Budaya Timah : Hidup Rakyat BaBel Nelangsa

 

Oleh: Saidun Derani

Mukaddimah

Sangat nelangsa hidup rakyat Babel. Segerombolan orang menjarah sumber Daya Alam (SDA) mereka yang diperkirakan sebanyak 300 Triliyun menguap untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Sedanngkan rakyat Bangka Belitung menerima tuahnya dengan penderitaan sampai ke anak cucu akibat kerusakan lingkungan yang akut.

Makna nelangsa atau kesedihan versi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu emosi yang ditandai oleh perasaan yang tidak beruntung, kehilangan dan ketidakberdayaan. Dan ketika itu terjadi pada diri seseorang ada kencendrungan manusia sering menjadi lebih diam, kurang bersemangat dan menarik diri dari lingkundan sosial.

Demikianlah rakyat Babel diam dan terkesan masa bodoh melihat kejadian semacam itu walaupun kekayaan mereka dirampok secara sistemik dan terstruktur oleh orang lain. Kehilangan gairah dan keberanian sehingga yang ada adalah nelangsa kemudian berkisah antar sesama dalam konteks untuk menghilangkan atau bisa juga untuk menutupi keresahan psikis di bawah alam sadarnya.

Bukankah Babel memiliki lembaga adat dan struktur kepengurusan yang lengkap dengan berbagai gelar yang disandangnya yang semua ini mengindikasikan bahwa gelar itu menuntut pertanggung-jawaban untuk berbuat serta menjaga budaya dan kekayaan alam yang menjadi warisan nenek puyang mereka.

Akan tetapi apa lacur kenyataan di lapangan sejak abad ke-17 sampai sekarang bumi Babel hanya menjadi bancakan orang-orang serakah dan tamak dan atas nama kepentingan pembangunan nasional maka dibuatlah berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak berpihak kepada kepentingan kesejahteraan rakyat setempat.

Dalam konteks inilah penulis melihat rakyat Babel sebenarnya sudah kehilangan kepercayaan diri dengan jati dirinya sebagai sebuah entitas yang berbudaya tinggi yang menjaga “Marwah” warisan orana tua mereka. Dengan kata lain, lembaga adat sekarang yang hanya sekadar pajangan untuk menampung orang-orang yang kehilangan eksistensi di tengah masyarakat dan mencari panggung yang pada akhirnya menjadi beban di akhirat kelak.

Integrasi Sosial

Wujud budaya itu ada tiga yaitu gagasan, ide, pemikiran, dan aktivitas, serta artifak dan ada tujuh unsur dari budaya adalah sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan hidup.

Warisan budaya Babel yang masih awet dan diawetkan kemudian diturunkan dari generasi ke generasi adalah budaya nganggung. Dalam toeri budaya Suparno (2007) bahwa budaya dan tradisi akan terus eksis di tengah masyarakat kalau ada pendukungnya. Dan dukungan masyarakat Babel terhadap budaya nganggung ampe now masih aktif dan terus aktual dengan berbagai varian kegiatan tambahannya. Misalnya ajang kampanye kandidat calon Bupati dan Gubernur.

Dalam studi ilmu-ilmu sosial mengapa sebuah budaya diawetkan lalu diwariskan kepada generasi selanjutnya sebenarnya untuk tujuan integrasi sosial. Studi Saidun Derani (2016) menunjukkan bahwa ketika infrastruktur budaya lama terjadi pengkroposan sedangkan budaya baru belum mapan di tengah masyarakat maka akan terjadi kegoncangan budaya. Di bawah ini penulis mencoba memberi beberapa contoh kegoncangan budaya sebagai berikut.

Budaya kekerasan yang cendrung bersikap kriminal dan tribal (brutal dengan menggunakan berbagai sajam) di tengah masyarakat dapat kita lihat dan amati berbagai kejadian di tengah ibu kota Jakarta (Info terakhir berdasarkan keinginan Pribadi Presiden Joko Widodo tahun 2022 Jakarta tak lagi menjadi Ibu Kota Negara RI sedangkan ibu kota yang baru belum ada). Sebuah tindakan dan kebijakan yang tidak bijak dan melahirkan kekosongan simbol negara sehingga cara berfikir semacam ini masuk katagori tindakan yang ceroboh grasak grusuk.

Di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat merupakan contoh yang aktual ketika budaya mengalami degradasi sehingga kehilangan tokoh panutan yang disegani masyarakat. Masing-masing kelompok masyarakat menjadikan dirinya sub-tribal dengan berbagai atribut kekerasan yang dilakukan atas nama etnis dan symbol kelompok masyarakat tertentu. Dalam kontreks ini terjadilah transaksi yang bersifat kejahatan yang di dalamnya berkelindan dengan aparat penegak hukum.

Jadi tidak heran sering sekali kita mendapat informasi (berita) kejadian-kejadian di wilayah itu benturan antar kelompok masyarakat dan kejahatan yang bersifat massif apakah itu transaksi narkoba, miras dan kejahatan pelacuran selain itu hidup juga kejahatan jalanan yang memang terkadang dipelihara untuk kepentingan tertentu.

Berbeda dengan Jakarta Timur dan Selatan masih begitu kuat budaya dan tradisi dipertahankan oleh masyarakat inti Jakarta yaitu orang-orang Betawi dengan kebetawiannya. Sehingga jika terjadi gesekan antara kelompok dengan cepat diatasi dan diredam tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Jadi yang muncul adalah adanya keguyuban antar kelompok masyarakat masih begitu kuat karena adanya tokoh panutan khususnya tokoh agama dan tokoh budaya setempat.

Budaya Timah

Dari berbagai diskusi dengan rakyat Babel Rantau dan pengamatan di lapangan ada berapa temuan perubahan budaya dan tradisi yang muncul akibat sistem mata pencaharian kehidupan di tengah masyarakat Babel yang berubah.

Dalam teori perubahan sosial ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa terjadi perubahan sosial budaya, antara lain masalah migrasi penduduk karena berbagai sebab misalnya peperangan, sumber mata pencaharian, pendidikan, gempa bumi dan sunami lalu adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan temuan teknologi. Dan perubahan sosial ini menyebabkan terjadi perubahan nilai di masyarakat karena tuntutan perubahan itu, misalnya ketika kapitalisme menjadi anutan maka sikap hidup gotong royong masyarakat kehilangan ruhnya.

Dari berbagai perubahan sosial di masyarakat Babel itu kemudian diikuti dengan perubahan nilai sosial penulis hanya akan menyebutkan tiga (3) saja. Karena dalam pendangan penulis ketiga aspek itu memberi pengaruh terhadap gaya hidup rakyat Babel yang menimbulkan dampak yang sangat luas bagi jati diri manusia Babel yang bermarwah dan bermartabat.

Apakah yag dimaksud dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan harkat dan martabat sebuah masyarakat. Prof. Deliar Noer (1981) menyebutkan bahwa nilai adalah sebuah keyakinan yang relative stabil mengenai model perilaku dan keadaan akhir yang diinginkan lingkungan sosial. Dan nilai ini harus berlaku dan diperjuangkan hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat menjadi rujukan dalan berperilaku baik sebagai entitas pribadi dan sosial.

Guru Besar IKIP Jakarta ini menyebutkan bahwa nilai ada dua yaitu nilai-nilai yang bersifat fundamental dan nilai-nilai yang bersifat instrumental. Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai fundamental adalah nilai yang bersifat ajek dan tetap tidak berubahn karena tuntutan zaman misalnya masalah keadilan, sikap hidup ketergantungan kepada Tuhan, sikap hidup guyub dan bersama, dan rasa ingin dihargai antara sesama. Sedangkan nilai-nilai bersifat instrumental adalah lebih kepada cara hidup dan strategi serta metoda dalam mencapai dan menegakkan nilai-nilai fundamental itu.

Demikianlah kita melihat bahwa suku dan etnis manapun, lalu agama apapun yang dipeluk manusia beradab sudah pasti menginginkan hidup yang harmonis dalam tiga mantra Tuhan, manusia dan alam. Ada rasa menyatu dengan alam sehingga alam akan memberikan yang terbaik bagi umat manusia. Lalu hidup guyub bersama dalam naungan nilai-nilai fundamental akan melahirkan keberkahan bagi alam sementa. Rahmatan lil alamin.

Maling, Rampok, dan Korupsi

Kata maling adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Senada dengan redaksi maling adalah rampok, hanya ada perbedaan. Misalnya jika seseorang mencuri barang yang dipajang di toko, maka itu akan menjadi pencurian tetapi jika mereka masuk ke Gudang dan mencuri sesuatu, hal itu akan menjadi perampokan.

Bagimana pula dengan makna korupsi yang sekarang marak dipergunakan dalam berbagai leterasi ke dalam bahasa Indonesia . Sebuah perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan negara, yang dilakukan orang perorang dan atau organisasi yang berwenang. Inilah makna korupsi Dikatakan bahwa korupsi dapat juga diartikan dengan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi dan orang lain, atau penyalahgunaan uang negara atau perusahaan untuk kepentingn pribadi atau orang lain, atau perbuatan curang yang merugikan negara, perbuatan yang melibatkan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan melawan hukum lainnya.

Kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptus dan corruptio yang berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dan penyimpangan dari kesucian. Pelakunya bisa saja pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil. Jadi koruptor mencuri uang milik pribadi rakyat berbeda dengan maling yag mencuri harta pribadi seseorang.

Dalam konteks korupsi, maling, dan rampok di atas, belakangan rakyat Babel dan jagad international dikagetkan dengan adanya terjadi maling, rampok, korupsi Timah Babel berpotensi kerugian negara sebesar 300 Triliun seperti yang penulis sebutkan di atas dengan melibatkan berbagai pihak. Diduga kuat budaya maling, rampok, dan korupsi ini melibatkan semua pihak (bergerombol) baik dari pengusaha dan aparat penegak hukum. Tentulah di atas semua itu derigentnya yang paling top adalah orang-orang yang di lingkaran istana. Dan top lingkaran istana adalah orang nomor satu di Indonesia Presiden Republik Indonesia.

Demikianlah wahai Rakyat Babel budaya maling, rampok, dan korupsi sejak zaman VOC Belanda (Perusahaan dagang yang didirikan tahun 1602 di Belanda dan bangkrut karen korupsi tahun 1799) diawetkan lalu diwariskan terus menerus kepada anak bangsa yang busuk dan bejat ini. Jadilah bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama kepada Tuhan ini menjadi buram ibarat peyem (tapai) dilempar kemuka diri sendiri. Bangsa yang kehilangan tuah, bangsa yang kehilangan harga diri dan kehilangan keberkahan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Ada satu buku yang mempertanyakan mengapa bangsa Indonesia terus saja miskin, terbelakang dan tercecer (tertinggal) dalam derap kemajuan bangsa-bangsa lain (M. Amin Rais, Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia, 2008). Sederhana jawabnya adalah karena bangsa Indonesia sedang mengalami krisis jati diri atau krisis identitas. Benar kita cinta kepada tanah air (nasionalisme).

Kita bela merah putih hanya dalam hal-hal yang bersifat simbolik, namun ketika kekayaan sumber daya alam (SDA) dikuras dan dijarah korporasi asing, ketika sektor-sektor vital ekonomi seperti perbankan dan industry dikuasai asing, bahkan ketika kekuatan asing sudah dapat mendikte perundang-undangan serta keputusan-keputusan politik, kita diam membisu (khususnya kalangan DPR RI). Ada kesan kita sudah kehilangan harga diri dan martabat sebagai sebuah bangsa (Nations State).

Selain itu ada juga kajian tentang maling, rampok dan korupsi ini dari tiga matra kekuatan sivil Indonesia, yaitu Muhammadiyah, Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, Nahdhatul Ulama, dan Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan yang mengkaji secara mendalam tentang masalah korupsi yang menjadi sebab musabab mengapa Bangsa Indonesia bangkrut dan menjadi bangsa yang tertinggal (disebut Bangsa Robber/Bangsa Rampok gelar dari orang-orang Singapore) (Editors Bambang Wijayanto, dkk, Koruptor itu Kafir, 2010).

Hasil muzakarah ini menyimpulkan bahwa Koruptor itu adalah Kafir. Argument hasil kajian ini karena menyangkut dua aspek yaitu korupsi itu fakta dan sekaligus ironi. Dikatakan fakta karena tak ada yang menyangkal keberadaan kejahatan korupsi yang telah dan tengah bekerja secara massif, sistemik, dan terstruktur pada sistem sosial, politik, dan kemasyarakatan di Indonesia.

Dalam konteks inilah korupsi sudah patut disebut sebagai salah satu kejahatan mahabesar di dunia yang daya rusaknya dapat menjelajah seantero dunia. Sebab itulah korupsi bisa dikatakan sebagai kejahatan transnasional.

Disebut ironi karena dampak korupsi tidak hanya sekedar menimbulkan kerugian keuangan negara yang mencapai angka triliunan rupiah, tetapi menghancurkan sumber daya terkait dengan kemanusiaan, sosial, dan alam. Bahkan korupsi dapat merusak sistem demokrasi, mendelegitimasi terwujudnya supremasi hukum, dan mendegradasikan pembangunan berkelanjutan.

Demikianlah, wahai bangsa Indonesia-khusunya Bangsa Babel-dampak yang luar biasa daya rusak ditimbulkan akibat perbuatan maling, rampok, dan korupsi ini bagi keutuhan dan kelangsungan sebuah bangsa. Sudah sepatutnya budaya maling, rampok, dan korupsi ini diputuskan sampai ke akar-akarnya dengan pasal memiskinkan palaku koruptsi atau hukuman mati sebagaimana hasil keputusan muzakarah matra sivil bangsa Indonesia di atas.

Gaya Hidup

Gaya hidup dimaknakan dengan pola tingkah laku sehari-hari yang menggambarkan bagaimana seseorang hidup, membelanjakan uang, dan mengalokasikan waktu. Gaya hidup juga meancerminkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam Kitab Nashoihul Ibad (Nasehat-Nasehat Untuk Para Hamba) karya Imam Nawawi (w. 676) kelahiran Damaskus, Suria, dan kitab ini disyarahkan oleh Imam Nawawi al-Banteni (w. 1897), menyebutkan bahwa gaya hidup (kaslan-pemalas) adalah salah sebab mengapa seseorang mengalami kebuntuan rezeki.

Selain itu yang penyebab ketertutupan rezeki ini adalah tidur pasca solat subuh, tidak menghisab (intropeksi) diri, dan suka berkhianat. Keempat perilaku inilah yang menjadi sebab mengapa seseorang tamnak (tertutup) rezekinya, kata Imam Nawawi dengan mengutip sabda Nabi Saw. Untuk penjelasan panjang lebar masalah ini tidak di sini tempatnya. Akan tetapi amalkan saja insyaAllah aman dan sukses ekonomi dan financialnya.

Pengalaman bergaul dengan para koruptor dan melihat gaya hidup mereka sehari-hari sangat hedon. Hal ini dapat diketahui dari instrument property yang mereka miliki seperti kasus Dewi Sandra dan Moeis yang mengkorupsi Timah rumahnya ibarat istana Raja Bolkiah. Lalu membelanjakan uang lebih cendrung kepada hidup boros dan pemborosan itu untuk memenuhi rasa syahwatnya (tuntutan gaya hidup). Bukan sebaliknya memberi kebaikan untuk investasi sosial antara sesama yang memang membutuhkan. Ada benar juga kata selorohan kawan-kawan bahwa uang Iblis dimakan setanSetan.

Gaya hidup ini juga pernah penulis temukan ketika berinteraksi langsung dengan pengusaha Timah kelahiran Bangka ketika meneruskan studi anaknya di Jakarta. Sejauh pengamatan penulis (mungkin tidak semua?) sikap perilakunya sangat angkuh dan kurang atau tidak menghargai orang yang ada di lingkungan sekitar. Baik dalam kata, sikap, dan perbuatannya yang menjadi ukuran kebenaran adalah ketebalan dompet dan ATM yang dimilikinya.

Budaya adi luhung yang diwariskan nenek moyang orang-orang Babel kehilangan tuah ketika hasil Timah berada di tangan orang-orang tamak, rakus dan serakah sebagai manusia yang harus selalu menjunjung tinggi mertabat kemanusiaan. Jadilah manusia Babel dikenal kasar dan berprilaku homo-homonicus yang melihat dunia adalah segala-galanya berdasarkan ukuran kebendaan.

Dan hal ini juga pernah dikisahkan Sdr Imam Pegawai Timah di Kota Pangkal Pinang kepada penulis masalah gaya hidup yang hedon sebagai dampak dari Buday Timah ini. Kisahnya beliau mempunyai teman penjual sayur di Pasar Pagi ketika beralih priofesi sebagai pengusaha Timah dan dalam waktu singkat assetnya naik mendadak memiliki 4 mobil dan property rumah yang menurut ukuran orang Babel cukup mewah.

Yang menjadi masalah adalah sikap dan gaya hidupnya pun ikut berubah 180 %. Kita tahu umumnya orang-orang Babel dikenal sangat familiar dan smiling face kepada sesama teman, apalagi yang old friend. Sikap tinggi diri muncul ditandai dengan menutup diri kecuali dianggap selevel kepada orang yang ukuran kebendaannya sama. Tak lama teman itu jatuh terpuruk lebih buruk dari kehidupan semula, jelas Imam sambil tersenyum pahit.

Miras dan Kehidupan Keagamaan Meluntur

Survey penulis di Kecamatan Jebus dan Parit Tiga, Kabupaten Bangka Barat,-mungkin juga di tempat lain-penulis menemukan perubahan sikap anak-anak muda, setengah tua dan ada yang tua, dalam hal minuman keras.

Pada awalnya mereka memandang bahwa minuman keras ini khususnya arak memang menjadi tradisi dan budaya kalangan orang-orang Tionghoa (China kalau di Bangka memanggilnya). Akan tetapi karena Budaya Timah masalah ini mulai masuk dan menjadi bagian dari budaya hidup sebagian orang-orang Melayu di sana dengan ikut menenggak miras (bisa arak, topi dan sejenisnya). Pertanyaan mengapa sampai terjadai demikian?

Argumentya sangat sederhana. Bukankah mencari biji timah itu terutama yang di dalam air melalui menyelam membutuhkan pemanasan badan. Dan untuk memanas badan inilah dopingnya tidak lain dan tidak bukan dengan menenggak miras (minuman keras). Jadilah menenggak miras menjadi kebiasaan yang baru di tengah masyarakat Melayu Babel yang umumnya mereka memeluk agama Islam.

Sudah bisa diduga bahwa Islam demikian keras melarang minuman keras, malahan disebutkan sebagai induk kejahatan. Akan tepai apa lacur tuntutan perut ini membuat orang-orang Melayu Babel kehilangan akal sehat dan kehilangan pula jiwa agama sebagai manusia beragama Islam yang selama ini mereka peluk dengan kuat keyakinannya.

Penutup

Demikianlah berbagai fakta dan paparan yang penulis sampaikan di atas dan ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:

Pertama, Budaya Timah melahirkan manusia tamak dan rakus yang terlihat dari pola kehidupan yang dikembangkan pelakunya yang bersifat hedonis,

Kedua, Budaya Timah juga melahirkan menusia bejak dan busuk (corruption) yang hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya tanpa ada rasa belas kasian kepada anak cucu yang akan datang, apalagi masalah kerusakan lingkungan alam,

Ketiga, Budaya Timah ikut mendorong lemahnya penegakan hukum dan bahkan keterlibatan aparat penegak hukum sekurang-kurangnya dalam proses pengambilan Keputusan.

Keempat, penulis mempertanyakan kepedulian Lembaga Adat yang ada atau hanya sebatas pajangan dari orang yang mencari panggung untuk kembali eksis,

Kelima, sangat disayangkan kepedulian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Babel dan DPD (Dewan Perewakilan Daerah) dalam hal ini sangat lemah dan hanya memikiran perut sendiri dan keluarganya saja. Apakah karena suara rakyat Babel sudah dibeli waktu pemilihan?

Keenam, penulis pikir perlu dikawal proses penegakan hukum maling, rampok dan korupsi Timah yang berpotensi merugikan negara 300 Triliun khususnya dari Ikatan Keluarga Bangka-Belitung (IKBB) Jakarta, DPD, DPR RI yang mewakili rakyat Babel.

Kampus, 9 Oktober 2024.

Penulis Assoc. Prof. pada Pascasarjana UM-Surby, UM-Tangerang, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version