Historiografi Desa Kepoh Bagian 2

Topografi, Bahasa, Toponim dan Sejarah Desa Kepoh

Oleh : Meilanto

Apa jenis tanah di Kampung Kepoh?

Peta yang digunakan untuk mengetahui jenis tanah di Kampung Kepoh berjudul Geologische kaart van Bangka Naar de opnemingen der Mijningenieurs en eigen onderzoekingen samengesteld door DR. R.D.M. Verbeek Schaal 1:300.000 (Peta Geologi Bangka Berdasarkan pengamatan para insinyur pertambangan dan penelitian sendiri yang disusun oleh DR. R.D.M. Verbeek, Skala 1:300.000). Peta ini diterbitkan tahun 1897 dengan nomor seri D D 22,6, sheet 2. Dalam peta ini ada dua tulisan Kapo.

Kampung pertama ditulis Kapo dengan tanda bulat putih tanda dasar (kampoengs (dorpen)/ kampung/ desa). Akses jalan menuju ke Kampung Kapo dari jalan raya Kampung Gadoeng – Toboali. Jalan tersebut Groote wegen (Jalan utama).  Jalan masuk relative dekat dengan Toboali. (simpang Tugu Nanas sekarang). Untuk sampai ke Kampung Kapo melewati Air Toboali, Air Maris dan Air Inas. Di tengah Kampung Kapo melintas Air Inas yang bermuara ke Tg. Dapoer dan Tg. Koeboe (ke arah selatan). Jenis tanah di Kampung Kapo ini yaitu granitegesteenten (tanah berbatuan granit). Kampung Kapo ini termasuk gugusan perbukitan Toboali, Gadoeng, Kapo (208), Moentai (278), Karpoeak, dan Karak. Di sebelah utara Kampung Kapo terdapat Kh. No. 3 (Kongsichuis der mijn No. 3)/ tambang timah nomor 3 yang terletak di hulu Air Inas.  Di sebelah selatan kampung terdapat Kh. No. 8 (Kongsichuis der mijn No. 8) dan Kh. No. 10 (Kongsichuis der mijn No. 10) yang terletak di Air Inas. Di sebelah timur kampung terdapat Kh. No. 9 (Kongsichuis der mijn No. 9) yang terletak di Air Lantjier yang bermuara di Sungai Bantil. Sebelah barat daya kampung terdapat Kh. No. 6 (Kongsichuis der mijn No. 6) serta Kh. No. 1 (Kongsichuis der mijn No. 1) di Air Paja obi di sebelah selatan.

Kapo yang kedua ditulis Kapo dan sebagai sebuah kampung (kampoengs (dorpen)/ kampung/ desa). Akses jalan menuju Kampung Kapo ini dari jalan raya Gadoeng – Toboali dan jalan masuk tersebut relative dekat dengan Kampung Gadoeng. Untuk tiba di kampung Kapo ini harus melewati air Pompong yang menghilir di Sungai Kapo. Setelah Kampung Kapo, jalan berakhir karena sudah bagian dari Sungai Kapo. Tanah di Kampung Kapo ini adalah jenis Alluvium.

Potongan Peta Geologi Pulau Bangka yang diterbitkan tahun 1897. Kondisi tanah Kampung Kepo.

Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl

Bahasa yang digunakan

            Untuk mengetahui jenis bahasa yang digunakan, bisa kita ketahui dari peta yang berjudul Schets-taalkaart van de Residentie Bangka. Peta yang dibuat oleh K.F. Holle ini dipublikasikan tahun 1889. Ada 12 bahasa yang tersebar di 10 distrik dan 31 onderdistrik. Kedua belas bahasa tersebut berasal dari 2 rumpun bahasa, yakni Melayu dan China. Khusus Kampung Kepoh menggunakan Bahasa Daratsc he dialegten. (Maksudnya Bahasa Melayu Darat).

Potongan Peta Schets-taalkaart van de Residentie Bangka

Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl

Sejarah Kampung Kepoh

Kampung Kepoh dibentuk pertama kali tahun 1832. Desa Kepoh berslogan “Bersepakat” yaitu Bersih, Sehat Sepadan, Kreatif, Aman, dan Tertib. Mata pencaharian yaitu nelayan, petani, pertambangan dan perdagangan. Adapun batas wilayah sebagai berikut:

  • Sebelah utara berbatasan dengan Dsea Gadung dan Desa Jeriji;
  • Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rindik, Desa Keposang dan Desa Bukit Terap;
  • Sebelah barat berbatasan dengan Desa Gadung; dan
  • Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tepus dan Laut Kepoh.[1]

Pada mulanya, wilayah Desa Kepoh sangat luas termasuk Kampung Rindik. Kemudian sekitar tahun 1980-an, Kampung Rindik memisahkan diri menjadi desa sendiri.[2]

Toponim Kampung Kepoh

Kata “Kepoh” bisa merujuk pada empat nama atau peristiwa yaitu:

  1. Ikan Kepoh

Mengutip dari Wikipedia, ikan kepoh atau ikan kerepoh dengan nama saintifik Caraxsex sexfasciatus merupakan ikan air asin[3]. Nama ikan ini kemudian juga digunakan untuk nama sungai dan kampung, yaitu Sungai Kepoh dan Kampung Kepoh.

  1. Warna air sungai yang kepoh

Nama Kepoh bisa jadi dari kondisi air sungai yang berwarna kepuh atau kepoh dalam Bahasa Melayu Bangka. Karena kondisi tersebut maka nama sungai dan kampung itu diberi nama Sungai Kepoh dan Kampung Kepoh. Pendapat ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Pak Rusmin Sopyan,[4] tokoh Masyarakat Toboali.

  1. Nama kayu kepoh (Sterculia foetida)

Di Jawa, kayu ini dikenal dengan nama Kayu Kepoh, orang Melayu menyebutnya dengan nama kayu kelumpang, kelumpang sari, dan kayu lepong. Habitus Kepoh berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter hingga 120 cm. Cabang pohon Kepoh tersusun melingkar; menyebar secara horizontal. Kulit pohonnya halus dan berwarna abu-abu.

Daun terletak di ujung cabang dengan tangkai daun 125–230 mm panjangnya; bilah daunnya majemuk palmately (pola venasi di mana beberapa vena utama memancar keluar dari pangkal daun), dengan 7-9 selebaran daun[5].

Dari nama kayu ini, kemudian dijadikan nama sungai dan kampung.

  1. Peristiwa masa lampau.

Sekitar tahun 1800-an saat Belanda hendak menduduki kampung (mungkin saat itu belum punya nama) melalui sungai dari pesisir timur Pulau Bangka, di muara sungai, alam menjadi kepoh, pemandangan menjadi kepoh (samar-samar/ abas-abas hampir tidak terlihat) sehingga Belanda tidak jadi masuk ke kampung itu. Belanda putar haluan sehingga tidak jadi menduduki kampung itu. Dari peristiwa itu, penduduk kampung sepakat memberikan nama kampung itu dengan nama Kampung Kepoh.[6]

Selanjutnya menurut Pak Rusmin Sopyan, seperti yang pernah ia baca dari buku yang ditulis oleh Djohan Hanfiah, dituliskan bahwa saat itu Raden Kling sedang berkuasa di Toboali. Kampung Kepoh adalah satu-satunya kampung yang tidak bisa dijajah atau dimasuki oleh Belanda. Sayang sekali dalam buku tidak dijelaskan secara rinci apa penyebab Belanda tidak bisa masuk ke Kampung Kepoh.[7]

Menelisik peta tahun 1936 di atas, dapat ketahui bahwa di sekitar Kampung Kepoh terdapat tambang timah. Tambang timah itu merupakan usaha yang dilakukan oleh Belanda dengan para pekerja kuli tambang yang sengaja didatangkan dari daratan Tingkok. Di selatan kampung terdapat tambang timah dengan nomor 2 (Mijn 2).

Selain itu, saat wawancara dengan Abok Aldi[8], saat dibukanya tambang timah pascareformasi tahun 1998 oleh masyarakat umum, di Kampung Kepoh pun tidak lepas dari tambang timah. Tambang-tambang timah menjamur dan menjadi profesi baru bagi masyarakat. Saat warga bekerja tambang timah tersebut sering ditemukan keramik-keramik yang merupakan peninggalan cina. Artinya jika Kampung Kepoh tidak bisa dimasuki oleh Belanda, pendapat tersebut lemah. Mengingat tambang-tambang timah pada masa pendudukan Hindia Belanda, dikerjakan oleh buruh tambang cina.

Hanya saja, jika cerita yang beredar di tengah masyarakat bahwa Kampung Kepoh tidak bisa dimasuki oleh Belanda karena suasana alam yang kepoh sehingga Belanda tidak bisa masuk, itu sah-sah saja. Hal itu menjadi pengayaan masyarakat Kepoh bahwa cerita itu telah mengakar atau pakem di beberapa sesepuh kampung yang penulis temui.

Dari empat nama dan peristiwa kejadian di atas, bisa digunakan sebagai bahan rujukan untuk menentukan toponim Kampung Kepoh. Umumnya toponim (nama tempat) di Pulau Bangka diambil dari nama flora (tumbuhan). Ada juga kampung atau tempat yang diambil dari nama fauna (hewan) atau pekerjaan masyarakat setempat atau keadaan geografisnya serta peristiwa penting yang pernah terjadi di kampung tersebut.

 

[1] Profil Desa Kepoh, sumber youtube.

[2] Wawancara dengan Abok Yamin pada Selasa, 20 Febrauri 2024 pukul 10.15. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Abok Aldi (63 Tahun). Abok Aldi asli Kampung Kepoh yang saat ini berdomisili di Toboali. Wawancara dilakukan di warung Kopi Cukin Toboali pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 11.45 WIB.

[3] Wikipedia

[4] Wawancara dilakukan pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 11.30 di warung kopi Cukin Toboali.

[5] https://jateng.tribunnews.com/2022/06/23/mitos-kepoh-sebagai-rumah-genderuwo-ternyata-tumbuhan-ini-kaya-manfaat-untuk-kesehatan?page=2

[6] Wawancara dengan Abok Yamin, 64 Tahun di pondok sawah pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 10.15 WIB.

[7] Wawancara dengan Pak Rusmin Sopyan, tokoh Masyarakat Toboali. Wawancara dilakukan pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 11.30 di warung kopi Cukin Toboali. Sayang sekali, ia lupa judul buku itu. Penulis mencoba melakukan pencarian dengan google, tetapi belum berhasil menemukan buku yang ditulis Djohan Hanafiah tentang Sungai Kepoh. Djohan Hanafiah adalah sejarawan dan budaya Sumatera Selatan yang banyak menulis buku.

[8] Wawancara dilakukan pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 11.15 di warung kopi Cukin Toboali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *