Sastra  

TANJUNG SABANG

Foto_ https://www.kompasiana.com/mimin_toboali/6018d0f08ede482d7606f7c2/kompasianer-ayo-ngayau-ke-toboali

Oleh : Dwikki Ogi Dhaswara

 

Bekaespedia.com_Diujung selatan pulau Bangka, terdapat suatu tempat yang bukan hanya sekedar ujung daratan, melainkan juga titik nol kilometer yang menghubungkan pertemuan antara manusia dan gemuruh ombak yang menjalin persahabatan.

Dikenal sebagai Tanjung Sabang yang dulunya berdiri megah, menawarkan pemandangan yang memukau, dan melukiskan harmoni ketenangan.

Sebuah permata tersembunyi di wilayah Pangkal Toboali. Pantainya yang berpasir putih bagaikan hamparan sutra, diselimuti oleh laut yang jernih bak kristal, mengundang setiap mata untuk terpesona.

Air lautnya yang biru mencerminkan langit, dan membentang jernih hingga ke dasar. Hamparannya yang luas memancarkan kilauan zamrud saat tersentuh sinar mentari, seolah mengundang setiap jiwa yang lelah untuk merasakan kedamaian di pangkuannya.

Tanjung Sabang memamerkan keindahan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Ombak kecilnya bersahutan dengan lembut, menyapu bibir pantai yang landai, meninggalkan buih halus di permukaannya.

Di kejauhan, perahu-perahu nelayan berlabuh dengan tenang, berayun pelan mengikuti ritme ombak yang bersahabat. Dengan perahu kayu itu pula, para nelayan berangkat melaut mencari rezeki, mereka meninggalkan jejak di pasir yang halus, jejak yang kemudian juga terhapus.

Akan tetapi, konon keindahan itu sempat hancur berkeping-keping. Menjadi saksi bisu dari pertempuran yang mengerikan. Suara deburan ombak menyatu dengan dentuman meriam dan granat. Pasir putihnya sempat menjadi medan penuh lubang dan serpihan peluru.

Gelap dengan asap dan debu, aroma mesiu merasuki setiap nafas dan rasa pahit yang bau. Tanjung Sabang seakan menangis dalam kesunyiannya. Setiap sudutnya, ada jejak-jejak perjuangan dan pengorbanan. Meski terluka dan ternoda, Tanjung Sabang masih berdiri kokoh menjulang.

Zaman pun berganti, waktu terus berputar. Dalam detiknya membawa serta perubahan yang tak terelakan. Semua menyaksikan ketika masa lalu dan masa depan saling berkejaran, layaknya jalinan cerita yang tak pernah usang.

Dulu, ada masanya alam menampakan kesederhanaannya. Seolah berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh manusia. Namun, angin perubahan mulai berhembus, menghadirkan jejak Kolonial Belanda. Kehadirannya menutup, dan melupakan bisikan lembut dari masa lalu. Membawa arah baru serta ambisi yang terkukuh.

Tanjung Sabang yang tenang, menjadi saksi oleh kehendak manusia yang ingin merubah segalanya demi keuntungan dan kekuasaan. Pohon-pohon kelapa ditebang digantikan oleh dermaga, pasir putih yang lembut menyatu dengan semen dan batu, hilang sudah keasriannya.

Katanya, membawa tujuan baik untuk mempermudah kapal-kapal nelayan ketika bersandar. Namun, ketakutan merayap diantara para nelayan, kapal mereka bercampur dengan kapal-kapal Belanda. Kapal Belanda tampak angkuh dan menakutkan, sebagai simbol dari kekuatan asing yang datang untuk menguasai dan merubah segalanya.

Nelayan yang biasanya berangkat riang gembira, saat itu bekerja dalam diam. Seolah takut bahwa tatapan mereka bisa memancingkan bahaya. Tak ada kata-kata yang mampu menenangkan ketakutan yang mencekam pada mereka.

Suara kicauan burung yang biasanya terdengar ditepian pantai Tanjung Sabang, saat itu telah berganti dengan suara-suara pembangunan pelabuhan. Belanda melihat potensi besar pada pelabuhan Tanjung Sabang, mereka memutuskan untuk merubahnya sesuai dengan kehendak mereka.

Tanjung Sabang yang sarat dengan kenangan dan makna bagi Rakyat Toboali, digantikan dengan nama asing yang tak membawa kehangatan dan sejarah bagi mereka.

Waktu pun terus berjalan, dan pelabuhan itu terus berkembang dibawah nama barunya, Boom. Dikenal juga dengan sebutan Pantai Boom atau Boom Pendek yang artinya pelabuhan, tepatnya palang pintu pelabuhan.

Meskipun zaman berubah dan nama berganti. Jiwa Rakyat Toboali tak tergoyahkan oleh apa pun. Tanjung Sabang disebut Habang tetap terdengar sampai saat ini. Menjadi bayang-bayang yang sampai saat ini terus terucap di Kota Toboali.

Menjadi kebanggaan setiap kali mereka menyebut nama itu. Habang.

 

Toboali, 10 Juni 2024

Exit mobile version