Cyta Ayu Angraini, Farros DwiYulianto, Syerlita Lara Kurnia
Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Bangka Belitung Angkatan 2022
Email: Cytaangrainiay@gmail.com
Tahun 2025 masyarakat Indonesia akan dihadapkan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang pada awalnya sebesar 11% menjadi 12%. Jika dilihat sekilas hal ini tentunya tidak akan berpengaruh karena hanya naik sebesar 1% dari angka pajak sebelumnya. Namun hal ini tentunya akan cukup dirasakan oleh rakyat Indonesia terutama bagi masyarakat yang berada di ekonomi menengah ke bawah. Lantas apakah tujuan dari kenaikan pajak ini bisa dilihat sebagai alat untuk memajukan Indonesia atau malah dapat menjadi ancaman terhadap daya beli masyarakat?
PPN 12%: Apakah Sebagai Beban Baru Bagi Masyarakat?
Kenaikan pajak menjadi 12% tentunya dapat menjadi beban baru bagi masyarakat terkhususnya bagi masyarakat yang berada di posisi menengah kebawah. Padahal jika kita amati dari data yang didapatkan pada Badan Pusat Statistik yang menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 5,03% hal ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 5,05 persen. Sedangkan pada tanggal 31/12/2024 Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan terjadi kenaikan pajak menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, melalui hal itu apakah pajak PPN ini bisa dijadikan alat sebagai bentuk untuk membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih stabil atau justru malah menjadi beban baru bagi masyarakat?
Presiden Prabowo Subianto juga menjelaskan bahwa kenaikan pajak ini hanya akan berlaku pada barang maupun jasa tertentu, namun bagi barang ataupun jasa yang telah dikonsumsi oleh masyarakat banyak seperti bahan-bahan pokok tidak akan dikenakan PPN. Meskipun demikian kenaikan pajak ini tentunya bisa menjadi awal untuk memunculkan permasalahan baru yang bisa saja terjadi, misalnya produsen maupun distributor barang kebutuhan pokok tentunya akan tetap membeli barang lain yang terkena pajak seperti alat-alat yang nantinya akan digunakan untuk melakukan kegiatan produksi. Sehingga konsumen juga akan tetap menghadapi kenaikan harga untuk membeli barang beberapa kali lipat lebih mahal dari harga sebelumnya dan hal inilah yang kemudian bisa menjadi awal dari masalah baru bagi masyarakat. Selain itu meskipun kenaikan barang-barang pokok tidak naik, namun hal ini akan membuat masyarakat tetap mengurangi kegiatan produksi dan masyarakat akan jauh lebih selektif untuk berbelanja terlebih lagi bagi masyarakat yang berada di ekonomi menengah kebawah. Akibatnya karena daya beli yang mulai berkurang dan perputaran uang yang lebih sedikit sehingga menyebabkan terjadinya penurunan ekonomi. Lantas apakah hal ini masih dapat dijadikan alat untuk bisa memajukan perekonomian rakyat Indonesia?
Alat Untuk Menstabilkan Ekonomi?
Jika dilihat dari sisi lain, kenaikan PPN ini tentunya akan memberi dampak positif dikarenakan kenaikan pendapatan negara nantinya akan digunakan sebagai biaya pembangunan, infrastruktur, akses untuk pendidikan serta juga pada pelayanan kesehatan. Hal ini cukup positif jika dilihat dari segi pembangunan, terlebih lagi jika kita menjadikan negara maju sebagai acuan contohnya seperti negara Jepang yang memiliki Tarif Pajak yang tinggi, efek dari hal tersebut ialah jepang berhasil menciptakan ekonomi yang jauh lebih stabil melalui sistem perpajakan yang kuat. Hal ini tentunya akan memberi dampak yang positif bagi pemerintah agar tidak lagi mengalami ketergantungan pembangunan terhadap negara luar. Namun pada hal ini pemerintah juga harus memikirkan solusi yang tepat agar masyarakat tidak begitu terkena dampaknya akibat dari kenaikan pajak ini, seperti menaikkan pendapatan masyarakat maupun menaikkan UMR di masing-masing daerah agar masyarakat tidak merasa terbebani dengan adanya kenaikan pajak tersebut.
Lantas apakah hal ini dapat menjadi ancaman atau justru sebagai peluang untuk menstabilkan perekonomian masyarakat?
Kenaikan pajak ini tentunya bisa menyebabkan dilema bagi masyarakat. Jika dilihat dari sisi konsumen hal ini tentunya dapat menjadi ancaman karena kenaikan harga barang akan menyebabkan daya beli konsumen yang menurun terlepas pajak ini hanya akan ditujukan pada barang-barang yang mewah, namun lambat laun hal ini juga akan memunculkan permasalahan yang lain. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi pemerintahan hal ini bisa menjadi peluang untuk menstabilkan ekonomi melalui kenaikan pendapatan yang nantinya akan digunakan sebagai pembangunan. Adapun pemerintah juga hendaknya dapat memikirkan solusi bagaimana agar kebijakan ini tidak membebani rakyat seperti misalnya keringanan pajak bagi UMKM atau pemerintah juga bisa menaikkan UMR di setiap daerah agar dampaknya juga tidak begitu besar bagi masyarakat. Hingga akhirnya bukan lagi permasalahan setuju atau tidaknya atas kenaikan pajak tersebut tetapi bagaimana kebijakan ini bisa berjalan namun tidak membebani masyarakat.
Lantas, apakah kebijakan ini pantas untuk masyarakat Indonesia? (BP)