Penulis : Putri Rahmawati (Siswi SMAN 1 Simpang Rimba)
Ehmm… Indah sekali pantainya..”
Kataku dalam hati sambil memandang lukisan pantai yang terpajang di dinding ruang tamu kami. Dilukis dengan goresan tangan yang indah.
Semenjak dulu, aku berniat sekali ke pantai. Aku suka pantai. aku suka pemandangannya apa lagi saat matahari terbenam. Dioramanya indah dalam pandangan mata. Keindahannya pasti sama seperti yang aku lihat di gambar handphone ku.
Hmm..
Aku sudah jarang ke pantai dan tidak pernah pergi ke pantai dan aku tidak tahu kapan aku bisa menginjakan kakiku ke sana.
Diriku hanyalah seorang gadis yang bisanya hanya di rumah saja keluar pun sudah jarang setiap hari aku hanya di rumah saja.
Ya penjaga rumah jangankan ke pantai, ke luar main jauh jauh atau jalan jalan naik motor bersama temanku pun aku sudah jarang. bagi orang lain itu mungkin mudah Tetapi tidak bagiku..
Semua itu hanyalah khayalan semata
Hanya khayalan.
Ah…
Sudahlah seperti yang selalu kukatakan pada diriku sendiri
“hidup ini bukan untuk disesali, tetapi untuk dijalani..”
“Semangat…!” seruku sambil mengukir tersenyuman simpul pada diriku sendiri.
“Putri… ayo bangun!” suara mama terdengar di antara nada lembut dan tegas.
Sepertinya buru-buru. aku tidak mempedulikan panggilannya. kehangatan selimutku yang lembut menambah rasa tidurku. Aku seolah tak peduli hari sudah pagi. Matahari sudah terbangun dari mimpi panjangnya. Sementara mataku masih mengantuk.
“Ayo bangun..!” suara mama sekali lagi terdengar di kuping ku.
Kali ini terdengar dengan nada paksaan.
“Mak, malas lah aku masih ngantuk ni….”
Suaraku terdengar tidak bersemengat sama sekali dengan kedua kelopak mata yang masih terasa berat dan susah rasanya dibuka untuk melihat indahnya suasana pagi yang cerah.
“Itu loh Put ada temenmu mau ngajak jalan kamu mau ikut apa enggak..?” ujar mamak.
“Ke mana sih? tumben.” ujarku ketus. tidak percaya dengan ajakan temanku barusan. Aku tetap menikmati suasana hangat di dalam selimutku.
“Kamu lupa ya?… hari ini temenmu kan sudah mengajak kamu ke pantai dan jalan jalan.”
“Hah?! Pantai?” Perkataan mamak ku membuat mataku terbuka lebar.
“Beneran mak?” aku masih tidak percaya dengan apa yang kudengar.
“Iya Putri…. ayo cepat siap-siap!” Suara mamak terasa meyakinkanku.
Aku pun bangun dengan rasa keterpaksaan. Sedih sekali rasanya meninggalkan kehangatan di kasurku yang empuk.
Sementara hatiku bergejolak di antara perasaan senang, heran, dan…
Entahlah. yang pasti semuanya menumpuk di hatiku, mengkristal dalam berjuta tanya yang tidak tahu apa jawabannya.
“Put.. ayo cepat! Sudah siap belum?” Suara mamak memanggiku. Sepertinya mamak sudah tidak sabar untuk menyuruhku healing bersama temanku agar tidak selalu di rumah.
“Iya ma.. aku sudah siap ni..”
Sebelum keluar dari pintu kamarku, aku terlebih dahulu memandang diriku di dalam cermin di kamarku yang seukuran dengan tubuhku.
Seluruh tubuhku terlihat sudah rapi tetapi aku masih saja memandangi diriku di cermin.
Barangkali masih ada yang masih kurang Pikirku tampaknya diriku di cermin sudah terlihat sempurna
“Oke.. aku siap!” seruku gembira.
Aku pun melangkah menemui temenku itu Sopiya yang dari tadi menunggu di teras rumah kami.
Aku pun bersegera untuk berpamitan kepada mamakku. Meminta izin pergi ke pantai.
” aku bahagia sekali.. “aku ke pantai untuk healing.!” seruku tak mampu menahan kegembiraan di hatiku.
Dengan mengendarai sepeda motor matic, kami berangkat menuju pantai yang keindahannya sudah membungkus anganku.
Sepanjang perjalanan, kusaksikan pemandangan yang indah yang belum pernah kulihat selama hidup ku. Sebuah diorama lukisan Sang Maha Agung.
“Ya Tuhan… Indah sekali. Aku sangat terpesona,” gumam ku.
Dalam hitungan waktu kami sudah berada di sebuah pantai yang memang menjadi impianku sejak lama.
“Indah sekali..”
Entah berapa lama aku terdiam dan tertegun memandangi keindahan pantai tersebut.
Saat kaki menyentuh pasir pantai, aku membungkus keceriaan itu dengan berlarian di atas pasir pantai yang hangat. Sementara riak gelombang yang nakal seolah mengejar ku yang terus berlari dan berlari
Diriku sudah menyatu dengan suasana pantai itu. Membetahkan sekali. Tak terlintas dalam otak ku mau pulang. Kegembiraan melumuri sekujur tubuh ku. Seumur ini belum pernah aku merasa segembira hari ini.
Matahari mulai menyelinap diantara awan. Puluhan burung elang seolah menghantarkan sang mentari ke peraduannya. Aku sungguh menikmati keindahan senja itu. Air laut berubah warna menjadi kuning keemasan karena pantulan cahaya rembulan yang mulai hadir dengan sejuta pesonanya.
“Sungguh luar Biasa karunia Sang Pencipta,” ujarku kagum.
“Putri… bangun…!” Alunan suara terdengar menghampiri telinga kum
Suasana yang indah tadi berganti dengan suasana kamar yang masih gelap.
“Bukankah tadi aku di pantai?” aku bingung.
Mataku mengamati-ngamati di mana tempat aku berada saat ini.
“Kamar? Ternya cuma mimpi.” Aku pun menyadari bahwa pantai, jalan-jalan dan berlari hanya bisa kudapatkan ketika diriku sedang bermimpi.
Aku menceritakan mimpiku kepada mamak, entah mengapa mamak menghindar dariku. Mungkin dia tak mau memarahiku atau… tidak mau mendengar tentang mimpi-mimpiku.
“Andai mimpi indah itu nyata…?”
aku kembali memandang lukisan dinding ruang tamu itu.
“Ya… sudahlah.” kataku sambil tersenyum bahagia karena mimpi tersebut.
Aku cuma berharap dan berharap, emoga saja mimpi yg indah itu bisa menjadi nyata. Seiiring impian ku untuk dapat menikmati indahnya pantai berselimutkan Diorama keindahan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata dan narasi indah dari para pembaca puisi diatas panggung.