Oleh: Meilanto
Bekaespedia.com. Taber Laut dilakukan warga Desa Batu Beriga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak limpahan rezeki dari hasil laut serta memanjatkan doa tolak balak. Taber laut dilakukan pertama kali sejak tahun 1960.
Proses taber laut dilakukan oleh seorang ketua adat. Ketua Adat merupakan jabatan prestisius bagi orang-orang tertentu.
Pada mulanya, proses Taber Laut dipimpin oleh Atok Hamzah. Setelah beliau meninggal dunia, “ilmu” taber laut diberikan Atok Hamzah bukan kepada anaknya melainkan kepada menantunya yaitu Amang Jamaludin.
Air yang akan digunakan untuk taber laut diambil dari sumur, dimasukkan ke cerek kemudian dibawa ke Batu Panjang yang berada di pantai Desa Batu Beriga dan didoakan oleh ketua adat.
Setelah itu, air dipercikkan ke tepi laut menggunakan daun kremuse. Tujuan dari taber laut supaya para nelayan yang hendak turun melaut dari mulai turun dari tangga rumah sampai melaut dihindarkan dari bala musibah serta mendapat hasil tangkapan yang banyak.
Sementara itu warga lainnya membawa makanan menggunakan dulang yang ditutupi dengan tudung saji. Dulang-dulang tersebut disusun di sepanjang pantai.
Setelah pembacaan doa yang dipimpin oleh ketua adat, dilanjutkan dengan makan bersama.
Para nelayan diminta sumbangan sukarela untuk membeli makanan bagi para tamu undangan lainnya.
Taber Laut dilakukan pada pagi hari dan tidak diperbolehkan dilakukan setelah lepas zuhur. Taber Laut dilakukan pada bulan April setiap tahun dan waktu yang pelaksanaan tergantung aba-aba dari ketua adat.
Setelah Taber laut, ada pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu warga tidak diperbolehkan untuk melaut. Dulu pada awal-awal pelaksanaan, pantangan tersebut selama tujuh hari, tetapi saat ini jumlah hari tersebut berkurang menajdi tiga hari.
Bagi warga, apabila sudah seminggu tidak melaut maka akan berpengaruh terhadap ekonomi. Oleh arena itu disepakatilah pantangan tersebut selama tiga hari. Apabila pantangan tersebut dilanggar maka akibatnya akan ditanggung oleh warga yang bersangkutan.
Menurut Bapak Jamaluddin, pada mulanya, Taber Laut sangat kental nuansa mistis dan syiriknya seperti membuang sesajian ke tengah laut.
Makanan diletakkan di sebuah perahu kecil kemudian dihanyutkan ke tengah laut. Mengingat hal tersebut dipandang menyimpang dari segi agama, maka atas kesepatakan Ketua Adat dan warga, prosesi tersebut dihilangkan.*