Oleh : Belva Al Akhab
Kacung, Bangka Barat,- Keterbatasan anggaran tak sedikit pun menyurutkan langkah Pemerintah Kabupaten Bangka Barat (Pemkab Babar) dan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung (Pemprov Babel) dalam menunjukkan komitmen nyata terhadap pelestarian budaya. Semangat itu berkobar dalam kemeriahan Pesta Hadir Suku Ketapik di Balai Rumah Adat Desa Kacung, Minggu (15/6/2025). Ribuan warga memadati lokasi, disambut hangat oleh kehadiran Gubernur Babel Dr. (HC) Hidayat Arsani, SE, dan Bupati Bangka Barat Markus, SH, serta jajaran Forkopimda.
Momen pesta adat yang dikenal juga sebagai ‘Panggilan’ ini menjadi jauh lebih bermakna dengan pengumuman strategi dari Bupati Markus. Di hadapan ribuan warga, ia menegaskan, “Pemerintah Kabupaten Bangka Barat mendukung penuh kegiatan ini dengan menetapkan Pesta Adat Suku Ketapik sebagai istiadat adat dalam Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).”
Pengakuan resmi ini bukan sekadar penghargaan simbolis. Ini adalah landasan hukum dan dukungan berkelanjutan yang membuka pintu lebar bagi Desa Kacung. “Dengan ditetapkannya OPK ini, Desa Kacung memiliki pijakan yang kuat untuk mengembangkan potensi kebudayaan lainnya secara lebih terstruktur dan berkesinambungan,” tegas Markus yang langsung disambut tepuk tangan warga. Ia optimis, acara adat ini adalah aset budaya dan daya tarik wisata unggulan yang akan terus dipromosikan.
Puncak kemeriahan Pesta Hadir Suku Ketapik tersaji dalam tradisi unik “Sador-Sador” – arak-arakan sepeda hias warna-warni yang sarat makna. Lebih dari sekedar tontonan visual, Sador-Sador adalah simbol hidup perjalanan anak-anak Desa Kacung dalam menamatkan bacaan Al-Qur’an. “Ini adalah representasi indah bagaimana seni, kreativitas, semangat keislaman, dan kebersamaan menyatu,” jelas Bupati Markus. Tradisi yang mengajak sanak saudara (‘Panggil’) ini mencapai puncaknya dengan khataman Al-Qur’an di masjid , meneguhkan dimensi acara spiritual.
Keunikan budaya Desa Kacung tak berhenti di Sador-Sador. Sehari sebelum puncak acara, digelar ritual “Ngasoh Kembang” . Ritual ini menghidupkan kembali tradisi merawis (gotong royong), Barzanji, dan membaca Semarang, menjadi pendahuluan penuh khidmat yang menggembirakan bagi anak-anak pengkhatam Al-Qur’an.
Keistimewaan “Ngasoh Kembang” pun tak luput dari perhatian pemerintah. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangka Barat, Muhammad Ali, SIP, LLM, membuat pengumuman berani yang disambut tepuk tangan riuh: “Kami berkomitmen mengusulkan Asoh Kembang sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun 2025!” Langkah ini menegaskan apresiasi terhadap upaya pelestarian berbasis nilai dan membuka potensi pengakuan nasional. (Sumber : https://www.trasberita.com/meriah-festival-sedekah-kampung-desa-terentang-angkat-tradisi-dan-budaya-lokal-bangka-barat/)
Langkah strategi ini bukanlah sebuah kebetulan. Ia sejalan dengan Misi Pertama RPJMD Kabupaten Bangka Barat 2025–2030 yang dicanangkan Bupati Markus: “Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk mendukung pembangunan sektor pariwisata sejarah, budaya, dan kelautan.” Pesta Hadir dan pengusulan WBTB adalah implementasi nyata dari misi tersebut , mengubah visi di atas kertas menjadi aksi di lapangan. (Sumber: https://www.trasberita.com/bupati-markus-usung-lima-misi-pembangunan-bangka-barat-dalam-rpjmd-2025-2030/)
Pesta Hadir Suku Ketapik di Desa Kacung telah melampaui batas seremoni adat. Ia adalah laboratorium kehidupan yang menyulam adat istiadat dengan benang-benang nilai Qur’ani , melahirkan kreasi budaya berakhlak. Kolaborasi erat pemerintah dan masyarakat ini membuktikan bahwa di tangan yang tepat, keterbatasan justru memantik kreativitas. Desa Kacung tak hanya merayakan masa lalunya yang gemilang, namun dengan Sador-Sador yang berjalan dan doa khataman yang berkumandang, mereka sedang mengukir jalan terang menuju masa depan yang berbudaya, berakhlak mulia, dan menjadi kebanggaan Bangka Belitung. Di sini, adat dan agama bukan sekedar bertemu, namun bersinergi membangun peradaban yang kokoh.