Selat Bangka

Oleh : Drs. Akhmad Elvian & Ali Usman

Selat Bangka memisahkan pulau Bangka dengan pulau Sumatra dan menghubungkan laut Natuna Selatan dengan Laut Jawa. Selat sepanjang 134 mil atau 216 km ini memiliki kontur kedalaman laut dan sendimen yang berbeda. Selat Bangka masuk zona Litoral atau wilayah pasang surut. Perairan pesisir kedalaman 1-10 meter terbentuk dari lumpur, pasir lumpur (mud sand), pasir, cangkang pasir (sand shells), pasir tanah liat (clay sand), batu pasir (sand stones), gosong (bank), karang, batu karang (coral) dan terumbu karang (reef). Ada 5 gosong, yakni Hindustan (depan Tanjung Jatigombol), Merapi (depan Tanjung Jati), Smits (depan Tanjung Jati), Nemesis (depan Tanjung Lelari) dan Amelia (dekat karang Brombron). Sebaran terumbu karang antara lain Mempunai, Tembaga (depan Tanjung Berani), Brombron (depan Tanjung Punai), dan Haji (depan Mentok). Perairan pesisir ini tidak aman bagi lalu lintas kapal sehingga beberapa tempat didirikan penanda baik berupa pelampung suar atau menara suar. Perairan dangkal yang relatif aman untuk lalu lintas kapal memiliki kedalaman lebih dari 11 meter dengan titik terdalam 40 meter di dekat Gosong Nemesis. Alur pelayaran Maspari atau Lusipara terletak di sekitar Pulau Maspari, menjadi pintu masuk dari pesisir Pantai timur Sumatra melalui celah sempit diantara gosong Hindustan. Jalur lebih aman melewati alur pelayaran Stanton dekat pesisir Pantai barat Bangka dengan kedalaman 22-30 meter. Di beberapa tempat, terdapat bangkai kapal yang membahayakan lalu lintas kapal, antara lain di pintu masuk pelayaran Stanton di kedalaman 12 meter, pesisir Tanjung Lelari, perairan pesisir timur Sumatra diantara Tanjung Selokan dengan Tanjung Tapa, perairan depan Penagan, dekat Karang Brombron dan 5 bangkai diantara Mentok dan muara Sungai Musi. Pulau-pulau kecil yang berada di selat Bangka sebanyak 15 pulau antara lain Maspari (luas 32 Ha), Dapur, Punai, Daun, Kecil, Besar (1 Ha), Nangka (luas 324 Ha), Begadung (luas 50 Ha), Pelepas (luas 45 Ha), Tikus (200 m²), Medang (luas 7 Ha), Antu, Kecil, Batubedaun dan Semumbung. Perairan Selat Bangka beriklim tropis dan sangat dipengaruhi 2 musim angin. Angin Muson Timur mendorong arus bergerak ke arah barat laut pada bulan April sampai Oktober. Sementara Angin Muson Barat mendorong arus bergerak ke arah timur pada bulan Oktober sampai April dan memasuki musim penghujan, sehingga kondisi perairan berarus kencang dan bergelombang tinggi, berbahaya bagi pelayaran kapal.

Selat Bangka merupakan muara dari sungai besar dan sungai kecil dari kedua pulau tersebut. Dari daratan pulau Bangka ada 9 sungai besar yakni Sungai Gosong, Sungai Nyireh, Sungai Olim, Sungai Balar, Sungai Bangkakota, Sungai Selan, Sungai Menduk, Sungai Kotawaringin dan Sungai Jering. Sementara dari daratan pulau Sumatra ada 9 sungai besar antara lain Sungai Batang, Sungai Buluranrinding, Sungai Saleh, Sungai Upang, Sungai Musi, Sungai Sebatik, Sungai Banyuasin, Sungai Calik dan Sungai Lalang. Sungai-sungai tersebut menyumbang sendimen dari daratan dan membentuk hamparan lumpur, pasir dan gosong yang muncul saat surut. Kedua pesisir, baik Pantai Timur Sumatra maupun Pantai Barat Bangka ditumbuhi hutan Bakau dan pohon pantai, seperti Kelapa. Keberadaan Sungai-sungai tersebut memunculkan pusat-pusat peradaban kuno di tepi Sungai, seperti Sungsang, Palembang dan Kotakapur pada masa Kerajaan Sriwijaya. Bangkakota, Kotawaringin, Mentok dan Toboali berkembang pada masa kesultanan Banten dan Palembang Darusalam. Selat Bangka memainkan peran penting sebagai jalur pelayaran utama yang menghubungkan dengan pusat peradaban lainnya, baik di Nusantara maupun China-India-Arab. Sementara keberadaan sungai dan kota-kota transit sebagai tempat berlabuh, berdagang, perbaikan kapal dan suplai bahan makan minum.

Nilai pentingnya ini yang mendorong pemerintah kolonial Inggris dan Belanda mempertahankan kendali atas Selat Bangka, meningkatkan keamanan dari gangguan perompak dan meningkatkan fasilitas lalu lintas laut. Strategi pertama dengan menguasai sepenuhnya pulau Bangka dan pulau Sumatra dengan menaklukkan dan menghapus kesultanan Palembang, menetapkan Mentok dan Palembang sebagai ibukota pemerintahan kolonial, mengendalikan pemerintahan lokal, menguasai sumber ekonomi utama (Timah dan Lada) dan menumpas perlawanan rakyat yang dipimpin penguasa lokal.

Pasca serah terima dari Inggris pada tanggal 10 Desember 1816, pemerintah Hindia Belanda menunjuk J.L. Heynis sebagai Residen Palembang dan Bangka, C. Beneile de la Jaile sebagai Asisten Residen dan Inpektur Tambang di Mentok, F. van der Vlugt sebagai akuntan (Boekhouder), P. de Sturler sebagai kepala Gudang (Pakhuismeester), 6 Inspektur (L.C. van Ranzow, J. Rosier, H. Brown, H.L. Koch, C.W. van Ryswyk dan F.G Berkenhoff), 2 pegawai (J. Valckenaer dan J.L. Reynst) dan Mayor D. Hoffman (Chirurgyn/ Ahli Bedah) sebagai dokter Rumah Sakit di Mentok. Setahun kemudian, terjadi perubahan pejabat yakni Mr. H.W. Munthinge sebagai Komisaris Bangka dan Palembang, C. Beneile de la Jaile sebagai Asisten Residen Bangka, Letnan J.W. van Idsinga (Batalyon 25 Infanteri) sebagai Komandan militer dan sipil di Palembang (Komandant en belast met het civiele gezag te Palembang), F. van der Vlugt sebagai akuntan (Boekhouder) dan G.W.A de Roock sebagai kepala Gudang (Pakhuismeester). Timah milik dan dikelola pemerintah (De tin-mijnen van de eilanden Banka en Billiton, behooren zonder uitzondering aan het Gouvernement, en worden geheel voor rekening van hetzelve bewerkt). Untuk itu, pemerintah Hindia Belanda menunjuk M.A.P. Smissaert sebagai kepala tambang timah (Inspecteur General), L.C. van Ranzow (Inspecteur der Mijnen Blinjoe), J. Rosier (Inspecteur der Mijnen Soegie Liat),J. Abrahami de Melverda (Inspecteur der Mijnen Toeboallie), …..( Inspecteur der Mijnen Marawang), C.W. van Rijswijk (Inspecteur der Mijnen Jeboes), J.G Berkenhoff (Inspecteur der Mijnen Pankal Pinang) dan Demang Osman sebagai kepala penambang pribumi (Hoofd der Mijnwerkers en fungerend Hoofd der Berg-lieden). Fasilitas Kesehatan berada di Mentok dengan kepala D. Hoffman (Chirurgijn Majoor) dan W.B. Bastijn (Chirurgijn der 2de klas). Perubahan pejabat terjadi lagi di tahun 1819, M.A.P. Smissaert sebagai kepala tambang timah (Inspecteur General) sekaligus pejabat Residen (fungerend Resident), L.E. van Beuftchem van der Kop sebagai sekretaris, C. van Rijswijk sebagai kepala tambang timah di Mentok ( Inspecteur de tinmijnen en aontvange der inkomende en uitgaande regten te Muntok), F. van der Vlugt sebagai akuntan (Boekhouder), G.W.A de Roock sebagai kepala Gudang (Pakhuismeester), J. Valckenaar (kommies en adjumet ontvanger der inkomende en uitgaande regten), P.C. de Sturler (Inspecteur Blinjoe), J. Rosier (Inspecteur der Mijnen Soegie Liat en Marawang), C. Burrij (Inspecteur der Mijnen Toeboallie), L.C. van Ranzow (Inspecteur der Mijnen Jeboes), dan Vernet (Inspecteur der Mijnen Pankal Pinang). Pada tanggal 14 November 1819, M.A.P Smissaert dibunuh di Sungai Buku (perbatasan kampung Puding Besar-Zed) dan kepalanya dikirim ke Palembang oleh Batin Tikal. Jabatan Residen dipegang oleh Letkol W.J. Keer, sementara jabatan Kepala tambang timah kosong. Sejak itu muncul perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Bahrin, Demang Singayudha dan Batin Tikal yang baru berakhir pada tahun 1828.

Strategi kedua dengan meningkatkan operasional kapal-kapal militer di perairan Selat Bangka, membangun benteng militer di Toboali dan Mentok, dan membangun pos-pos maritim di Pulau Lucipara, pulau Besar dan pulau Nangka. Pengelolaan Maritim menjadi tanggungjawab dari Administratie Der Marine (1818) yang terdiri dari Werven (Galangan Kapal), Havenmeesters (Pelabuhan/Syah Bandar), dan Lootswezen (Keamanan Laut). Pada tahun 1822 berubah menjadi Koloniale Marine yang terdiri Algemeen Bureu (kantor utama), Haven en Equipage Departement (Departemen Peralatan), Marine Pakhuizen (Gudang Pelabuhan), Timmerweven (Galangan Kapal) dan Loots-Departement (Departemen Penjara).Perubahan nama menjadi Marine Departement (1840) yang terdiri dari Kommandement en Inspectie, Hoofd-Administratie, Haven en Equipage Departement, Marine Pakhuizen, Timmerweven, Stoomvaart-Dienst (Layanan Pengiriman Uap) dan Kommissie Tot Verbetering Der Indische Zeekaarten (Komisi Peningkatan Peta Laut). Sementara petugas Angkatan Laut terdiri dari Officieren der Nederlandsche Marine, Officieren A La Suite Der Nederlandsche 5Marine, Officieren van Gezondheid Bij Het Leger (Petugas Kesehatan) dan Civiele Marine(Petugas Sipil).Kebijakan penguatan keamanan laut dengan membentuk Gouvernement Schoeners en Kruisbooten (Patroli keamanan laut) sejak tahun 1843 dan Nederlandsch Eskader in Indie Aanwezig sejak tanggal 1 Januari 1853 dengan kekuatan 31 kapal yang terdiri dari kapal Fregat, Korvet, Brik, Schoene-brik, Schoener, Advise-brik, Stoomschip dan Roeikanonneerboot. Kebutuhan modernisasi kapal mesin uap, Angkatan Laut membangun galangan kapal uap di Hindia Belanda sejak tahun 1854. Sejak 1 Januari 1862, kekuatan kapal patroli bersenjata terdiri kelas Schroef-Stoomscheppen ( 2 unit), Rader-Stoomschepen (8 unit) dan Kruisbooten (71 unit buatan Dassoon dan 15 unit buatan Batavia). Sementara kekuatan kapal militer sebanyak 27 kapal terdiri Fregat 1 unit, Korvet 2 unit, Schroefstoomschip kelas II 3 unit, Brik Cachelot 1 unit, Opnemingsvaartuig 1 unit, Schoenerbrik 1 unit, Schroefstoomschip kelas III 4 unit, Schroefstoomschip kelas IV 5 unit, Raderstoomschip kelas I 2 unit , Raderstoomschip kelas III 2 unit , Raderstoomschip kelas IV 4 unit dan Roeikanonneerboot 1 unit. (Bersambung)

*Dikutip langsung dari Kajian  Sejarah Objek  Diduga Cagar Budaya Di Pulau Besar Kecamatan Pulau Besar Kabupaten Bangka Selatan Karya Drs. Akhmad Elvian & Ali Usman Tahun 2024

 

Exit mobile version