Literasi Karya Seni Rupa dalam Sebuah Pameran

Contoh produk katalog dalam bentuk buku

Oleh :  Ayu Suminar, S.Pd. (Guru SMPN 1 Tukak Sadai)

Saat ini pemerintah sedang berupaya meningkatkan pemahaman tentang pentingnya literasi dalam berbagai hal kepada masyarakat. Mendengar kata literasi semua orang pasti langsung merujuk kepada urusan baca tulis, padahal pengertian literasi lebih kompleks dari itu. Artikel detiknews, “Arti Literasi: Pengertian dan Jenis-Jenis Literasi” mengutip pengertian literasi menurut kamus online Merriam-Webster yang dilansir dari laman resmi LMS-SPADA Kemdikbud RI, Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, gambar).

Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, menurut KBBI. Lalu bagaimana cara membaca sebuah karya seni, khususnya karya seni rupa?. Seni rupa merupakan salah satu cabang seni yang dapat dinikmati menggunakan indera mata dan peraba. Hal ini berarti seni rupa adalah karya seni yang memiliki wujud nyata dalam penyajiannya. Membaca karya seni rupa tidak jauh berbeda seperti membaca puisi atau karya sastra lainnya.

Membaca karya seni rupa yang tampil dalam bentuk visual tentunya diawali dengan proses melihat. Melihat karya seni rupa dari unsur instrinsik berupa unsur rupa seperti titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, warna dan gelap terang tentunya sangat mudah. Akan tetapi, membaca karya seni rupa hanya dengan melihat karyanya secara langsung dalam bentuk fisik memunculkan persepsi berbeda pada setiap penikmat seni.

Misalnya saja patung bertema bunga lebih disukai oleh penikmat seni perempuan, dan lukisan bertema balon lebih disukai oleh anak-anak. Penikmat seni yang baru saja kehilangan orang terkasih akan merasa sedih di depan lukisan bertema kematian dan penikmat seni lain mungkin akan merasa ketakutan. Membaca pada tahap ini akhirnya membuat penilaian tentang sebuah karya seni menjadi lebih subjektif.

Proses membaca sebuah karya seni rupa pada tahap berikutnya setelah melihat karya adalah menghubungkannya dengan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur karya yang tidak dapat dilihat secara langsung. Diantaranya seperti latar belakang, makna, pesan, maupun harapan yang ingin disampaikan oleh seniman melalui karya. Penikmat seni membutuhkan wawasan yang baik tentang kekaryaan dalam membaca karya seni rupa pada tahap ini. Tentunya tidak semua penikmat seni memiliki wawasan yang cukup tentang sebuah karya. Hal ini menjadi kendala bagi para seniman dalam mengenalkan karyanya kepada penikmat seni yang lebih luas, sehingga karya seni hanya dapat dimengerti oleh seniman dan para penggiat seni saja.

Seniman dan penggiat senimengantisipasi kendala ini dengan beberapa solusi dalam bentuk literasi.Salah satunya adalah seniman yangsudah pasti membubuhkan inisial nama dan tahun pembuatan dalam setiap karyanya. Secara sederhana para seniman paham akan pentingnya literasi dalam sebuah karya. Inisial nama seniman dalam karya bertujuan untuk kebutuhan hak cipta akan karya yang dibuatnya agar terhindar dari plagiarismelayaknya penulis yang mencantumkan nama disetiap tulisannya.

Contoh inisial nama seniman pada karya

Seniman akan mengadakan pameran sebagai wujud pengenalan karyanya kepada penikmat seni.Seniman dapat lebih mempertegas pengakuan hak cipta dan tidak menutup kemungkinan membuka peluang penjualan karyamelalui pameran.Pada setiap pameran karya seni rupa, tim manajemen pameran menyiapkan beberapa produk literasi untuk memudahkan penikmat seni membaca karya yang ditampilkan. Diantaranya dengan pengkurasian karya oleh kurator, pengadaan katalog dan labelisasi karya.

Kurator seni merupakan orang yang bertugas dalam persiapan pameran seni mulai dari pengarahan hingga pemilihan karya. Kurator melakukan analisis dan interpretasi atas kandungan sosial dari setiap karya seni yang menjadi tanggung jawabnya. Kurator menjembatani seniman dengan penikmat seni untuk menyamakan persepsi tentang karya yang sedang dipamerkan. Pada pameran yang lebih besar, narasi yang disampaikan oleh kurator menentukan kualitas karya, kualitas seniman bahkan nilai nominal dari karya yang dipamerkan. Sukses atau tidaknya sebuah pameran tergantung pada apa yang disampaikan oleh kurator.

Kurasi karya dari kurator ditampilkan dalam bentuk tertulis, pemaparan langsung dan diskusi pada saat pameran berlangsung. Penyampaian hasil kuratorial oleh kurator ini adalah cara mudah membaca sebuah karya seni tanpa perlu memiliki wawasan seni terlebih dahulu.

Kuratorial karya seni yang sedang dipamerkan secara tertulis tampil dalam bentuk katalog. Katalog yang berperan sebagai buku panduan pameran berisi kuratorial karya, foto dan keterangan karya, biodata seniman, tim manajemen, sponsor, hingga ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu berlangsungnya sebuah pameran. Katalog memberi ruang dialog antara seniman dan penikmat seni tanpa perlu bertanya secara langsung dan menjadi buah tangan penikmat seni setelah selesai melihat pameran. Katalog juga menjadi acuan seniman dan kurator pada saat pembuatan portofolio kekaryaan mereka di kemudian hari.

Beberapa pameran tidak mencetak buku katalog dengan alasan lebih ramah lingkungan atau karena terbentur masalah dana, tetapi tim manajemen pameran mensiasati hal itu dengan membuat katalog digital. Usaha-usaha pengadaan katalog oleh tim manajemen pameran baik dalam bentuk buku ataupun katalog digital memastikan pentingnya sebuah literasi pada pameran karya seni.

Jika kita berkunjung ke sebuah pameran karya seni, pada bagian bawah atau samping karya akan terdapat keterangan karya berbentuk label. Labelisasi karya ini dibuat untuk memudahkan penikmat seni mengetahui identitas dan keterangan masing-masing karya yang sedang dipamerkan. Label karya berisi nama seniman, judul, medium, tahun pembuatan,bahkan harga atau keterangan karya tidak dijual. Hal menarik dalam label karya adalah peraturan pemberian titik atau pita merah sebagai simbol karya yang terjual.

Simbol ini adalah wujud kesopanan dengan tidak mencantumkan nama kolektordan harga karya secara langsung pada publik. Literasi yang dapat ditemukan pada pameran lainnya adalah tulisan atau simbol gambar yang memberitahukan penikmat seni agar tidak menyentuh karya secara langsung atau memotret karya menggunakan flash.Labelisasi dan petunjuk khusus ini merupakan bentuk literasi lain dalam sebuah pameran.

Pemahaman tentang literasi karya seni rupa dalam sebuah pameran dapat menjadi catatan bahwa literasi tidak harus selalu berhubungan dengan pelajaran Bahasa Indonesia yang dipelajari di sekolah saja.Literasi yang dimunculkan dalam sebuah pameran dapat menjadi pembeda antara karya seni yang memang sedang dipamerkan dan karya seni yang hanya dipasang sebagai pajangan dalam ruangan.

Contoh penempatan label karya pada pameran

Literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. Keberadaannya tersebar disekitar kita dalam bentuk-bentuk kecil, meskipun terkadang kita masih tidak menyadari akan hal itu. Pola pikir masyarakat yang selama ini menganggap bahwa literasi hanya mengacu pada buku, pendidikan ataupun penelitian yang rumit tentunya harus dirubah terlebih dahulu sebelum meningkatkan pemahaman mengenai literasi.Upaya meningkatkan pengetahuan literasi masyarakat sama dengan meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri sebagai bangsa yang berbudaya. (DM)

Exit mobile version