Pesan Tika Bisono dan Gurindam Bukit Nenek

Saat wawancara Sumardoni bersama psikolog Tika Bisono beberapa waktu lalu

Oleh : Rusmin Sopian

Bekaespedia.com _ Pada dasarnya belajar itu tidak mesti di dalam ruangan, belajar di dalam ruang kelas itu memang harus akan tetapi belajar di alam terbuka itu lebih luar biasa melihat alam semesta itu akan terbuka lebar luas dan wawasan akan menjadi lebih banyak. Di alam lah belajar yang sesungguhnya.

Ungkapan itu disampaikan Tokoh Pendidikan Nasional sekaligus psikolog Tika Bisono saat diwawancarai oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Payung Sumardoni, S.Pd beberapa waktu lalu.

Penyanyi top Indonesia era 80-an ini berpesan untuk SMA N 1 Payung terus jalankan pembelajaran yang sudah baik tapi tingkatkan pada materi pembelajaran di luar gedung yaitu di alam, bawalah anak didik kita ke gunung ke danau ke sungai ke laut dan sebagainya karena di situ banyak sekali sumber pembelajaran. Kalau kita ajak anak-anak belajar di alam maka anak-anak akan lebih excited, sehingga akan membuat anak-anak kita pengen belajar terus-menerus.
” Tugas guru adalah bagaimana menjalankan program tersebut sehingga guru dan siswa sama-sama memiliki kesempatan untuk menambah wawasan,” pesan Tika.

Menurut Sumardoni, pesan dari Tika Bisono menjadi dasar lahirnya Gurindam atau berguru ilmu kepada alam di kawasan Situs Budaya dan sejarah Bukit Nenek yang berada di Desa Gudang Simpang Rimba dan berkolaborasi dengan gagasan Kepala Cabang Dinas Pendidikan wilayah III Bangka Selatan Dr. Wahyudi Himawan. Dilaksanakanlah program Gurindam Bukit Nenek yang melibatkan tiga sekolah menengah atas yang ada di kawasan Payung, Pulau Besar dan Simpang Rimba.

Mengutip narasi dari Kacabdin Wilayah III Bangka Selatan Dr. Wahyudi Himawan bahwa kegiatan ini bukan sekadar mendaki bukit, tetapi juga mengandung filosofi kehidupan yang mendalam.

“Ketika mendaki Bukit Nenek, kita belajar bahwa setiap keberhasilan dimulai dari bawah. Proses mendaki melambangkan perjuangan, dan puncak bukit menjadi simbol kesuksesan. Namun, kita harus selalu ingat untuk melihat ke bawah sebagai bentuk kesadaran diri,” ujar Wahyudi.

Dr. Wahyudi Himawan saat memberikan materi dipuncak bukit nenek

Selain itu, lanjut Kacabdin Wilayah III Bangka Selatan kegiatan ini menekankan pentingnya kerja sama dan kebersamaan.

“Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Mendaki bukit bersama teman-teman memberikan pengalaman yang jauh lebih bermakna dibandingkan melakukannya sendirian,”ungkap Wahyudi.

Wahyudi Himawan mendukung program ini untuk dikembangkan lebih lanjut.
“Kami berharap Gurindam Bukit Nenek menjadi model pembelajaran berbasis alam yang dapat diterapkan di berbagai jenjang pendidikan. Modul ajar untuk program ini akan kami kembangkan agar lebih banyak siswa yang dapat merasakan manfaatnya,” harap Wahyudi.

Hal senada dirasakan Kepala SMA Negeri 1 Payung, Sumardoni, yang mengungkapkan kebahagiaannya atas kesuksesan program ini.
“Gurindam Bukit Nenek bukan hanya pengalaman belajar, tetapi juga penguatan karakter dan wawasan sejarah. Kami berharap kegiatan ini menjadi agenda rutin dan dapat menjadi inspirasi bagi sekolah lain,” tuturnya.

Belajar dari alam sesungguhnya menjadikan kita terbuka kesempatan untuk merdeka belajar. Sebab, dengan belajar dari alam raya seisinya, kita memaksimalkan daya cipta untuk mempelajari keberagaman, inovasi, daya saing, sekaligus juga siklus kehidupan yang sangat indah.

Lingkungan merupakan sumber belajar yang kaya dan menarik untuk siswa. Lingkungan manapun bisa menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa tak terkecuali di kawasan Situs Budaya yang ada di Desa Gudang Simpang Rimba Bangka Selatan.

Setidaknya pertanyaan Zaskia Puspitasari siswi SMAN 1 Payung tentang proses terbentuknya tulisan cadas yang mampu bertahan hingga kini yang ada di kawasan Situs Bukit Kepale Di kawasan Bukit Nenek Desa Gudang Simpang Rimba tempat kegiatan Gurindam itu berlangsung dapat didengarnya langsung dari para peneliti BRIN yang sedang melakukan penelitian bahwa tulisan tersebut menggunakan bahan baku yang melalui proses pembakaran suhu tinggi, menunjukkan teknologi maju pada masa itu.

Tentunya program inovatif berguru ilmu pengetahuan dari alam ini akan menjadi agenda rutin.

Bukankah dari AIR kita belajar ketenangan dan keteguhan hati?
Bukankah dari BATU kita belajar ketegaran?
Bukankah dari TANAH kita belajar kehidupan?
Dan bukankah dari API kita belajar semangat dan kehangatan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *