Sastra  

Arunika, Perempuan di Kaki Gunung

Kumpulan Cerpen Karya Rusmin Sopian

Foto : FxHere

Oleh : Rusmin Sopian

Cahaya keemasan matahari menghiasi bumi, menerangi semesta.  Senyum tipisnya menyapa dari balik Gunung. Ini adalah senyum mentari pertama yang dilihat Arunika dari balik Gunung. Maklum perempuan kelahiran Kota ini, baru semalam tiba di kawasan perumahan Sekolah yang terletak tak jauh dari Kaki Gunung.

Senyuman hangat mentari menghangatkan tubuh Arunika yang baru saja membasuh sekujur tubuhnya dengan air yang dingin. Maklum, kawasan yang ditempatinya terkenal dengan kesejukan alamnya. Pepohonan raksasa yang berdiri tegap seolah menjadi penjaga kawasan itu. Demikian pula dengan derai dedaunan yang bersama angin meniupkan desis yang harmoni bak orkestra yang memainkan lagu klasik Mozzart.

Hari ini adalah hari pertama Arunika mengabdikan diri  sebagai guru di sebuah Sekoah Menengah Atas yang terletak di kaki gunung itu.  Dan Arunika telah berjanji untuk membagikan seluruh ilmu yang diperolehnya untuk generasi mendatang. Ia bertekad untuk mengabdikan diri sebagai guru di sekolah yang baru berumur jagung itu.
” Apakah kamu sudah mantap untuk menerima tawaran mengajar di sana?,” tanya Ibunda Arunika.
” Insya Allah, siap Bu,” jawab Arunika dengan diksi mantap.
” Dan kamu harus siap dengan segala reikonya,” ujar sang Ayah secara tiba-tiba.
” Insya Allah, siap Ayah,” jawab Arunika kembali dengan diksi mantap.
” Kamu ini aneh Nika. Orang-orang berlomba-lomba untuk mengabdi di Kota. Kamu kok nyeleneh. Ingin mengabdi di daerah yang jauh dari Kota,” ujar sang Ayah.
” Padahal ayah bisa mengurus kepindahanmu ke sekolah yang ada di Kota ini,”lanjut sang ayah dengan nada berbalut kekesalan.
” Iya, Nika. Ayahmu kan punya banyak kenalaan. Mereka pasti bisa membantu kamu,” sambung sang Ibunda.
Arunika diam, tak menjawab. Bibirnya terkunci rapat bahkan teramat rapat.
Tekadnya sudah membara dalam jiwa raganya. Niatnya tulus ingin mengabdi di sekolah yang berada tak jauh dari kaki gunung itu. Sebuah sekolah yang berusia muda dan dihuni pendidik yang berusia muda pula.
” Asik banget ya kalau kita mengajar disana,” tanya Arunika kepada seorang temannya yang mengabdi di Sekolah itu.
” Sangat asik bahkan mengasyikan. Kamu tidak akan menemukannya di Kota. Kamu tidak akan pernah melihatnya di Kota. Keindahan alam yang alami, alami banget,” jelas temannya dengan nada suara riang gembira.
” Kamu bisa bayangkan bagaimana indahnya tidur di kawasan kaki gunung. Rimbunan pepohonan besar menjaga kita penghuninya yang terlelap dalam mimpi. Sementara suara burung menyanyikan lagu untuk meninanbobokan kita,” sambung temannya dengan suara ceria.
Cahaya matahari terlihat sumringah. Sinar terangnya seolah ikut mengantar kepergian Arunika menuju tempatnya mengabdi di Sekolah Menengah Atas itu. Kehangatan matahari yang mengaliri tubuh Arunika menerangi tekadnya untuk mengabdi di institusi pendidikan itu.
Kehangatan dirasakan Arunika saat pertama kali menginjakkan kakinya di halaman sekolah menengah atas itu. tatapan wajah penuh persahabatan terpatri dari mata jiwa para warga sekolah. Mereka tanpa dikomando langsung berlarian menghampiri Arunika.  Mereka saling berjabat tangan, saling berpelukan seolah-olah sudah lama terpisah. Seakan-akan enggan berpisah.
” Selamat datang, Ibu,’ sapa seorang murid yang diamini teman-temannya yang lain dengan wajah bahagia berbalut keceriaan.
” Selamat datang di sekolah kami, Ibu Arunika,” sambung Ibu Kepala Sekolah sembari memeluk Arunika.
Arunika bersama  Ibu kepala sekolah dan para tenaga pendidik Sekolah Menengah Atas itu bersegera melangkahkan kaki menuju ruangan pertemuan sekolah diiringi suara riang para murid.
Sementara cahaya matahari mulai meninggi. Cahaya indahnya munculnya  dari balik kaki gunung.
Ya, dari kaki gunung cahaya terang itu memancar keindahan yang berornamen pengabdian.
Aek Aceng, Minggu, 28 Mei 2023
Exit mobile version