*G(ATI) U(MUN) S(EKENEK)* (Seringkali Sembarangan)

Oleh : Wandasona Alhamd

(Ketua Dewan Kesenian Bangka)

Jum’at (6/12/2024)

Sungailiat – Akhir-akhir ini rakyat “sosial media” tanah air dihebohkan oleh video yang dinilai menunjukkan rendahnya kualitas seseorang ‘yang berilmu tanpa beradab’.

Tidak bermaksud “kearab-araban”, namun pepatah arab yang berbunyi “Al Adabu Fauqol Ilmi”, “Adab dulu baru ilmu”, sepertinya memang sangat pas jika dijadikan _caption_ *di bawah* potongan video viral yang meremehkan bapak si tukang jual es teh. Terlebih lagi hinaan yang sangat melukai hati semua umat Indonesia itu dilakukan oleh oknum yang dilebeli ‘GUS’. *Padahal*, panggilan _’Gus’_ selayaknya disematkan kepada panutan, ulama dan kyai.

Entah kebetulan, entah kebiasaan, oknum ‘Gus’ yang belakangan ini ramai disebut sebagai “penjual agama” oleh *netizen* setelah video hinaannya saat berceramah kepada penjual es teh viral, sebelumnya juga sempat membuat heboh dunia maya tanah air atas candaan terhadap istrinya yang dinilai banyak orang tidak pantas. ‘Gus’ itu _’mejel-mejel_ kepale bini e’_ , (toyor-toyor kepala istrinya) *di depan* umum.

Dua peristiwa itu seakan mempertegas ‘Gus’ yang satu ini *tepat diberi atribut* _’Gati Umun Sekenek’_, *yang artinya* seringkali sembarangan dalam bertindak.

Lalu muncul pertanyaan apakah layak dipanggil ‘Gus’? *Apakah* tidak merusak citra para ‘Gus’ *lainnya* yang seharusnya menjadi panutan umat. Dari semua jawaban, mayoritas menyatakan tidak pantas.

Lalu bagaimana dengan permintaan maaf yang *disampaikan belakangan?* Ibarat kata, “tulisan mungkin bisa dihapus, tapi siapa yang mampu menarik kata-kata”.

Membentengi lisan dengan kata-kata memang sangat penting dan menjaga itu seharusnya mudah bagi seorang yang dikenal alim. Betul manusia bukan mahluk sempurna, manusia tempatnya salah, namun jika kesalahan dilakukan dua kali, maka ketiga kalinya patut dihadiahi es teh “botol” (plesetan kata “tolol” atau “goblok” yang berarti bodoh seperti yang diucapkan oknum ‘Gus’ kepada penjual es teh).

Gus. Gus itu bukan orang sembarangan, Gus itu orang yang dihormati, Gus itu panutan, Gus itu orang khusus. Apalagi ‘Gus’ sebagai utusan khusus Presiden yang sangat dicintai dan dibanggakan rakyatnya saat ini. Rakyat indonesia tidak mau nama Presiden terbaiknya ikut tercoreng hanya karena *setitik* ulah ‘Gus’ *yang tidak dipikirkan sebelumnya*. Kemarahan dan kekecewaan rakyat Indonesia ini untuk menjaga nama baik Presiden dan pemerintahan yang dipimpinnya.

“Lepas kacamata hitam dan blangkon dikepalamu, Gus! Angkat kakimu dari istana kehormatan bangsa ini. Pergilah ketempat dimana ‘Gus’ *yang sepertimu*, bisa diterima apa adanya bahkan ada apanya *di sudut* manapun *di* republik ini”.

Rakyat bukan jahat, rakyat tau dibalik semua peristiwa ini ada hal positif dan bisa menjadi pelajaran. Rakyat juga tau dibalik kehinaan ada kemuliaan, rakyat juga tau jika Tuhan berkehendak yang tidak mungkin menjadi mungkin. Rakyat tau dari peristiwa ini si penjual es teh dibukakan pintu rezekinya, rakyat tau si penjual es kini banjir dukungan, rakyatpun tau sipenjual es teh sudah berpelukan dan berjabat tangan erat denganmu, rakyat juga tau si penjual es teh sudah menerima permintaan maafmu. Tapi sayang, ‘Gus’ lupa bahwa Gus itu Pilihan, bukan “Gati Umun Sekenek”.

Exit mobile version