Oleh Rudiyanto, S.Pd.,Gr
Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri 9 Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan
Darurat kekerasan, baik kekerasan seksual maupun kekerasan fisik atau verbal yang sering terjadi di lingkungan pesantren hendaknya menjadi perhatian stakeholder terkait untuk segera ditangani. Pasalnya, pondok pesantren merupakan Lembaga pendidikan Islam tertua yang hingga kini konsisten dalam memberikan kontribusi terhadap negara kesatuan Republik Indonesia ini dengan mecetak generasi-generasi penerus bangsa yang cerdas dan berakhlaq mulia. Tidak heran jika saat ini, para orang tua berbondong-bondong menitipkan anak-anaknya untuk mengenyam bangku pendidikan di pondok pesantren tersebut. Namun sangat disayangkan, dewasa kini marak terjadi kasus kekerasan baik kekerasan seksual, kekerasan fisik atau verbal terjadi di pondok pesantren yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) telah merilis, data kekerasan yang telah terjadi di lembaga pendidikan pada tahun 2024 lalu. Hasilnya adalah berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di lapangan, ditemukan sebanyak 36 persen atau 206 kasus kekerasan terjadi di Lembaga pendidikan berbasis agama, dengan rincian di madrasah sebabanyak 16 persen atau 92 kasus, dan pesantren sebanyak 16 persen atau 114 kasus. Jenis kekerasan seksual yang terjadi antara lain adalah kekerasan seksual sebanyak 42 persen atau 241 kasus, perundungan sebanyak 31 persen atau sebanyak 178 kasus, kekerasan psikis sebanyak 11 persen atau 63 kasus, kekerasan fisik sebanyak 10 persen atau 57 kasus dan kebijakan diskriminatif sebanyak 6 persen atau 34 kasus.
Sebagai langkah konkret dan respon terhadap berbagai kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan berbasis agama, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pengembangan Pesantren Ramah Anak. Di dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 91 Tahun 2025 yang tebalnya sebanyak 60 halaman ini, diatur berbagai hal strategis terkait dengan panduan implementasi pesantren ramah anak.
Dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 91 Tahun 2025 disebutkan bahwa kemampuan ideal seorang ustadz dan ustadzah sesuai dengan rambu-rambu pesantren ramah anak antara lain ialah: teladan sikap islami, komitmen pada pendidikan agama, memberikan perlindungan dan rasa aman, penerapan metode pembelajaran kreatif, pemahaman karakteristik dan potensi santri, pengembangan kecerdasan holistik, menghargai kreasi dan pendapat santri, mengintegrasikan bimbingan dan konseling, menciptakan suasana kondusif dan interaktif, mampu mengelola konflik dan menyelesaikan masalah. Secara rinci, kompetensi atau kemampuan seorang ustadz atau ustadzah untuk mensuksesakan implementasi pesantren ramah anak menurut hemat penulis antara lain adalah sebagai berikut:
Teladan sikap islami
Seorang utadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama, hendaknya dapat menjadi suri tauladan bagi santriwan dan satriwatinya maupun bagi lingkungan sekitarnya. Keteladanan inilah yang akan menjadi pondasi utama dalam membentuk akhlaqul karimah dalam diri santriwan dan santriwati
Komitmen pada pendidikan agama
Ustadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama, harus memiliki rasa cinta terhadap profesinya. Sehingga akan akan menjadi ustadz dan ustadzah yang profesinal dalam bidangnya dan tidak terjebak dalam konflik kepentingan
Memberikan perlindungan dan rasa aman
Seorang utadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama hendaknya dapat memberikan rasa nyaman, aman dan menyenangkan bagi santriwan dan santriwati serta lingkungan sekitarnya. Sehingga proses pendidikan akan berjalan dengan optimal
Penerapan metode pembelajaran kreatif
Ustadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama hendaknya dapat menggunakan metode pembelajaran yang variatif dan menyenangkan. Sehingga para santriwan dan santriwati akan lebih aktif dan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran
Pemahaman karakteristik dan potensi santri
Seorang utadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama harus memahami perbedaan individual. Setiap santriwan dan santriwati memiliki karakter, gaya belajar hingga potensinya masing-masing. Sehingga para ustadz dan ustadzah memiliki kewajiban dalam mewujudkan potensi dan cita-cita santriwan serta santriwati tersebut
Pengembangan kecerdasan holistik
Ustadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama harus memiliki sikap adil dan tidak memandang latar belakang para santriwan dan santriwati. Dengan demikian seluruh santriwan dan santriwati akan merasa nyaman dan tidak merasa dikucilkan
Menghargai kreasi dan pendapat santri
Seorang utadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama harus memiliki sikap mengedepankan sikap demokratis dan mau menerima pendapat orang lain bahkan pendapat dari santriwan atau santriwatinya. Pendidik tidak boleh memegang teguh paham kebenaran absolut.
Mengintegrasikan bimbingan dan konseling
Ustadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama harus mampu memiliki kompetensi bimbingan dan konseling. Dengan demikian, permasalahan-permasalahan tiap-tiap santriwan dan santriwati dapat ditemukan jalan keluarnya dengan baik dan optimal.
Menciptakan suasana kondusif dan interaktif
Seorang utadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama hendaknya memiliki kemampuan dalam menciptakan suasana yang kondusif dan interaktif. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang interaktif dan variatif
Mampu mengelola konflik dan menyelesaikan masalah
Ustadz dan ustadzah pada lingkungan lembaga pendidikan agama harus memiliki sikap bijaksana dalam mengelola konflik dan menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan yang ada