Kampung Tua di Bangka Tengah berdasarkan Peta H. M. Lange Tahun 1845 – 1846 (Bagian 4)

Penulis tinggal di Jelutung, kecamatan Namang, Bangka Tengah

Peta H.M. Lange

Oleh : Meilanto (Penulis, Pegiat Sejarah dan Budaya Bangka Tengah)

Senting

Jika nama “Senting” ditanyakan dengan warga Namang, maka warga akan mengetahui nama itu. Nama “Senting” juga merujuk pada nama aik (anak sungai) yang menghilir ke Sungai Koerouw. Tidak jauh dari kawasan Senting, tepatnya di Bukit Kudung, terdapat sebuah makam tua yang dikenal dengan nama Makam Akek Pengurus. Menurut tuturan penduduk Namang, Akek Pengurus adalah seorang ulama yang menyebarkan agama Islam setelah periode Akek Pate.

Makam Akek Pengurus sering dikunjungi warga untuk berziarah dan saat ini makam telah direnovasi oleh salah satu warga yang bernazar jika usaha Tambang Inkonvensionalnya berhasil maka merenovasi makam tersebut.

Bato Sabar/ Batu Sabar

Sama dengan Senting, jika ditanyakan dengan penduduk Namang tentang Batu Sabar, maka penduduk akan mengetahui dan berlokasi tidak jauh dari kawasan Hutan Pelawan saat ini.

Penulis pernah menyambangi kawasan Batu Sabar dan di kawasan ini terdapat tempat yang didominasi batu putih berukuran besar. Menurut warga yang mendampingi penulis ke lokasi, tidak banyak yang berani memasuki kawasan Batu Putih karena dikenal sangat ret. Kawasan ini dipercayai sebagai tempat berkumpulnya makhluk halus sebangsa jin dan sejenisnya.

Aijer Doerin

Aik Durin, masih dikenal penduduk Belilik dan kini menjadi lahan kebun warga. Di lokasi yang pernah penulis datangi ini masih terdapat kubur tua yang masih menyisakan botol-botol. Menurut warga yang mendampingi penulis ke lokasi bekas TPU lama tersebut, sekitar tahun 2000-an kubur-kubur di Aik Durin masih jelas dengan nisan berupa botol-botol. Setelah lahan tersebut dibuka menjadi kebun, botol-botol sebagai penanda kubur pun berserakan. Penduduk Aijer Doerin menjadi cikal bakal Belilik saat ini.

Blalang

Belalang, begitu nama yang melekat dalam ingatan memori penduduk Sungkap. Di kawasan ini terdapat satu kubur dengan bentuk nisan yang unik. Kubur berada tepat di bawah rumpun bambu. Nisan kepala dan kaki sejenis yaitu nisan tipe Demak Tralaya dengan motif sulur belalai dengan bahu kurawal. Batu yang digunakan yaitu jenis andesit. Adapun nisan kaki dan kepala sejenis dengan ukuran sebagai berikut:

Tinggi (dari kepala nisan sampai batas tanam/ kaki = 42 cm;

Lebar pemukaan kepala = 12 cm;

Lebar bahu = 32 cm;

Tebal = 10 cm;

Lebar pinggang = 29 cm;

Lebar kaki = 8 cm;

jarak nisan kepala dan kaki = 1,45 m;

panjang = 2,38 m dan lebar 1,30 m.

Jirat makam menggunakan campuran kerikil merah, kerikil putih dan terak timah. Sepertinya jirat makam sudah diperbaiki karena ditemukan campuran pasir serta semen.

Nisan makam dengan tipe Demak Tralaya dengan motif sulur belalai, bahu kurawal umumnya adalah seorang ulama. Diduga makam ini adalah makam ulama yang menyebarkan agama Islam di Belalang dan sekitarnya sebelum perang Bangka II Tahun 1848-1851 Masehi. Kini, kawasan Belalang masuk wilayah administrasi Kampung Sungkap.

Menkanam

Menkanam atau Mengkanau dalam tuturan penduduk Namang. Di kawasan ini mengalir aik menghilir ke Sungai Koerouw. Aik tersebut dikenal dengan nama Aik Mengkanau. Walaupun sebagai salah satu pemukiman tua, di kawasan Mengkanau tidak ditemukan kubur tua.(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *