Oleh : Marwan Dinata (Pegiat Budaya Basel)
Dorongan penasaran itu membuatnya tak dapat menahan diri. Dengan langkah perlahan dan sangat hati-hati, Drani mulai menyusuri hutan menuju sumber cahaya yang ia lihat. Ia merasa seperti sedang menyelinap, berusaha melangkah tanpa membuat kebisingan yang bisa memungkinkan sumber cahaya tersebut menghilang. Hatinya berdebar-debar, namun rasa penasaran yang membara membuatnya terus maju. Ia ingin mengetahui apa yang terjadi di sana. Apakah itu sesuatu yang ajaib atau mungkin pertanda dari Yang Maha Kuasa?
Dengan hati-hati dan perlahan, Drani mendekati sumber cahaya tersebut, berusaha untuk tetap tidak terlihat. Ia ingin memahami apa yang sedang terjadi sebelum mengungkapkan keberadaannya. Semakin dekat ia mendekat, semakin jelas cahaya itu terlihat. Ketika Drani akhirnya sampai di tempat itu, ia terpana melihat pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dengan langkah yang semakin dekat, Drani akhirnya sampai di tempat sumber cahaya tersebut. Ia sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Di hadapannya terdapat sepasang kijang yang memancarkan cahaya keemasan yang begitu menyilaukan mata. Ukuran mereka tidak begitu besar, hanya setinggi pinggang manusia, namun keindahan dan keanggunan mereka begitu memikat.
Drani tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi. Ia memukul pipinya sendiri dan mencubit lengannya untuk memastikan bahwa ini bukanlah sekadar mimpi. Sensasi nyeri yang ia rasakan membuatnya yakin bahwa apa yang ia alami adalah kenyataan yang sebenarnya. Tidak seperti binatang liar pada umumnya, sepasang kijang itu terlihat tenang dan tidak takut pada kehadiran Drani. Mereka mengeluarkan aura yang memancarkan kehangatan dan kelembutan. Drani merasa seperti terhipnotis oleh keindahan mereka. Pikirannya terasa damai, seolah segala kekhawatirannya terhapus dalam sekejap.
“Ini sungguh luar biasa,” bisik Drani dengan penuh kagum. “Siapa kalian? Dari mana asal kalian?”
Kijang-kijang itu hanya diam, tetapi tatap mata mereka penuh makna. Drani merasa ada pesan yang tersirat dalam tatapan mereka. Ia memahami bahwa ini bukanlah pertemuan yang kebetulan. Ada sesuatu yang istimewa tentang sepasang kijang ini.
Dengan perasaan campuran antara kagum, takjub, dan sedikit ketakutan, Drani menghormati keberadaan mereka dan merasa terhormat bisa berada di hadapan mahluk-mahluk gaib yang begitu sakral ini. Ia merasa bahwa kehadiran mereka adalah anugerah dan petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Dalam kebingungan dan rasa takut yang kembali menderanya, Drani berusaha mencari jawaban di dalam hatinya. Ia merenung dan bertanya kepada dirinya sendiri, “Apa tujuan sebenarnya dari kedatangan sikijang emas ini? Mengapa mereka mendekatiku? Apakah ini adalah kehendak Yang Maha Kuasa?” Ia merasakan gelombang emosi yang bergejolak di dalam dirinya.
Rasa takut dan rasa hormat terhadap keberadaan sikijang emas saling bersaing. Namun, ia merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik pertemuan ini. Dalam keheningan yang menyelimuti hutan, Drani mengumpulkan keberanian dan memutuskan untuk memasrahkan dirinya pada takdir yang mengarahkannya. Dengan hati yang terbuka, ia mengucapkan doa dalam keheningan yang dalam, “Ya Allah, tolonglah aku memahami maksud sebenarnya dari pertemuan ini. Berikan aku petunjuk dan perlindungan-Mu.”
Tiba-tiba, salah satu kijang emas melangkah mendekati Drani dengan perlahan. Mata mereka yang bersinar penuh kelembutan dan kebijaksanaan membuatnya merasa aman. Seperti dalam bahasa yang tak terucapkan, kijang emas itu mengajak Drani untuk mengikuti mereka. Dengan ragu namun penuh keyakinan, Drani mengikuti langkah kijang emas itu. Mereka membawa Drani melalui hutan yang semakin gelap, menjelajahi jalan-jalan yang tersembunyi di antara pepohonan dan bebatuan. Meskipun ia tak tahu apa yang menanti di depan, ia merasakan kehadiran Yang Maha Kuasa yang membimbingnya melalui setiap langkah.
Dalam keadaan keheranan dan kebingungan yang memenuhi hatinya, Drani dengan ragu-ragu mengikuti sikijang jantan yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Diiringi langkah-langkah gemetar, ia berjalan mengikuti sikijang tersebut dengan hati yang berdebar-debar. Rasanya seakan-akan ia berada dalam dunia yang berbeda, sebuah alam misterius yang menguji iman dan keberanian. Perjalanan mereka terasa panjang dan penuh dengan kegelapan, hanya ditemani oleh desiran angin dan suara langkah mereka di antara hutan yang sunyi. Drani merasa dirinya tenggelam dalam gelapnya ketakutan dan keraguan. Namun, ia terus berjalan, mempertaruhkan segalanya untuk mengetahui tujuan sebenarnya dari perjalanan ini.
Perjalanan mereka melintasi hutan yang semakin lebat dan misterius. Pepohonan yang menjulang tinggi melintasi langit malam seperti penjara tak terlihat, menciptakan bayangan yang menyeramkan. Suara binatang malam yang melengking dan angin yang berdesir semakin menambah suasana tegang di sekitar mereka. Drani merasa seakan-akan ada kekuatan tak terlihat yang mengawasinya dari kegelapan. Setiap kali ia menoleh, ia merasa ada mata yang tajam menatapnya. Tetapi ia mengabaikan rasa ketakutan itu dan terus berjalan, mengikuti langkah pasti kijang emas yang menjadi petunjuknya.
Setiap langkah mereka melalui hutan yang tak dikenal dan padang rumput yang luas terasa seperti menjelajahi dunia baru yang begitu asing. Pohon-pohon yang menjulang tinggi dan rimbun di hutan itu berbeda dengan yang pernah mereka lihat sebelumnya. Dedalu yang menggantung seperti rambut liar, tanaman berduri yang tajam, dan suara binatang yang tak dapat mereka kenali mengisi udara.
Dalam kesendirian dan keheningan alam, Drani merasakan aura magis yang mengitari mereka. Ada kekuatan yang tersembunyi di dalam alam ini, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Ia merasa seperti berada di alam semesta yang lebih besar, yang memperlihatkan keindahan dan keajaiban yang tak terbatas. Perjalanan melalui hutan dan padang rumput yang asing ini membuat Drani semakin terpesona dan Drani merasa lega ketika sikijang mas membimbingnya untuk menemukan jalan pulang. Mereka berjalan melintasi hutan yang rimbun dan padang rumput yang tak terjangkau. Suara hewan-hewan malam mengiringi langkah mereka, menciptakan aura misteri di sekitar mereka.
Setiap langkah yang mereka tempuh semakin mendekatkan Drani pada tujuan sebenarnya. Hati Drani dipenuhi dengan keberanian dan keteguhan. Meski ada ketakutan yang menghantuinya, dia tidak membiarkan dirinya terpengaruh. Dia merasa ada sesuatu yang besar dan luar biasa menanti di ujung perjalanan ini.
Setelah melewati berbagai rintangan dan tantangan, mereka akhirnya mencapai penghujung perjalanan. Di tempat itu, sikijang mas memberikan sesuatu kepada Drani. Tidak seperti yang diharapkannya, itu adalah kotoran kijang yang terlihat menjijikkan.
Drani terkejut ketika melihat bahwa itu adalah sebongkah kotoran kijang yang terlihat menjijikkan. Ia memicingkan mata, tidak yakin apa yang seharusnya dilakukan dengan hadiah yang tidak lazim ini.Tetapi kemudian, Drani mendengar suara dalam hatinya yang mengatakan padanya untuk tidak mengambil kotoran itu. Meskipun kelihatannya tidak menarik. Dengan ketegasan, Drani memilih untuk tidak mengambil kotoran kijang tersebut. Dalam keputusannya itu, Drani merasakan kekuatan dan keberanian yang tumbuh di dalam dirinya.
Setelah berbalik, Drani terkejut melihat transformasi yang luar biasa. Kotoran yang sebelumnya terlihat menjijikkan dan tak berharga, tiba-tiba berubah menjadi benda yang berkilauan seperti emas. Cahaya yang memancar darinya memenuhi sekeliling, menciptakan aura yang mempesona. Meskipun tergoda oleh kilauan dan keindahan yang sesaat, Drani tetap teguh pada prinsipnya. Ia memilih untuk tidak mengambil kotoran yang berubah menjadi seperti emas tersebut. Ia menyadari bahwa nilai sejati bukanlah terletak pada benda material atau keindahan sementara, melainkan pada kebijaksanaan, kejujuran, dan kebaikan hati yang ada dalam dirinya.
Sikijang mas melihat keputusan Drani dengan penuh pengertian dan mengangguk lembut seolah mengapresiasi kebijaksanaannya. Tanpa kata-kata, sikijang mas bergerak menjauh dari Drani dan melanjutkan perjalanannya.
Setelah beberapa waktu, keletihan akhirnya menyergap Drani. Tubuhnya terasa lemah, dan tak kuasa untuk melanjutkan perjalanan. Dalam keadaan yang lemas, ia akhirnya pingsan.
Ketika Drani bangun, ia menemukan dirinya berada di ujung desa. Cahaya pagi yang hangat menyambutnya, dan dia merasakan kelegaan karena telah sampai pada tujuan akhir perjalanannya. Seluruh kegelapan dan ketakutan yang dia alami dalam perjalanan tadi seakan menghilang begitu saja. Setelah berbalik, Drani segera bergegas pulang ke rumahnya. Langkahnya cepat dan penuh semangat, ingin segera kembali ke tempat yang nyaman setelah perjalanan yang melelahkan.
Drani akhirnya tiba di depan rumahnya. Hatinya penuh dengan harap dan kekhawatiran saat dia mengetuk pintu. Istri dan anak-anaknya terkejut melihat Drani berdiri di depan pintu. Mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Istri Drani, dengan air mata bahagia di matanya, berlari dan memeluknya erat-erat. “Ayah, engkau masih hidup! Aku tak pernah berhenti berdoa agar kau selamat,” ucapnya sambil terisak. Anak-anak mereka bergabung dalam pelukan keluarga, mereka bingung dan bahagia melihat sang ayah kembali. Derani ternyata menghilang selama tiga hari yang membuat keluarganya sangat khawatir dan bingung. Mereka mencari ke mana-mana namun mereka tidak berhasil menemukan jejaknya. Hanya kerito surung kami temukan di tempat peristirahatan.
Pagi-pagi, istrinya bertanya kepada Drani dari mana ia berasal. Drani terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Ia masih trauma dengan pengalaman yang baru saja dialaminya. Setelah berbaring selama tiga hari, ia akhirnya bertemu dengan Nek Bot, sepupunya yang datang mengunjunginya. Nek Bot melihat keadaan Drani yang terlihat kacau dan bertanya, “Drani, ada apa denganmu?”
Drani duduk dan mulai bercerita kepada Nek Bot. Ternyata, Nek Bot juga mengalami pengalaman yang serupa dengan Drani, meskipun dalam situasi yang berbeda. Mereka berbagi pengalaman dan saling mendengarkan dengan penuh perhatian.
Kemudian, Nek Bot mengajukan pertanyaan penting kepada Drani. “Apakah kamu mengambil barang itu?” tanyanya. Drani terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan tersebut. Akhirnya, dengan tegas ia menjawab, “Tidak, aku tidak mengambilnya.”
Nek Bot mengangguk mengerti. Ia menjelaskan kepada Drani, “Barang itu sebenarnya adalah simbol emas. Jika kamu mengambilnya, kamu akan terperangkap di dalam negeri kegelapan. Emas melambangkan keserakahan dan kesombongan, sedangkan hitam melambangkan kegelapan dalam hati manusia.”
Drani merenungkan kata-kata Nek Bot dengan serius. Ia menyadari pentingnya makna yang terkandung dalam pengalaman yang ia alami. Ia mengerti bahwa ambisi dan keserakahan dapat membutakan manusia, menjauhkannya dari cahaya kebenaran dan kebaikan. Drani dan Nek Bot melanjutkan perbincangan mereka, saling memberikan dukungan dan motivasi. Mereka berbagi kekuatan untuk melawan godaan dan menjaga hati agar tetap terang dalam kehidupan yang penuh dengan cobaan. Dalam kesederhanaan momen itu, Drani menemukan kebijaksanaan dan kedamaian. Ia bersyukur atas pelajaran berharga yang diperolehnya dan berkomitmen untuk menghadapi masa depan dengan lebih bijaksana dan berhati-hati. (Habis)