Karya: Muhammad Arrasy
( Siswa Klas XII.1 SMAN 1 Toboali)
Bekaespedia.com_Malam ini terasa lebih sunyi. Duduk di teras rumah, aku menatap langit penuh bintang, mengingat wajah Ibu yang tak pernah bisa kulupakan. Dulu, setiap kali aku menatap bintang seperti ini, Ibu akan duduk di sampingku dan bercerita tentang harapannya. Tapi sekarang, hanya kesunyian yang menemani.
“Mak, aku kangen ken ente…” bisikku, berharap entah bagaimana rindu ini sampai padanya.
Kenangan-kenangan kecil mulai mengalir dalam pikiranku, membawaku kembali ke masa lalu.
“Nak, bangun! Udah pagi,” suara Ibu terdengar lembut, tapi penuh ketegasan. Saat itu, aku selalu malas bangun pagi, dan Ibu akan sabar menepuk-nepuk pundakku, memastikan aku benar-benar terbangun.
“Mau lima menit lagi, Mak…” jawabku dengan mata setengah terpejam.
Tapi Ibu hanya tertawa kecil, “Ayo, kamu udah gede. Kalau terus malas, nanti siapa yang mau bangunin kamu?” katanya sambil tersenyum, seolah tahu bahwa suatu hari aku akan benar-benar harus bangun sendiri.
Setelah bangkit, aku duduk di meja makan, menikmati sarapan yang selalu disiapkan Ibu. Nasi hangat, tempe goreng, sambal, dan kadang telur dadar. Sederhana, tapi selalu terasa istimewa. “Masakan Ibu enak banget,” kataku sambil makan.
“Kalau gitu, kamu harus belajar masak sendiri, biar bisa terus makan enak,” jawabnya sambil tertawa. Aku hanya menganggap itu candaan. Siapa sangka, masakan Ibu jadi kenangan yang tak bisa lagi kujamah.
Sekarang, tanpa Ibu di sini, segalanya terasa lebih berat. Ketika aku jatuh, ketika aku gagal, aku hanya ingin mendengar suaranya yang lembut, menyemangatiku.
Dulu, setiap kali aku terpuruk, Ibu tak pernah memarahiku. Dia hanya berkata, “Nak, hidup ini memang nggak gampang. Tapi ingat, kamu anak yang kuat. Ibu percaya, kamu bisa.”
Kalimat itu terus terngiang, seolah menjadi kekuatan di tengah keraguan yang sering menghampiri. Tapi, tanpa dirinya, hidup ini terasa jauh lebih sulit. Aku tahu Ibu ingin aku tetap tegar, tapi kadang aku merasa rindu ini terlalu besar untuk ku tanggung sendirian.
Aku menatap langit lagi, mencari-cari bayangan Ibu di antara bintang-bintang.
“Mak, seandainya bisa sekali lagi aja, peluk aku. Biar aku tahu kalau aku nggak sendirian.”
Dalam hati, aku tahu Ibu akan selalu hidup dalam kenangan. Tapi rindu ini, seperti tak akan pernah ada ujungnya. Meski hanya tinggal dalam doa dan ingatan, kehadirannya tetap jadi kekuatan di setiap langkahku. Aku akan terus melangkah, membawa rindu ini selamanya.