Karya : Yoelch Chaidir
“Silakan lihat nisan di samping makam almarhumah mendiang nenek kalian sekarang!”
Suara serak sang dukun kampung memecah hening malam itu, seraya menunjukkan tangannya ke arah di mana terletak pemakaman umum warga yang tak jauh dari rumah rumah penduduk wilayah itu tepatnya seberang jalan raya perkampungan yang tanpa di batasi oleh pagar pagar tembok sehingga nampak jelas deretan nisan-nisan saat kita melewati jalan tersebut.
Kami yang terdiam dalam rasa yang gelisah menanti pertarungan antara sang dukun dengan roh halus yang menempati jasad seorang bocah bernama Linda kini merasa lega sebab Linda telah diam terkulai di pelukan pamannya dengan keringat membasah di sekujur tubuh dan nafas terengah berangsur pulih setelah sekian lama tak sadarkan diri dalam pengaruh roh halus yang bersemayam dalam jasadnya.
Kejadian ini bermula tatkala Linda yang masih berusia belum genap 9 tahun ikut serta mengantarkan sang nenek ke tempat peristirahatan terakhir di sebuah pemakaman umum “Taman Bahagia” di Kecamatan Toboali.
Linda yang saat itu dituntun orang tuanya berjalan di antara nisan-nisan tanpa alas kaki di tempatkan di tepi sebuah makam usang yang di kelilingi pembatas atau Tambak dari bata yang hanya diplaster tanpa acian milik seseorang yang dari namanya sudah dipastikan bukanlah asli penduduk setempat.
Dengan wajah sedikit murung terpancar duka yang mendalam tanpa air mata melepas sang nenek lewat pandangan tertuju pada jasad kaku terbungkus kain kafan yang di turunkan ke dalam liang lahat.
Sampai dengan pemakaman usai si bocah Linda masih terpaku menatap sepasang nisan kayu di atas gundukan pusara.
Tanah kuning yang masih basah dan penuh bunga disiram air dari sebuah cerek aluminium.
Dua hari berlalu sang bocah Linda masih terlihat tak selincah hari-hari sebelum kepergian sang nenek.
Dan ketika malam tiba selepas acara tahlilan si bocah Linda menangis tersedu. Tanpa sebab di antara orang orang yang sedang melantunkan ayat- ayat suci Al-Qur’an sebagaimana kebiasaan adat yang ada di Toboali sampai dengan tujuh hari setiap malam selalu diisi pengajian dari kerabat kerabat dekat hingga mengkhatamkan Alqur’an dihari ke tujuh wafatnya seseorang.
Dengan terisak dan semakin keras tangisan sang bocah Linda menjadi perhatian khusus para kerabat yang hadir.
Tak ayal sang dukun yang masih keluarga dari sang ibu yang setiap malam selalu hadir membantu kegiatan acara di rumah sang nenek menghampiri Linda yang terasa olehnya perihal tersebut bukan perihal biasa namun ada sesuatu aura negatif yang telah membuat Linda menangis.
Dengan kelebihan yang dimiliki sang dukun, mulailah ada komunikasi batin antara roh halus yang bersemayam di tubuh Linda dan sang dukun.
Cukup lama komunikasi berlangsung dan sempat terdengar Linda melontarkan bahasa-bahasa yang tak lazim bagi seorang bocah seumurannya.
Ternyata benar jasad mungil Linda tengah dipengaruhi oleh roh halus yang mengatasnamakan penghuni makam di samping pusara sang nenek.
“Bukanlah Linda yang bicara sekarang,” tukas sang dukun kepada kami yang sedari tadi kami hanya bisa membantu lewat doa dengan membaca surat Yassin dan ayat kursi namun Linda tak pula bergeming.
Hanya tatapan tajam sesekali mengarahkan kepada kami menyiratkan amarah.
Lalu dengan tegas sang dukun memberi peringatan keras jika tak mau keluar dari tubuh Linda maka akan menanggung akibatnya.
Sang bocah Linda yang dalam pengaruh aura negatif malah dengan sombongnya membentak.
“Kita lihat siapa yang kuat!” Jawabnya singkat.
Lalu sang dukun tak berlama-lama sambil diam menundukkan kepala dihadapan Linda mulai bermain-main dengan nafas yang ditarik keluar melalui ritme-ritme tertentu namun jelas dalam hitungan waktu.
Suasana semakin tegang saat kami lihat dengan jelas dari pori-pori tangan pak dukun sudah mulai mengeluarkan butiran-butiran keringat mungkin satu tanda yang mengharuskan kerja extra keras seorang dukun kampung dalam mengobati seseorang yang kini terserang penyakit dengan menggunakan segala kemampuan untuk bisa menetralisir aura-aura negatif yang bersemayam di tubuh bocah mungil bernama Linda.
Dengan satu tarikan nafas dan hembusan yang kuat sang dukun yang seakan mendorong tubuh sang bocah Linda dari jarak kurang lebih tiga hasta hingga tubuh mungil itu tertunduk diam dalam pelukan sang paman yang sedari tadi tepat berada di belakang sang bocah Linda dengan cepat merangkul tubuh mungil ponakannya.
“Alhamdulillah!” sambung sang dukun.
“Dia sudah pergi dan mengaku kalah.”
“Untuk melindungi Linda, tolong siapkan bawang merah tunggal dan segelas air putih!” pinta Dukun kampung memulai kata setelah selesai bertarung dengan roh halus.
Setelah kami dengan beberapa orang kerabat sampai ke makam malam itu terlihat sebuah nisan tepat pada tambak yang diduduki sang bocah Linda sudah tercabut dari tanah.
Jelas nyata ukiran nama seseorang di sebuah nisan tersebut.
Walahualam.
Hanya kuasa Allah yang telah memberikan pertolongan kepada hamba hambaNya dengan perantara-perantara yang telah ditentukan olehNya.
Habang,19012025.
*Yoelch Chaidir*












