Karya : Rusmin Sopian
Di lapangan bola Kampung, para warga berjubel. Mereka menyesaki sudut-sudut lapangan. Hari itu ada kampanye Calon Kepala Desa mereka.
Seorang lelaki setengah baya turun dari mobilnya. Dari atas panggung, pembawa acara menyebut namanya. Para tamu dan undangan yang duduk di depan panggung serentak berdiri. Lelaki setengah baya itu menebar senyum sambil melambai-lambaikan kedua tangannya.
Beberapa lelaki berseragam dan bertubuh kekar mencari jalan untuknya.
” Selamat datang, Calon Kades kita, Pak Matliluk,” teriak pembawa acara dari atas panggung.
Tepuk tangan pun langsung bergemuruh dari warga yang memenuhi lapangan Bola kampung.
Pembawa acara dari atas panggung, langsung meminta Pak Matliluk naik ke atas panggung.
“Sekarang waktunya, kita berikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Pak Matliluk, Calon Kades pilihan kita untuk memberikan arahan kepada kita semua. Beliau adalah tokoh pilihan kita. Beliau adalah idola kita. Dan beliau kita adalah pilihan kita saat di TPS nanti,” teriak pembawa acara dengan suara yang sangat lantang.
Seolah hendak mengalahkan lantang sinar matahari yang menyengat siang itu. Matliluk mengangguk-angguk. Sebelum Matliluk berdiri, sebuah bisikan disampaikan seseorang ke telinganya. Matliluk mengangguk-angguk sebagai sebuah isyarat mengerti.
Beberapa lelaki kekar berseragam langsung mengawal Matliluk naik ke atas panggung.
Di depan mikrofon, Matliluk langsung meneriakkan narasi sambil sembari mengepalkan tangannya ke atas.
“Hidup kampung Kita. Hidup kampung Kita,” teriaknya lantang.
“Saudara-saudara sekampung. Saya Matliluk, Calon kepala desa kalian. Jangan lupa pilih saya saat di TPS,” teriak Matliluk.
Beberapa warga yang menyaksikandan mendengarkan narasi itu terdiam. Mereka saling berpandangan.
Apakah kalian semua tahu dengan saya,” tanya
“Tahu,” jawab warga.
“Apakah kalian kenal dengan saya,” lanjutnya.
“Kenal,” jawab warga.
“Apakah kalian tahu dengan rumah saya?,” tanyanya.
“Tahu,” jawab warga.
Para warga yang memadati lapangan Bola Kampung mulai bingung dengan narasi calon Kades mereka.
“Apa maksud Pak Matliluk, ya? Kok kampanyenya seperti ini,” tanya seorang warga kepada temannya.
“Biarin saja dia mau ngomong apa di atas sana. Bukankah kita ke sini melihat penyanyi. Bukan mau mendengarkan narasi dia,” jawab yang ditanya.
“Jadi Saudara-saudara, kalian tahu?”, tanya Matliluk.
Warga tidak menjawab. Warga malah meneriakkan agar penyanyi dangdut segera tampil.
“Penyanyi dangdutnya segera nyanyi. Kami sudah bosan menunggu dari tadi,” teriak para warga dengan nada suara kesal.
Matliluk bingung. Dia tidak tahu lagi apa yang mesti dia ucapkan di atas panggung ini. Sementara keringat mulai mengucuri raganya.
Para warga terus meneriakkan nama penyanyi dangdut itu.
“Penyanyinya segera nyanyi,” teriak warga.
“Kami sudah bosan menunggu dari tadi,” sambut warga yang lain.
Suara teriakan terus bergemuruh dari para warga Kampung.
Mereka meminta penyanyi untuk segera tampil dan menghibur mereka.
Matliluk makin gugup. Kakinya gemetar. Sementara dari kejauhan, para warga menyaksikan ada yang basah di celananya.
Matliluk tiba-tiba terjerembab di atas panggung.
Suara teriakan warga terus terdengar dan terdengar bergemuruh meminta penyanyi dangdut segera menghibur mereka.
Toboali, Sabtu pagi, 19 Agustus 2023