Sastra  

Buk Terang Pendekar Dari Kampong Kurau, Pembasmi Keganasan Lanon (3)

Sumber Kisah : Pak Cik Kario Kurawa, Pegiat Pantun Bangka Belitung

Sumber : Adobe Stock

Oleh : Kulul Sari

Melihat gelagat yang sangat menyesakkan ini, Buk Terang menoleh dan memandang para Lanon satu persatu dengan pandangan yang cukup tajam. Hatinya mendidih melihat ke kurangajaran dan ke sewenang-wenangan lanon yang tidak punya adab dan etika. Jemari tangannya terkepal menandakan amarahnya mulai terpancing. Namun ia berusaha untuk memenangkan diri agar tidak memulai perkelahian.

Pandangan mata Buk Terang yang cukup tajam kepada para lanon ini cukup menghujam dan membuat mereka sedikit melunak. Namun Buk Terang tidak mau membiarkan kesempatan untuk menaklukkan mereka terlewatkan begitu saja,

“Mereka sengaja saya suruh pergi dan saya yang menghadapi kalian. Maka bila kalian mau menjarah dan menculik mereka, kalian berhadapan dengan Abok”, bentak Buk Terang dengan suara yang lantang sembari telunjuknya diarahkan ke arah para Lanon satu demi satu. Sengaja ia memancing dan membakar emosi para Lanon. Tiada nampak rasa gentar sedikitpun pada diri Buk Terang

Melihat cara dan sikap Buk Terang yang demikian, para Lanon terpancing emosinya. mereka begitu murka atas sikap Buk Terang yang merendahkan kemampuan mereka.

Keris Sekenyeng Lalet’

Tanpa melanjutkan pembicaraan, mereka segera menyerang Buk Terang secara bersamaan. Pertarungan sengit dengan kesaktian yang tinggi tidak bisa di hindari. Dengan senjata di tangan masing-masing, keris, pedang serta senjata tajam lain yang mereka punya, digunakan untuk menghancurkan Buk Terang.

Para Lanon langsung menyerang dengan ilmu tenaga dalam andalannya. Lompatan yang cukup tinggi langsung mereka peragakan dihadapan Buk Terang. Buk Terang sendiri sudah mengetahui kedahsyatan dan kelemahan ilmu ini. Walau di serang demikian Buk Terang tetap siaga dan tenang, karena sudah tahu kelemahan ilmu kesaktian yang mereka pamerkan.

Dengan mengeluarkan ilmu ‘linggang bumi’, Buk Terang melayani serangan para Lanon, di saat mereka tidak menjejakkan kakinya di tanah. Tentu para Lanon terkejut bukan kepalang Buk Terang mengetahui kelemahan ilmu yang mereka miliki. Namun mereka telanjur meremehkan kemampuan Buk Terang.

Sebelum mereka menjejakkan kakinya di bumi, Buk Terang kembali memukul tanah dengan tangannya dan menyalurkan tenaga dalam lewat pukulan itu, sehingga bumi seperti bergoyang & bergelombang. Inilah kedahsyatan ilmu langka yang hanya dimiliki oleh pendekar tertentu yang beraliran putih.

Pengaruh ilmu kesaktian yang di keluarkan oleh Buk Terang ini sungguh luar biasa. ketika Lanon mendaratkan kakinya ke bumi, mereka menjadi oleng dan tidak bisa berdiri sempurna. Walau sudah berusaha mengerahkan segala kemampuannya, namun tetap mereka tidak bisa berdiri tegak dan sempurna.

Nampak mereka seperti orang mabuk dan bahkan mereka muntah-muntah darah yang akhirnya mereka lemas. Demikianlah para Lanon itu menjadi bulan bulanan Buk Terang tanpa sedikitpun mampu menyentuh Buk Terang.

Walau mereka telah bergelimpangan, namun Buk Terang masih terus menepukkan tangannya ke bumi hingga Lanon benar-benar tidak berdaya. Ada beberapa orang diantaranya meregang nyawa dan akhirnya pindah alam.

Entah kapan Buk Terang melakukannya, ternyata ditangan sebelah kirinya memegang sebilah keris kecil yang dikenal dengan nama ‘keris sekenyeng lalet’. Dan ternyata semua para Lanon itu sudah tergores keris kecil ini, kecuali hanya seorang diantara Lanon itu yang tidak tergores oleh keris mungil ini yang dipegang Buk Terang.

Keris sekenyeng lalet yang digunakan Buk Terang walau bentuknya kecil bukanlah keris sembarangan. Keris kecil seperti itu hanya beberapa orang yang memilikinya. Walaupun bentuknya kecil, namun keris ini sangat mematikan. Bila tergorrs sedikit saja, orang yang terkena goresan itu tidak bakal bertahan selama sebulan. Dan dalam masa menuju perpindahan alam, ia akan menderita siang malam.

Buk Terang menghentikan serangannya. Sunyi sesaat. Terdengar rintih kesakitan dari mulut beberapa orang Lanon. Erangan kesakitan itu bahkan mengantarkan beberapa diantaranya merelakan nyawanya lepas dari raga.

Beberapa waktu kemudian dua orang diantaranya mencoba bangkit untuk duduk. Hal itu tidak terlepas dari perhatian Buk Terang yang berniat membasmi kan semua para Lanon, namun dalam pikirannya muncul agar dua atau tiga orang diantaranya hidup dan bisa bertahan hingga menyampaikan pesan kematian kepada rombongan lain yang berniat untuk berbuat onar di tanah Bangka, khususnya di Kurau.

Dengan susah payah akhirnya dua orang di antar Lanon itu bisa bangkit berdiri dengan saling berpegangan tangan dan saling menopang. Keduanya memandang Buk Terang yang sedang memperhatikan keduanya seakan-akan tanpa berkedip.

“Ampuni nyawa kami Bok, izinkan kami pergi dari sini dan kami berjanji tidak akan kembali dan tidak akan merompak disini lagi”, kata salah satu diantaranya dengan kata yang terbata-bata dan dengan wajah tertunduk serta tubuh gemetar

Dengan raut wajah yang datar tanpa ekspresi, Buk Terang terus memandangi keduanya dengan amarah yang tertahan.

Tampak pula dari raut wajah keduanya rasa sakit yang masih menjalari kedua tubuhnya.

“Silahkan angkat teman-teman kalian ke kapal, setelah itu pergi dari tanah Bangka. Bila kalian kembali dengan menebarkan teror kepada warga kami, kami pastikan tiada seorang pun bisa pulang dengan selamat”, ancam. Buk Terang

Walau dengan susah payah, kedua Lanon itu berusaha memindahkan tubuh temannya ke kapal. Semua gerak gerik keduanya tidak luput dari pengawasan Buk Terang, tanpa berniat untuk membantu keduanya walau dihatinya ada rasa kasihan.

Setelah semua temannya di pindahkan ke kapal, kedua Lanon itu masih sempat memohon maaf kepada Buk Terang dan berjanji tidak akan kembali ke pulau Bangka, kemudian segera meninggalkan dermaga sederhana kampong Kurau.

Sejak saat itu Lanon tidak pernah lagi menjarah kampung Kurau dan sekitarnya.

Exit mobile version