Budaya  

Legenda Aik Angat Keretak

Datuk Kulul Sari, Ketua LAM dan Pencari Fakta Sejarah

Oleh : Kulul Sari

SIMPANG RIMBA, bekaespedia.com_ Air panas atau dalam bahasa lokal aik angat yang di maksud disini adalah aik angat yang berada di desa Keretak Kecamatan Sungai Selan Kabupaten Bangka Tengah.

Menurut penuturan dari masyarakat, ada cerita yang tersimpan di memori kolektif masyarakat setempat tentang asal usul terjadinya aik angat ini.

Sebagaimana dikisahkan oleh Abok Sagimin (72) saat kami berbincang dengannya pada hari sabtu (28/1/2023), dilokasi Aik Angat Keretak. Berikut kisah yang diceritakan Abok Sagimin dan kami teruskan untuk pembaca,

Zaman dulu ada sepasang suami isteri yang sudah berusia lanjut. Keduanya mendiami sebuah perkampungan kecil yang saat ini disebut dengan Kampung Keretak.

Pasangan ini tidak mempunyai keturunan. Keduanya hidup bahagia dan saling melengkapi. Tapi sayangnya kedua sifat kakek dan nenek ini cukup bertentangan. Bila kakek sangat dermawan, namun si nenek sebaliknya. Ia sangat perhitungan dalam hal pengeluaran.

Untuk merubah hidup mereka yang pas-pasan, si kakek berencana mengajak nenek pergi merantau ke negeri seberang dengan harapan di negeri seberang nasib akan berubah. Si Kakek punya tekad yang kuat untuk mewujudkan impian dan hajatnya ini.

Saat hajat diutarakan, sang nenek tidak setuju. Ia lebih betah hidup di kampung halamannya, walau hidup seadanya. Namun tekad kakek tidak bisa dibendung. Akhirnya si nenek merelakan kemauan si kakek untuk merantau, namun tidak mau ikut bersama kakek. Si kakek sangat bersedih dengan keputusan si nenek.

Tibalah saat yang di rencanakan. Kakek hendak berangkat menunaikan hajat dan mewujudkan impiannya. Sebelum berangkat, kakek dan nenek sepakat membagi dua buah jaba’ (sejenis gandum, makan pokok masyarakat kala itu), Masing-masing sebagian.

Perpisahan itu sangatlah berat bagi keduanya, namun si kakek berjanji akan kembali dan hidup bersama nenek lagi.

Setelah semuanya siap, berangkatlah si kakek. Dengan berurai air mata, perpisahan ini sungguh membekas.

Masa pun berganti. Walau hanya berberapa tahun, si kakek sudah berhasil mewujudkan impiannya. Ia berniat untuk pulang ke kampong halamannya dan mengajak si nenek ikut bersama ditempatnya merantau.

Pada hari yang telah direncanakan, si kakekpun pulang ke kampung halamannya.

Berita tentang kepulangan si kakek sampai juga ke telinga si nenek. Ada rasa rindu dan bahagia di hati sanubarinya, karena perpisahan yang cukup lama.

Sampai juga kabar bahwa kapal yang ditumpangi kakek sudah mendarat di perairan Sungai Selan.

Mendengar kabar itu, si nenek sangat senang. Ia tak sabar menanti kehadiran si kakek. Namun si nenek tidak tahu dengan nasib si kakek diperantauan, apakah si kakek berhasil mewujudkan impiannya atau tidak.

Malampun berganti siang, kabar kedatangan si kakek juga sudah menuju ke kampung halamannya.

Tiba-tiba si nenek teringat dengan jaba’ yang telah mereka bagi dua sebelum keberangkatan si kakek.

Nenek merasa tidak adil bila jatah yang ada padanya tidak ia habiskan dan ia tidak mau si kakek memakan jatahnya juga.

Maka jaba’ yang bagiannya ia masak semua.

Saat jaba’nya sedang mendidih, ada yang mengabarkan bahwa si kakek sudah semakin dekat dan bahkan tidak lama lagi akan datang di kampungnya.

Si nenek kebingungan dengar berita ini. Disatu pihak ia sangat senang, di pihak lain ia tidak rela jaba’ bagiannya dimakan oleh si kakek.

Maka ketika si penyampai kabar berlalu di hadapannya, cepat-cepat ia melihat jaba’ yang sedang ia masak, kemudian dituangkannya di tempat yang agak besar dengan harapan agar cepat dingin.

Sementara dikejauhan orang kampung itu telah melihat kedatangan si kakek, dan tanpa menunggu jaba’nya dingin, si nenek langsung memakan masakan jaba’ yang masih panas.

Sepertinya si nenek benar-benar seperti kerasukan sehingga Jaba’ yang masih panas itu ludes berpindah tempat.

Tiba-tiba kerongkongan, dada dan perut si nenek merasa panas. Dan rasa panas itu menjalar ke sekujurnya.

Nenek meminum air yang ada tidak jauh dari tempatnya. Namun teguk demi teguk yang ia minum, tapi tidak mengurani dan menghilangkan rasa panas yang sudah menjalar ke seluruh tubuhnya.

Karena rasa panas tidak hilang, si nenek meloncat dari pondoknya dan berlari menuju aliran sungai yang tidak jauh dari pondoknya.

Walau sudah tua, namun larinya begitu kencang. Tiba-tiba si nenek menabrak pohon pisang, dan pohon pisang yang ia tabrak berubah warna menjadi ungu, demikian juga buahnya ikut berubah menjadi ungu.

Tanpa memandang lagi kebelakang, si nenek kembali berdiri dan langsung berlari menuju aliran sungai yang berada di depannya.

Setiba di aliran sungai, nenek langsung terjun dan berendam di aliran sungai ituitu, ia menenggelamkan seluruh tubuhnya.

Mungkin karena panas ditubuh si nenek yang luar biasa, sehingga air yang disekeliling si nenek juga ikut panas. Tetapi si nenek juga tidak muncul-muncul di permukaan sungai itu, dan kemudian air dimana si nenek berendam jadi panas dan hingga saat ini.
Oleh masyarakat setempat disebut Aik Angat Keteper. (Koes.549/8/2/2023)

Exit mobile version