Oleh : An Nisa (Mahasiswi PGSD FKIP UNMUH BABEL)
Bekaespedia.com _ Almamater merupakan pakaian berbentuk jas yang biasanya diperuntukkan bagi mahasiswa. Almamater ini juga menandakan indentitas mahasiswa dari suatu lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, universitas dan sebagainya. Dengan warna, desain dan logo yang khas serta resmi, membuat mahasiswa terlihat lebih memiliki kesan mewah, eksekutif dan formal layaknya orang-orang dengan figur hebat.
Namun dibalik itu semua terbesit pertanyaan di dalam hati, “pantaskah kita mengenakannya?”
Tak dapat dipungkiri bahwa menjadi suatu kehormatan dan kebanggaan besar bagi kita ketika mengenakannya, meskipun sadar tidak sadar almamater tersebut hanya menutupi kesenjangan harga pakaian yang kita kenakan.
Pernahkan kita jujur bahwa sebenarnya kita malu pada diri kita sendiri. Kenapa?
Karena kita sadar sebesar apa sih sumbangsih yang telah kita berikan, sehingga kita masih bisa diberi kesempatan untuk mengenakannya dalam keperluan tertentu.
Lalu bagaimana bisa kita boleh mengenakannya?
Realitanya, jangankan memberi sumbangsih yang membanggakan, kita sendiri kadang belum mampu memahami makna dari warna, desain dengan tambahan logo kebesaran kampus tempat kita mengekplorasi ilmu untuk bekal nanti. Apalagi jika dibarengi dengan action atau tindakan nyata yang bukan sekedar kata-kata insta-story. Tapi sayangnya ketika kita mengenakan almamater, terlihat begitu tingginya ekspektasi orang tua dan keluarga, maupun masyarakat ketika melihat kita.
Mereka kadang berpikir, kalau kita adalah sosok pahlawan yang mereka elu-elukan. Terlihat ketika Ibu-ibu, Bapak-bapak, muda-mudi dengan penuh senyuman, sopan, hormat dan ramah tamah mereka ketika kita menyapa maupun berbincang dengan mereka. Perlu disadari bahwa sebagian besar kita belum mampu berbuat sesuai ekspektasi yang mereka idamkan.
Kita hanyalah sebatas seorang mahasiswa, tidak ada yang istimewa dari itu. Bahkan ketika kita lepaskan almamater ini, kita cuma masyarakat awam biasa.
Dari segi kualitas di lapangan, ternyata kita kadang masih jauh dari mereka yang bukan berlatar belakang pendidikan sekalipun. Sejujurnya kita harusnya malu dan tau diri ketika kita dengan bangganya memperkenalkan almamater yang kita kenakan di berbagai media sosial, sehingga membuat kita seolah terlihat seperti kaum terpelajar yang pintar.
Padahal realitanya, kita belum bisa memberikan prestasi yang membanggakan. Bahkan kita sendiri terkadang masih mengeluh dengan tugas perkuliahan yang sebenarnya itu adalah kewajiban yang telah disepakati diawal-awal dulu.
Tapi kembali lagi itu hanya sepercik pendapat atau asumsi. Belum tentu benar, belum tentu salah juga tapinya.
Bisakah kita mulai memperbaiki semuanya dengan berupaya memberikan sumbangsih untuk kampus ini sebelum kita jadi “alumni”?
RENUNGI DENGAN HATI, BUKAN EMOSI…..