Oleh: Ummi Sulis
Bekaespedia.com _ Cuaca kemarin begitu teriknya. Anak anak kelas IV tampak kemerah-merahan dengan peluh yang masih berseliweran di wajah mereka. Ternyata istirahat digunakan untuk bermain bola. Alhasil, saat bel masuk berbunyi, mereka masih berpeluh. Bisa jadi pembakaran tetap berlangsung saat di dalam kelas.
Ibu Guru yang memperhatikan anak muridnya berkipas-kipas, bingung, lanjut belajar atau pendinginan dahulu?. Sudah takterhitung nasihat pada mereka, jangan gunakan waktu istirahat yang hanya sebentar untuk bermain bola. Semua akan repot berjamaah. Dasar anak-anak, Ibu Guru akhirnya menunggu wajah-wajah yang kemerahan normal kembali. Selanjutnya memulai pelajaran dengan sisa waktu yang sudahbterbuang 10 menit untuk nasihat dan pendinginan.
“Bu, kemarin kita ada PR tentang mencari contoh kenampakan alam Bangka Belitung.” Alfi menunjukkan pekerjaannya.
“Oh, iya, setelah usai pelajaran, boleh kumpulkan PR-nya,” kata Ibu Guru, “sekarang kita lihat contoh kenampakan yang sudah kamu tulis.”
Tiba-tiba Rifki berkata, “kita tidak punya gunung, ya, Bu?”
“Coba, ada yang tahu gak, kenapa kita tidak punya gunung? Apa definisi gunung itu?” tanya Ibu Guru pada seluruh murid.
“Bagian tanah yang lebih tinggi, ketinggiannya lebih 600 meter, lebih curam, Bu,” jawab Caca.
“Iya, dan di tempat kita ini tidak ada gundukan tanah yang mencapai 600 meter, serta tidak curam. Bentuk puncaknya juga mirip kubah. Seperti Menumbing, kita menyebutnya Gunung Menumbing, padahal itu bukit. Tinggi bukit itu adalah 445 meter di atas permukaan laut.” Ibu Guru menjelaskan sambil melihat jam di HP.
“Ada lagi gak, Bu, bukit yang lainnya?” tanya Alfi.
“Ada banyak nama bukit di Bangka, seringnya bukit itu kita sebut gunung, karena kebiasaan penyebutan. Ada Bukit Maras di desa Riau Silip, Bukit Mangkol, Bukit Siam, Bukit Betung dan Bukit Semut di Sungailiat, serta bukit yang lainnya.” Ibu Guru kembali menyebutkan nama-nama bukit.
“Bukit semut karena ada semutnya, ya, Bu?” tanya Ayu.
“Nah, itu belum tahu, bisa jadi karena perbukitan itu sepintas seperti semut beriring, bukan karena ada semutnya. Di Bukit Semut ini ada penjara. Orang yang sudah diputuskan hukumannya di pengadilan, dipenjarakan di Lapas Bukit Semut,” jelas Bu Guru.
“Iya juga, kayak kue sarang semut, kan gak ada semutnya. Tapi kenapa dinamakan sarang semut?” tanya Ayu lagi.
“Dilihat dari bentuk kue yang berongga bolong-bolong kayak sarang semut. Warna juga mendukung. Sarang semut banyak yang berwarna cokelat. Terbayang gak dengan sarang semut?” jelas Bu Guru lagi.
“Iya, mirip, sih,” jawab anak-anak.
“Kayak buah naga, kan gak ada naganya,” Fahmi nyeletuk.
” Kita kembali ke pelajaran. Jadi, nama itu diambil dari kesamaan, perumpamaan, pengingat, agar kita tidak melupakan sejarah. Jangan lupa PR-nya kumpulkan.” Bu Guru menutup wejangannya, taklama kemudian bel istirahat pun berbunyi.