Oleh : Ali Usman
Tanah Kepoh
Secara topografi, wilayah Desa Kepoh terdiri dari perbukitan rendah, rawa-rawa, aliran air/alur (Aek) dan Sungai. Empat bukit membentuk daratan rendah yang dikelilingi rawa-rawa dan memiliki puncak tertinggi berada di Bukit Lesat (68 meter), Bukit Soakbatu (62 meter), Bukit Simpur (31 meter) dan Bukit Mudung. Kelekak Mudung berada di daratan rendah ini, tepatnya di kaki Bukit Soakbatu. Daratan rendah lain berada di Kampung Kepoh dengan puncak di ketinggian 14 meter. Bukit Karak (56 meter) berada di perbatasan desa Rindik. Daratan rendah dibagian selatan Desa Kepoh antara lain Bukit Payareba (40 meter) dan Bukit Mentangor. Sementara Bukit Serdang (99 meter) berada di perbatasan dengan Desa Bukit Terap. Rawa-rawa terluas berada di pesisir timur pantai, dari Paya Pangkal, Paya Medang, Paya Pasirputih, Paya Padanggayang sampai perbatasan desa Tepus di Sungai Gumba. Sungai berhulu dari perbukitan antara lain Sungai Kepoh, Sungai Gumba, Air Serdang, Air Medang, Air Tarumbesar (Air Mandau) dan Air Serai.
Kelekak dan Kampong di Tanah Kepoh
Pola pemukiman di wilayah Desa Kepoh dapat dibagi 4 pola. Pertama, seperti pola pemukiman pada umumnya di Pulau Bangka, pemukiman awal berkembang di tepi Sungai dan Aek, misalnya Kepoh berada dekat Sungai Kepoh dan Gumba dekat Sungai Gumba. Pola kedua kita temukan di Kelekak Mudung, justru berada di kaki bukit Soakbatu dan ditengah-tengah paya yang luas. Pola ketiga berada di pesisir pantai seperti Kelekak Nibungseribu dan Kelekak Pelawan. Pola keempat pemukiman yang tumbuh dan berkembang didorong aktivitas penambangan timah seperti di Parit Dua.
Dalam perkembangannya, jalan poros yang menghubungkan Rindik-Toboali semakin bagus dan makin menarik penduduk di pedalaman dan pesisir untuk tinggal di Kampung Kepoh. Namun begitu aktivitas keseharian masyarakat lebih banyak berada di kebun-kebun sekitar Kampung Kepoh dan membangun pondok-pondok kayu sebagai tempat tinggal selama berada di kebun. Mereka kembali ke kampung ketika ada kegiatan yang mengharuskan berada di kampung, seperti Sholat Jum’at dan pertemuan-pertemuan. Dalam peta Inggris (1812-1816), peta Hindia Belanda (1819-1932), peta Australia (1946), peta militer Amerika Serikat (1955) dan peta pemerintah Republik Indonesia, perubahan kampung ini terekam dan kita akan bahas satu per satu di bawah ini.
- Kepoh
Kampung Kepoh merupakan salah satu pemukiman tertua di wilayah kecamatan Toboali. Jika kita melihat kembali peta dan arsip peninggalan bangsa Eropa, Kepoh muncul dengan berbagai ejaaan, seperti Kuppo (1803-1813), Kuppo (1812-1816), Kapo (1819), Kapo (1819-1821), Kappo (1819-1821), Kapo Lama (1845-1846), Pangkal Kapo (1852-1855), Kapo (1884), Kapo (1885), Kepo (1898), Kepo (1925), Kepoh (1936), Kepoh (1946), Kepoh (1955), Kepoh (1986), Kepoh (1992) dan Kepoh (2002). Artinya Kampung Kepoh sudah berusia 200-an tahun dan penulisan nama Kepoh sudah konsisten sejak tahun 1936. Kampung Kepoh berada di dekat Sungai Kepoh. Bukan sepanjang sungai tetapi menjorok ke daratan mengikuti pola jalan. Keberadaan Sungai Kepoh yang memiliki lebar permukaan 30 meter dan kedalaman 7,5 meter ini sangat vital dalam mempengaruhi perkembangan kampung Kepoh. Pertama penghubung transportasi dengan laut pesisir timur Pulau Bangka dan Pulau Lepar-Pulau Leat. Kedua penghubung wilayah dan pemukiman pedalaman (Kelekak Mudung, Kelekak Kampet dan Kelekak Jejabe) ditandai dengan keberadaan tambat perahu seperti Pangkalanbetung, Pangkalanpandantunjuk dan Pangkalantebingtinggi. Ketiga sebagai sumber penghasilan nelayan. Keempat alur sungai berliku-liku dan ditumbuhi hutan Mangrove / Bakau ini mampu melindungi kampung dari ancaman ombak laut.
Dalam peta tahun 1936, Kampong Kepoh terdiri dari 2 wilayah pemukiman yang ditandai warna hijau. Pemukiman pertama berada jalan yang menghubungkan Rindik, tepatnya tanda besi BTW nomor 194-195 sampai aliran aik Kepoh yang terbuat dari bambu. Pemukiman kedua dimulai dari tanda besi BTW nomor 196-198, jalan simpang tiga sampai pangkal Kepoh ditandai besi nomor 199. Pemukiman sepanjang jalan, dengan rumah berjejer kiri kanan jalan. Persimpangan jalan terdapat masjid yang terbuat dari bangunan permanen (warna merah), kini sudah dipindahkan ke lokasi baru. Jalan tanah lebar 2-4 menghubungkan Kampung Kepoh dengan Mijn 2 – Mijn 1-Kepotjina-Toboali dan Rindik –Toboali. Pada Peta militer Amerika Serikat tahun 1955, pemukiman Kepoh ditandai warna kuning dan bintang orange.
Peta-peta buatan Republik Indonesia menyebut pemukiman Kepoh dengan tanda hitam memanjang di sisi kiri kanan jalan (1972), 3 tanda kotak hitam bangunan dan tanda segitiga ketinggian 14 meter (1986) dan tanda kotak orange memanjang mengikuti pola jalan (2002). Saat ini Kampung Kepoh jauh berkembang dengan membuka wilayah pemukiman di belakang kampung lama dan sepanjang jalan baru di tepi Sungai Kepoh menuju sawah. Masjid lama dipindahkan ke lokasi baru. Fasilitas penunjang antara lain lapangan sepak bola di belakang kampung lama, dermaga sungai Kepoh, Poskesdes dekat Air Kleti, SD Negeri 21 dan Kantor Desa Kepoh di ujung Kampung arah ke Rindik.
- Kelekak Mudung
Dalam peta tahun 1819-1821, terdapat Binting Mulut di seberang Kampung Kepoh. Nampak garis putus-putus dan lurus membentuk pola segiempat. Kemungkinan itu menggambarkan jalan lurus dan pagar kayu yang mengelilingi Benteng Mulut, kubu pertahanan rakyat Bangka pada masa Perang Bangka I (1819-1828). Jika dibandingkan dengan peta sekarang, kecil kemungkinan Benteng Mulut berada tepat di seberang Kampung Kepoh, karena topografi rawa-rawa yang ditumbuhi hutan Bakau. Kemungkinan besar kini bernama Mudung. Peta tahun 1936 menyebutkan pemukiman bernama Kelekak Moedoeng. Dari Sungai Kepoh terdapat 2 tempat tambat perahu, yakni di Pangkalanbetung (terdapat 1 ladang) dan Pangkalantebingtinggi, dihubungkan jalan setapak melewati Air Simpur dan Bukit Simpur, terdapat perkebunan Lada (10 area), 4 ladang dan 14 rumah kayu. Persimpangan jalan setapak arah ke kaki Bukit Soakbatu-Pantai dan satunya arah ke Kelekak Moedoeng. Di Kelekak Moedoeng terdapat 3 kebun Lada, 4 ladang dan 10 rumah kayu (tanda kotak kecil hitam). Setelah itu terdapat simpang jalan setapak yang mengarah kaki Bukit Mudung-Pantai Pulau Mudung dan satunya menuju kaki Bukit Lesat-Payak Pasirputih-Air Medang. Sekitar Bukit Lesat-Bukit Mudung terdapat 5 kebun Lada, 1 ladang dan 5 rumah kayu. Peta 1986 mencantumkan tanda kotak kecil hitam sebanyak 14 bangunan kayu dan jalan setapak dari Sungai Kepoh-Mudung-Air Medang. Peta 2002 hanya mencantumkan 1 kotak hitam kecil di Muding (Mudung) dan jalan setapak dari Pangkalanbetung menuju Air Medang.
- Kelekak Tarum Kecil
Dalam peta 1936, setelah melewati Air Medang-Air Tarum Kecil, jalan setapak menyambung ke Kelekak Tarum Kecil. Hanya terdapat 2 rumah kayu dan 1 ladang. Sementara peta 2002, terdapat 2 bangunan kayu.
- Kelekak Nibungseribu
Dalam peta 1936, setelah Kelekak Tarum Kecil-Kelekak Tarum Besar, jalan setapak memutar menyusuri pantai ke Kelekak Nibungseribu. Hanya terdapat 1 rumah kayu di tengah tanaman pohon Kelapa. Sementara peta 2002, terdapat 2 bangunan kayu.
- Kelekak Tarum Besar
Dalam peta 1936, setelah Kelekak Tarum Kecil jalan setapak menuju ke Kelekak Tarum Besar. Terdapat 4 rumah kayu di tengah tanaman pohon Kelapa. Keberadaan kelekak ini masih bertahan dengan 1 bangunan kayu (1955), 2 bangunan kayu di posisi setelah Air Tarum Besar (1986) dan 2 bangunan kayu (2002).
- Kelekak Pelawan
Dalam peta 1936, setelah melewati Kelekak Tarum Besar dan Air Tarum Besar, jalan setapak menuju ke Kelekak Pelawan. Terdapat 2 rumah kayu di tengah ladang yang memanjang. Keberadaan kelekak ini masih bertahan dengan 2 bangunan kayu walau tidak ditulis tanpa namanya (1986) dan 2 bangunan kayu (2002).
- Kelekak Gumba
Dalam peta 1936, setelah Kelekak Pelawan jalan setapak menuju ke Kelekak Gumba. Terdapat 6 rumah kayu dan 1 ladang di antara kelekak Pelawan dan Kelekak Gumba. Keberadaan kelekak ini masih bertahan dengan 1 bangunan kayu (1955), 2 bangunan kayu (1986) dan 2 bangunan kayu (2002).
- Parit/Tambang Dua
Kampung Tambang/Parit Dua pertama kali muncul dalam peta tahun 1936 dengan nama Mijn 2. Berada di tepi Air Serdang yang berhulu di Bukit Karak dan Bukit Lingkuk. Saat itu terdapat fasilitas pemukiman berupa bangunan kayu sebanyak 6 buah dan bangunan bambu sebanyak 3 buah. Jalan tanah lebar 2-4 menghubungkan dengan Kampung Kepoh-Rindik dan Mijn 1-Kepotjina-Toboali. Jalan lebih kecil menghubungkan barak kuli menuju lokasi penambangan timah yang tersebar di alur Air Penes, Air Karak, Air Serdang, Air Serai, Air Pasirputih dan Air Serdang yang berhulu di Bukit Serdang-Bukit Mentagor.
Pemerintah Republik Indonesia pada masa Orde Lama mengeluarkan peraturan yang mewajibkan memilih salah satu status kewarganegaraan (UU Kewarganegaraan 1958) dan pelarangan orang Tionghoa beraktivitas perdagangan di luar ibukota Kabupaten dan Provinsi (Perpres Nomor 10 tahun 1959). Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, pemerintah Orde Baru melarang penggunaan aksara dan bahasa Tionghoa, penggantian nama keluarga Tionghoa, penggantian istilah Tionghoa menjadi China, pelarangan kedatangan baru orang China, pengambilan asset orang China yang kembali ke RRC oleh pemerintah, program asimilasi dan pelarangan aktivitas perayaan Imlek dan pembatasan ibadah tradisi China. Berbagai kebijakan diskriminasi ini mendorong gesekan di masyarakat Bangka. Orang China yang tinggal di Parit Dua berangsur-angsur pindah ke Kepochina yang kini berubah nama menjadi Keposang. Bekas pemukiman Parit Dua terlantar dan digusur pembukaan tambang timah baru.
Pembukaan pemukiman baru Parit Dua berada di kaki Bukit Mentagor-Bukit Serdang oleh pendatang dari luar desa Kepoh maupun dari tanah Jawa yang bermata pencaharian sebagai petani pasca booming Lada tahun 1980-1990. Setelah tahun 2001, pembukaan penambangan timah inkonvensional mendorong migrasi baru ke Parit Dua. Kini, Kampung Tambang Dua berkembang dengan rumah berada di kiri kanan jalan baru, 2 tempat ibadah (masjid Al Ikhlas dan mushola Nurul Huda), lapangan sekolah dan sekolah SDN 32 Toboali.