Oleh: Yoelch Chaidir
Belum sempat Mang Suef mencoba untuk ke tujuh kalinya menebang sebuah pohon besar yang hanya tinggal dahan tanpa daun untuk dijadikan bahan baku membuat arang namun hujan gerimis ditengah hari itu membuyarkan niat Mang Suef untuk melanjutkan pekerjaannya.
Sebagaimana sebelumnya Mang Suef sudah mencoba untuk menebang pohon tersebut dengan menggunakan gergaji mesin (chainsaw) namun setiap kali mata rantai menempel pada pohon besar yang berangsur kering itu tiba-tiba mesin chainsaw langsung mati.
Terlihat ada beberapa bagian dari mesin yang telah berkarat tergeletak di sekitar pohon di bawah rumput liar seputaran daerah Parit Tiga komplek perkantoran Bupati Bangka Selatan mengarah ke jalan Gunung Namak dan Pantai Kubu.
Menandakan bahwa sebelumnya telah pernah orang lain mencoba untuk menebang pohon besar tersebut namun pohon masih tegak berdiri walaupun sekarang berangsur mati.
Dengan beratapkan baleho bekas salah satu calon legislatif, Mang Suef berteduh dengan menyelipkan selembar daun pada telinganya mengingat pesan orang orang tua terdahulu saat hujan panas mendera pada umumnya masyarakat Toboali selalu melakukan hal seperti yang Mang Suef lakukan ketika berada di luar rumah.
Ntah mitos apa yang membuat hal semacam itu selayaknya menjadikan kebiasaan bagi masyarakat Toboali dan sekitarnya hingga bersugesti menjadi pantang larang saat hujan panas membumi.
Dengan bermodalkan sangu dan kopi yang disiapkan sang istri tercinta, Mang Suef dengan lahap menyantap hingga tiada tersisa sangu buatan sang istri.
Belum habis sebatang rokok yang dihisap Mang Suef siang itu setelah makan sangu dan menegak secangkir kopi, mata Mang Suef seakan dipalingkan seseorang ke arah atas pohon yang belum sempat beliau tebang.
Alangkah terkejutnya seorang Mang Suef yang telah berusia lebih kurang 60-an tahun dinampakkan dengan berdirinya sesosok makhluk berbulu lebat dan hitam dengan kepala ditumbuhi tanduk berwarna hitam kemerahan serta bola mata mencolok keluar tak ubah laksana bola mata ikan mas hias.
Lama mata Mang Suef tak berkedip memandang sesosok makhluk bertanduk yang tegak berdiri tepat tak jauh dari tendanya siang itu.
Saking besar dan tingginya sang makhluk bertanduk itu malahan melebihi pohon kayu yang akan beliau tebang namun selalu gagal untuk melukai pohon kayu tersebut dengan mesin chainsaw miliknya.
Tersentak sadar Mang Suef menundukkan kepalanya dan beristighfar.
Perlahan mata Mang Suef mengintip dengan menegakkan kepala sedikit dan Mahkluk tinggi besar bertanduk telah hilang di hadapan nya.
Suasana riuh gemuruh anak-anak kecil dari balik hutan membuat bulu kuduk Mang Suef tak sempat turun dan tetap berdiri.
Dalam hutan yang tak terdapat kebun dan jauh dari pemukiman penduduk mengingatkan Mang Suef akan film-film horor yang pernah beliau tonton semasa muda.
Dibawah gerimis dan telinga masih terselip daun yang masih hijau, Mang Suef bergegas meninggalkan hutan dan pohon kayu yang gagal beliau tebang hari itu.
“Mungkinkah makhluk itu yang disebut genderuwo,” pikir Mang Suef dalam perjalanan hingga sampai ke rumah tanpa membuahkan hasil untuk dijadikan bahan membuat arang.
Kejadian yang barusan dialami Mang Suef bukanlah hal baru bagi seorang mang Suef, masih banyak hal di luar nalar yang beliau temui dan alami semenjak menjadi seorang pembuat arang sebagai usaha utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil nya.(BP)*