Dato’ Akhmad Elvian, DPMP (Sejarawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia)
Bekaespedia.com _ Bentuk kampung di pulau Bangka sebagai daerah Sindang (dipimpin oleh raja kecil seperti depati dan batin yang bebas atau vryheren), biasanya kampong berbentuk bersegi empat atau bujur sangkar dan kampung dikelilingi oleh benteng pada sisi luar pemukiman, terbuat dari parit galian (benteng tanah) dan berpagar kayu.
Kampung merupakan pemukiman yang nyaman dan rapi, meskipun kecil, dan umumnya rumah mengangkat (ditinggikan) beberapa kaki dari tanah (maksudnya rumah panggung), serta rumah kepala (lengan, gegading, batin, depati) berada di bagian tengah.
Orang-orang kampung karena merupakan bagian dari masyarakat yang tinggal di pulau/pesisir, mereka cenderung, memiliki semangat dan kemampuan untuk mempertahankan diri dari terobosan (serbuan/serangan) bajak laut (Court, 1821:203).
Sebagai salah satu contoh adalah kampung Serdang yang berjarak 17 paal (1paal=1.851,85 m) dari Toboali, rumah-rumah sebagian besar memiliki penampilan yang baik, dibangun berbentuk persegi dan besar, di tengah kampung berdiri Balai yang besar terbuat dari kayu. Sejauh ini yang terbesar yang saya lihat di Banka (pulau Bangka).
Kampung ini pada Tahun 1846 Masehi sangat teratur dan makmur. Mereka telah banyak menderita ketika kampung mereka di dekat sungai Kapo (maksudnya sungai Kepo) diserang kapal bajak laut (Lange, 1850:95). Tampaknya kampung Serdang awalnya berada dekat sungai Kepo dan dekat dengan muara sungai di Laut Jawa, terletak di lubuk Balaikambang, sekarang letaknya di antara Desa Serdang dan Desa Jeriji yang merupakan daerah kekuasaan Batin Jiwad (Elvian,2010), karena diserang Bajak laut kampung Serdang kemudian dipindahkan oleh penduduknya ke lokasi kampung yang sekarang.