Sastra  

Ketika 17 Tahun Usiaku

PENTIGRAF (Cerita Pendek Tiga Paragraf)

Sketsa by : Tebuireng Online

Oleh: Ummi Sulis

Bekaespedia.com _ Zaman tengah kacau. Kampungku kacau, orang-orangnya kacau, bahkan bisa jadi pikiran orang-orang ikut kacau. Gelap dan sunyi menyelimuti kampung kami yang tadinya biasa menjadi luar biasa. Penculikan dan penangkapan anak muda, terutama lelaki, menjadi pemandangan mendebarkan menjelang magrib. Suara mengaji di surau jadi bisu. Semua menutup pintu dan jendela rapat-rapat, menguncinya dengan kunci dobel, agar kokoh.

“Pini, nandi koe! Koncomu ngaji diculik!” teriak temanku sambil ngos-ngosan. Tentu saja aku memanggilnya dengan bahasa isyarat untuk lekas bersembunyi di langgar desa kami yang kokoh. Semenjak huru hara ini, pintu dan jendela langgar pun dibuat kokoh. Anak-anak muda bersembunyi di situ kalau menjelang magrib. Temanku gegas menghampiri kami yang sudah duluan bersembunyi. Dari jauh sudah terdengar derap langkah para komunis itu menyambangi desa. Suara tawa menjelang magrib yang memuakkan. Mereka tak bertuhan!

Belum sempat mencapai langgar, temanku sudah disergap Pemuda Rakyat, anggota PKI di tahun 1965. Dengan pilu, kami mengunci pintu langgar, berdoa temanku tidak membocorkan rahasia kami. Terdengar jerit pilunya ditendangi. Terakhir, terdengar teriakan Allahu Akbar mengakhiri hidupnya dibacok para Pemuda Rakyat itu karena bungkam. Innalillahi wa Inna Ilaihi roji’uun, usiaku baru 17 tahun, ketika temanku syahid di tangan orang-orang komunis biadab itu. Dan ternyata, tragedi 30 September 1965, terjadi beberapa hari kemudian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *