepada perwakilan warga Desa. Dan mareka pun pulang dengan gigit jari. Usaha mareka untuk memberikan tempat terhormat kepada putra Desa gagal.

Angin semilir berhembus hingga ke pematang. Desisnya menyapa rongga dada para petani yang giat menanam padi disawah mareka. Sepoinya angin menerjang ujung lidah batang padi. Meliuk-liuk bak para penari. Eksotis sekali. Senja mulai memerah sebagai tanda malam akan tiba.

Toboali, Minggu yang cerah, 9 Januari 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *