Oleh: Kulul Sari
bekaespedia.com, SIMPANG RIMBA_ Kata “kedadak” bagi masyarakat Bangka atau orang yang pernah tinggal di Bangka tentu tidak asing. Kalimat ini ditujukan kepada seseorang yang suka makan dan banyak makan. Saking menikmati makanan yang dihidangkan, entah karena lapar atau memang ‘berus makan’, sehingga terucaplah kata “mantap, nyaman makanan ini”,
Bagi masyarakat Pribumi Bangka ungkapan rasa enak, nyamen, atau kata-kata lain yang mengungkapkan rasa nikmat saat ia makan, dianggap cukup tabu. Bahkan saat aktivitas makan ini sedang berlangsung dan kemudian ia mengatakan kata-kata itu, biasanya akan di tegur oleh salah satu rekannya,
” Dak boleh ngumong cem ya, kelak ka kedadak”,
Tentu dengan sedikit bentakan agar yang bersangkutan tidak berlebihan yang menyebabkan yang bersangkutan kedadak.
Masyarakat Pribumi sangat yakin bila ini di ungkapkan maka akan terjadi serangan penyakit yang mendadak terhadap orang yang menyebutnya itu, apakah diserang sakit perut, muntah-muntah atau penyakit lainnya. Kepercayaan ini sudah turun temurun. Hingga saat ini pun masih menjadi sesuatu yang tabu dan tidak boleh dilakukan.
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, Budayawan dan Sejarawan Bangka Belitung menjelaskan bahwa dalam budaya tentang makan pada masyarakat Bangka ada aturan dan nilai serta sanksi budaya yang berlaku. Menurutnya setidaknya ada tiga aturan yang berlaku,
Pertama : Kalau makan harus di habiskan,
Nilai budaya yang terkandung di dalamnya adalah menghargai Allah SWT yang memberikan rezeki kepada kita, menghargai orang yang memasaknya,
Menghargai petani dan nelayan yang telah menghasilkan produk makanan yang kita konsumsi atau kita makan
Kedua : Kalau makan harus duduk,
Karena kalau makan sambil berdiri, sambil berlari tidak ungang atau tidak pantas atau tidak sopan.
Ketiga : makan bersama duduk ngelamper, ini aturan makan yang paling tinggi.
Makan bersama duduk ngelamper ini biasanya duduk ditikar kebersamaan atau tikar bertandang.
“Aturan budaya makan bersama duduk ngelamper ini memeiliki nilai budaya cicik, tegem, ambus, segala macam bentuk perselisihan, perkelahian akan hilang pada diri orang yang duduk ngelamper makan bersama ini”, jelasnya, kamis (26/1/2023)
Bila makanan dihidangkan, makannya juga sedang-sedang saja jangan sampai berlebihan, dan yang menjadi porsi kita harus pula di habiskan.
“Bila makan belebihan melebihi dari porsi kita, sanksi budayanya yang kita sebut dengan nama kedadak. Kedadak ini maksudnya kita telah melampaui batas. Bentuk kedadak ini bermacam-macam, bisa sakit perut, muntah muntah, demam. Inilah yang menjadi sanksi budaya bila kita melanggar aturan tentang makan”, imbuh Dato’ Elvian
Untuk menerapkan nilai budaya berupa aturan lisan, orang Bangka membuat semacam aturan aturan & sanksi-sanksi budaya agar aturan dan nilai budaya itu dapat di implementasi dan dipatuhi oleh masyarakat. (DM)