Serial Kisah Ayu : Makan di Kelas

Sastra : Serial Kisah Ayu

Sumber foto : Tribunnewsmaker.com

Karya : Ummi Sulis

Anak-anak kelas IV masuk kembali, setelah istirahat pertama usai. Tampak sekali mereka masih berkeringat dan ada yang membawa makanannya masuk ke kelas. Hal ini karena bel sudah berbunyi, jajanan masih belum habis.

“Makanan yang belum habis dimakan, tolong disimpan dulu.” Ibu Guru mengingatkan para siswa yang masih membawa jajanannya.

“Iya, Bu, es boleh dihabiskan gak, Bu?” Rifan yang membawa sebungkus es memandangi esnya yang tinggal sedikit.

“Silakan dihabiskan esnya. Bungkusnya buang ke tempat sampah, ya.” Bu Guru menyuruh Rifan menghabiskan esnya.

Siswa yang masih memegang makanan, mereka meletakkan makanannya di pinggir jendela. Ibu Guru mulai menjelaskan pelajaran Matematika, volume balok dan kubus.

“Volume itu dalam bahasa Indonesia disebut isi. Setiap bangun ruang memiliki isi, seperti perut kita, ada ruangan yang harus diisi. Atau gentong air, isinya air. Isi air itu bisa dihitung dengan mencari Volume bangun ruang.

“Iya, isi perut kita bisa dihitung ya, Bu,” Idil menimpali.

“Segelas es, semangkuk tekwan, volumenya berapa?” tanya Fajar pada Idil.

“Ya, entah toh, kan gak tau ukuran gelas sama mangkuknya,” jawab Idil.

Tiba-tiba ….
“Bu … Ayu makan!” adu anak-anak yang berada di samping dan depan Ayu, hampir bersamaan.

“Benar, Yu?” Bu Guru berujar gak percaya. Sedangkan anak yang ditanya diam saja.

“Iya, Bu, aku lihat Ayu masukin empek-empek ke dalam mulutnya,” tuding Rifki sambil menunjuk laci meja Ayu.

“Yang dikatakan Rifki itu benar, Yu?” Ibu Guru kembali menanyakan Ayu yang hanya diam saja, “tolong dibuang makanannya, sesuai kesepakatan kelas kita.”

“Iya, Bu, maaf.” Ayu menunduk.

Ibu Guru melihat ke buku paket, kemudian mengambil beberapa alat peraga di meja untuk menjelaskan tentang volume. Setelah itu bertanya kepada Ayu.

“Sudah dibuang makanan yang dimakan?” cecar Bu Guru.

“Sudah, Bu,” jawab Ayu.

“Mana ada, Ayu belum membuangnya, Bu!” ujar Tama.

“Eh, udah, ya!” bela Ayu sambil menunjukkan mulutnya yang telah kosong dari empek-empek.

“Emang kamu buang ke mana, Yu, empek-empeknya?” tanya Bu Guru.

“Ke lambung, Bu. Ditelan,” ujar Ayu sambil nyengir.

“Itu bukan dibuang, tapi dimakan!” ujar anak-anak hampir serempak.

“Y, kan dibuang ke lambung lebih bermanfaat,” kata Ayu membela diri.

Ibu Guru pun menasihati Jangan sampai makan di dalam kelas lagi. Karena membuang makanan ke lambungnya, perbuatan Ayu tetap dicatat sebagai pelanggaran pasal dilarang makan di dalam kelas. Membuang makanan ke lambung disebut juga proses memakan makanan, kata Bu Guru menutup wejangannya.

Exit mobile version