Oleh: Yoech Chaidir
Bertameng kepada Pejabat.
Orang tua pakai kerudung.
Anak gadis memakai jilbab.
Siapakah sebagai pelindung.
Hanya Allah yang punya sebab.
Suasana sore itu riuh pada sebuah warung kopi di ujung selatan pulau negeri berenda bahari.
Dua pemuda yang bertikai saling serang dengan argumen-argumen yang terkadang diluar kendali emosi.
Aku yang sedari tadi menikmati kopi hitam pancung mulai merasa risih atas ungkapan-ungkapan yang dilontarkan kedua pemuda yang mengklaim dirinya masing-masing merasa paling benar.
Tak satupun yang Aku kenal dari kedua pemuda tersebut namun dari logat bahasa yang digunakan mereka bukanlah asli penduduk tanah kelahiran ku.
Dua puluh dua tahun aku meninggalkan tanah kelahiran yang kini sudah berubah menjadi kota yang banyak di kunjungi wisatawan dari luar daerah karena perkembangan yang begitu pesat jika dilirik dari ramainya pengunjung yang datang serta pembangunan yang memang tak bisa dipungkiri membuat aku semakin betah dengan keadaan sekarang.
“Ka tau dak sape ku neh?” salah satu pemuda menanyakan dirinya kepada pemuda yang menjadi lawan bicaranya sore itu.
“Ku ne urang dalem “pejabat” jangan Ka dak tau, men ku nek nian abis Ka kelak!” sambung pemuda di seberang meja yang terlihat tak mampu menahan emosi.
Belum sempat pemuda yang satunya menjawab, seseorang menariknya keluar agar nggak usah meladeninya lagi.
“Lah lah Alung kite pulang yoh!” Sambil menarik tangan pemuda yang terlihat agak sedikit tenang menahan emosi dibawa oleh seseorang yang lebih dewasa pulang menggunakan motor keluar dari warung kopi.
Ternyata masih ada manusia bertameng kepada manusia pikirku dalam hati sambil berlalu meninggalkan warung kopi setelah membayar kopi yang ku minum.
Hari ini hari Jum’at.
Besok pagi hari Sabtu.
Lupakah hidup sesaat.
Hingga abai Allah yang satu.
Cahaya redup dari lentera.
Mati lampu hujan lebat.
Lupa hidup hanya sementara.
Jangan bertameng pada pejabat.
Dalam perjalanan pulang aku merasa kasihan bukannya takut atas ucapan yang baru saja ku dengar.
Bagaimana jika pejabat yang menjadi tameng pemuda tadi habis masa atau terkena masalah dalam jabatan nya atau masuk masa pensiun…?
Masihkah ada tameng buat pemuda tadi? Walahualam.
Cukuplah Allah SWT sebagai tameng dan pelindung untuk hamba-hamba yang ada di muka bumi yang tak pernah ada batasan hingga akhir zaman.
Semoga dengan kejadian di warung kopi tadi bisa kita petik sedikit makna bahwa kita harus lebih mawas diri dan berkaca serta lebih arif dan bijaksana dalam mengambil tindakan dengan mengeluarkan kata-kata di muka umum tanpa melibatkan orang lain yang tak tahu sama sekali permasalahan yang terjadi.
Bagaimana negeriku akan maju jika masih ada orang orang semacam itu hati ku berkata tanpa suara.
Toboali Di Jum’at sore.(BP)*