Penulis: Meilanto
(Penulis keturunan Mengkanau dari pihak ibu)
Halo sobat sejarah dan budaya, pernah mendengar kata Mengkanau? Mungkin kata itu agak asing bagi masyarakat umum, kecuali Sungkap, Namang dan Belilik. Mengkanau nama suatu kawasan yang berada di sebelah selatan Namang yang sebelah barat terdapat bukit Titiakar dan Memalo yang bagian dari Desa Sungkap. Sementara itu sebelah tenggara berbatasan dengan wilayah Desa Belilik. Saat ini Mengkanau dalam wilayah administrasi Desa Namang.
Nama Mengkanau sendiri bisa jadi dari nama jenis tumbuhan. Pendapat berbeda menurut Mang Ra Aru. Mengkanau nama tokoh yang diculik oleh lanun.
Nah jika sobat sejarah dan budaya pelesir ke Hutan Pelawan, maka akan melalui lelap dan air maka itulah kawasan Mengkanau yang berjarak sekitar 4 Km dari areal persawahan Namang.
Sobat sejarah dan budaya, dalam tulisan ini penulis akan mengulik hal unik dari Mengkanau. Apa saja itu? Yuk langsung saja!
1. Sudah ada sebelum Tahun 1845
Mengkanau termasuk pemukiman tua, lho. Gak percaya? Hal itu bisa dilihat pada peta Kaart van het Eiland Banka Zamengesteld in 1845 en 1846 door H.M. Lange. Peta ini dibuat sebelum berkecamuk Perang Bangka II (1848-1851) yang dipimpin oleh Depati Amir. Artinya Mengkanau sudah ada sebelum tahun 1845 karena pastinya Belanda melakukan survei / pemetaan sebelum tahun 1845.
2. Tidak ditemukan TPU
Meskipun Mengkanau sudah ada pemukiman warga bercocok tanam sebelum tahun 1845, yang uniknya, di kawasan Mengkanau tidak ditemukan Tempat Pemakaman Umum (TPU). Hal itu karena Namang sebagai kampung induk juga sudah ada sebelum tahun 1845. Artinya penduduk Mengkanau hanya menjadikan Mengkanau sebagai tempat bercocok tanam dan bukan tempat tinggal permanen. Adakalanya mereka harus menginap di pondok kebun, adakalanya mereka harus pulang ke kampung. Biasanya mereka akan ke kebun Jumat sore, kemudian pulang ke kampung Kamis sore berikutnya untuk melaksanakan salat Jumat dan membeli keperluan sehari-hari yang tidak diperoleh dari bercocok tanam.
Di hutan Namang memang ada dua lokasi makam. Dari dua lokasi itu makamnya masing-masing hanya satu. Satu di kawasan hulu Aik Kalong (belum diketahui siapa yang dimakamkan) dan satu di lereng Bukit Kudung (makam Abok Pengurus).
3. Bukan Suku
Dari penulis kecil, besar dan saat ini sering berinteraksi dengan keturunan Mengkanau lainnya, tidak pernah mengatakan jika Mengkanau adakah sebuah suku. Sama halnya dengan sesepuh Mengkanau seperti Abok Pa’i, Abok Basri, Abok Bingkok tidak ada yang mengatakan Mengkanau sebuah suku.
Begitu juga dengan sumber literatur yang penulis temui, tidak ada yang mengatakan Mengkanau sebagai suku.
4. Melafalkan angka sangat cepat dan disingkat
Hal unik dari keturunan Mengkanau jika melafalkan angka sangat cepat dan disingkat.
1= sak; 2= we; 3= ge; 4= pat; 5= me; 6= nam; 7= jo; 8= pan; 9= len; 10= lo;
sehingga menjadi sak we ge pat me nam jo pan len lo.
5. Kaki kapalan
Entah secara kebutulan atau bukan, telapak kaki keturunan Mengkanau ada ciri khasnya yaitu kapalan. Ujung jari jempol kaki mudah buruk. Entah karena tidak bisa menjaga kebersihan atau faktor alam, belum diketahui secara pasti. Telapak kaki yang kapalan, jika sudah sembuh, kena tanah hangus atau lelap (rawa) maka kapalan akan datang lagi.
6. Airnya tidak pernah kering
Air di Mengkanau tidak pernah kering sekalipun kemarau panjang. Jika air lain kering, maka warga akan berbondong-bondong mandi ke kawasan lelap Mengkanau.
Ada beberapa hulu yang mengalir ke Mengkanau di antaranya dari Bukit Titiakar dan Memalo serta dari Aik Tumbak Bedidih. Pada masa itu, ada tujuh gertak (jembatan kecil) yang menghubungkan dua sisi di kawasan lelap Mengkanau. Aik pertama dikenal dengan nama Aik Lisum yang airnya berwarna kuning, aik kedua dan ketiga yang airnya bening. Aik keempat dikenal dengan Aik tengah, Aik kelima, keenam dan ketujuh. Semua airnya bening dan bisa langsung diminum. Kini gertak–gertak itu telah diganti dengan gorong-gorong dan masih menyisakan tiga gorong-gorong dan sudah beraspal hotmix.
7. Keturunan minta air, tanda kematian
Ini yang sangat jarang diketahui warga. Keturunan Mengkanau yang sudah menua dan sakit menahun, jika minta air Mengkanau untuk minum maka itu menjadi pertanda bahwa sang keturunan akan menghadap Sang Kholik. Ini penulis hadapi saat kematian paman. Saat itu ia sudah sakit menahun, tiba-tiba ia minta aik Mengkanau katanya untuk diminum. Setelah diambil keluarga dan airnya dimasak, setelah dingin diberikan kepada paman. Selang beberapa hari ia pun meninggal dunia. Percaya atau tidak, yang pasti memang sudah takdirnya.
8. Membuat pondok tidak sempurna
Keturunan Mengkanau jika membuat pondok dipastikan tidak sempurna. Ada saja permasalahannya. Apakah pondoknya miring, atap yang kurang, kayu yang kurang dan lain sebagainya sesuai dengan syair yang sering disenandungkan oleh keturunan Mengkanau;
Reranau eh burung reranau
Hinggap terbang di Uma nek Minot
Beumor-umor bekebon di Mengkanau
Muat uma minyang minyot
Minyang minyot yang dimaksud terkadang pondoknya miring, kurang bahan, lokasi yang tidak tepat dan sebagainya. Belum diketahui secara pasti apa penyebabnya hanya saja menurut sesepuh yang penulis temui, hal itu akibat sumpah dari para pendahulu.
Nah sobat sejarah dan budaya, demikian 8 hal unik dari Mengkanau. Percaya atau tidak, kembali ke keyakinan masing-masing. Hanya saja sampai saat ini Aik Mengkanau masih mengalir deras dan kapan pun siap untuk dimandikan. Selain itu, kelekak-kelekak di sana terutama durian sedang berbuah. Silakan datang dan rasakan sensasi makan durian alami di Mengkanau. Yang pastinya bayar dong!*