MASJID JAMIK PANGKALPINANG : SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA (Bag : 1)

Salah satu Masjid Tertua di Pulau Bangka

Foto Masjid Jami' Pangkal Pinang

Oleh : M. Ikhsan Ghozali & Dinar Pratama (Dosen IAIN SAS Bangka Belitung)

Pendahuluan

Historia magistra vitae—sejarah adalah guru kehidupan (kata bijak Yunani kuno).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pengetahuan sejarah penting dimiliki, bahkan Edward Halett Carr menyebut sejarah sebagai percakapan yang tiada akhir antara masa kini dengan masa lampau dan dengannya kita bisa menjadikannya pelajaran dan pengalaman untuk menjadi lebih baik. Maka, menjadi penting pula membicarakan masjid sebagai bagian penting yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam, sebagai lambang Islam sekaligus barometer keadaan umat Islam pada suatu ruang dan waktu.

Menurut Sidi Gazalba, pendirian masjid berjalan sejajar dengan perkembangan Islam karena masjid adalah “rumah Allah” (baitullah). Selain itu, masjid juga dipahami sebagai salah satu karya sejarah dan budaya umat Islam yang menjadi ciri khas suatu wilayah yang berpenduduk mayoritas Muslim, meskipun bentuk dan corak seninya sangat beragam, namun semuanya didasari oleh jiwa tauhid.

Demikian pula halnya dengan Masjid Jami’ Pangkalpinang sebagai salah satu masjid tertua di Pulau Bangka, yang berada di Kampung Dalam, Kelurahan Masjid Jami’, Kecamatan Rangkui, Kota Pangkalpinang.

Sayangnya, sejarah dan dinamika perkembangan Masjid Jami’ Pangkalpinang belum banyak terungkap. Padahal, sepanjang sejarahnya, Masjid Jami’ Pangkalpinang telah memberikan kontribusi yang besar dalam mewujudkan (membina dan memberdayakan) masyarakat Islam mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam.

Oleh karenanya, kajian ini dimaksudkan untuk sedikit menguak tentang bagaimana sesungguhnya sejarah dan dinamika perkembangan Masjid Jami’ Pangkalpinang dari waktu ke waktu, yang berkaitan dengan: kapan tepatnya Masjid Jami’ Pangkalpinang didirikan?; bagaimana perkembangannya sejak didirikan hingga sekarang!; siapa saja tokoh-tokoh yang berperan; dan bagaimana dinamika perkembangannya.

Meskipun tidak utuh dan lengkap, kajian ini setidaknya dapat: (1) memperkaya khazanah historiografi Islam lokal (sejarah), khususnya tentang sejarah masjid sebagai pusat perkembangan agama Islam dan masyarakat; (2) menambah pengetahuan dan menggalakkan kajian tentang salah satu bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat Muslim, yakni Masjid Jami’Pangkalpinang dan masjid-masjid lain yang ada di wilayah Kepulauan Bangka Belitung; (3) menjadi informasi penting bagi pihak-pihak terkait mengenai gagasan-gagasan atau pikiran-pikiran yang direpresentasikan dalam aktivitas keagamaan Masjid Jami’ dan dinamika masyarakat Muslim di Kota Pangkalpinang.

Sebagaimana dalam penelitian sejarah pada umumnya, ada lima tahap yang biasanya dilalui, yakni; (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), (4) interpretasi: analisis dan sintesis, dan (5) penulisan. Tahap-tahap tersebut merupakan panduan agar penelitian bisa dilakukan secara konsisten, terarah, sistematis, dan optimal.

Sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori, tertulis dan tidak tertulis. Sumber tertulis utama berupa Buku Risalah Pembangunan Mesjid Jami Pangkalpinang Bangka. Sedangkan sumber tidak tertulis berupa: dokumentasi foto, hasil wawancara, dan meja batu marmer.

Sejarah dan Dinamika Perkembangan Masjid Jami` Pangkalpinang;

Sejarah bisa dimaknai sebagai rekonstruksi masa lalu, mengungkap cerita, peristiwa, atau tindakan manusia tertentu dalam suatu masyarakat pada ruang dan waktu tertentu sehingga dapat terungkap kausalitas (keterkaitan) “setiap gejala sejarah yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu komunitas atau kelompok”.

Ada dua pandangan, yakni sebagai “peristiwa sebagaimana-ia- terjadi-sesungguhnya” dan
sebagai “peristiwa-sebagaimana-ia-dimengerti”. Jadi, sejarah tidak hanya menceritakan
“apa yang sesungguhnya terjadi” pada tataran teoretis/metodologis tertentu, tetapi “harus” juga menggunakan suatu imajinasi sejarah yang dinamis namun tetap ‘kritis- ilmiah’.

Untuk itulah, Fuad Jabali menyebut dibutuhkan “keliaran” daya imajinasi seorang peneliti, agar tidak terjebak dalam pengandaian dan pembicaraan masa lalu yang berkerangka kondisi masa kini.

Namun demikian, Kuntowijoyo mengingatkan bahwa sejarah bukanlah mitos, filsafat, ilmu alam, ataupun sastra, melainkan ilmu tentang manusia, tentang waktu, tentang sesuatu yang memiliki makna sosial, dan tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya, dan terinci.

Begitu juga Taufik Abdullah yang mengingatkan bahwa “Menangkap seluruh realitas dalam suatu totalitas adalah hal yang tak mungkin”, terutama akibat keterbatasan sumber, terutama sumber-sumber tertulis.

Oleh karenanya, peneliti juga melakukan penggalian informasi secara lisan berdasarkan ingatan para narasumber dan informan. Tindakan ini mengacu pada pernyataan Jan Vansina bahwa “Ingatan manusia (memori) adalah salah satu keajaiban alami dunia, dan dengan perluasan (dari ingatan manusia) begitu juga semua sejarah lisan, dan khususnya tradisi lisan”. Meskipun ia tetap percaya bahwa “Kata-kata terbang menjauh, tulisan tersisa”, namun dikarenakan tradisi lisan merupakan gudang sejarah, maka ia penting untuk diungkap agar pesan dari masa lalu dapat diceritakan.

Bagi Vansina, tradisi lisan adalah proses dan menjadi versi pada suatu masa ataupun masyarakat. Oleh karenanya, pesan tersebut merupakan sebuah produk sosial yang mengeskpresikan kebudayaan, dengan pelbagai manfaat, alat, pelaku, dan ketercerminan masyarakatnya, yang disampaikan secara lintas generasi.

Dengan demikian, pesan yang ditangkap memiliki dua kemungkinan, yakni sebagai komunikasi berupa berita yang dihapal atau komunikasi berupa hasil penafsiran dan pengalaman. Untuk itu, peneliti mesti selektif dan cermat menilai kemungkinan tersebut.

Selanjutnya, Vansina juga berpesan bahwa tanpa tradisi lisan kita hanya mengetahui sedikit tentang sejarah, dan kita tidak akan mengetahuinya dari dalam sehingga kita pun sulit membangun penafsiran.

Berdasarkan pada ungkapan teoretis di atas, penceritaan sejarah Masjid Jami’ Pangkalpinang dibagi ke dalam dua periodesasi terkait dengan proyek pengembangan Masjid Jami’, yakni masa masjid lama (Masjid Jami’ Lama) dan masa masjid baru (Masjid Jami’).

Hal ini didasarkan pada buku risalah yang diterbitkan oleh Seksi Humas Dokumentasi Panitia Panitia Perayaan Mesjid Jami’ Pangkalpinang pada tahun 1976 dan sumber lisan dari beberapa narasumber, penceritaan sejarah dan dinamika perkembangan Masjid Jami` Pangkalpinang. (bersambung)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *