“Bu, saya menyesal”, ucap seorang siswa pagi tadi sambil tertunduk dan terisak.
Di lain waktu, seorang siswa pernah mengirimi saya pesan, “Bu, saya menyesal. Kalau waktu bisa diulang, saya maunya…..”
Penyesalan memang selalu datang diakhir, lalu benarkah menyesal tidak ada gunanya?
Sering kita mendengar ungkapan, “nasi telah menjadi bubur”. Apakah jika sudah terjadi demikian, itu artinya bubur tidak bisa dinikmati? Padahal jika bubur ditambah topping suwiran ayam, kedelai goreng, kerupuk, dan potongan telur justru akan menambah nikmat ketika menyantapnya, terlepas makannya diaduk atau tidak.
Bincang dari hati ke hati pagi tadi mengantarkan saya pada sebuah pemikiran bahwa hidup yang baru justru bisa saja dimulai setelah terbit rasa penyesalan. Tinggal bagaimana mengubah penyesalan menjadi lebih berarti, bukan sekedar omong kosong belaka. Rasulullah bersabda, “Penyesalan adalah taubat”. Maka menyesal ada gunanya jika setelah menyadari kesalahan lekaslah memohon ampunan, berhenti dari kesalahan yang kita perbuat dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Menyesal ada gunanya jika berhasil membawamu pada kehidupan yang lebih baik.
Menyesalah selagi masih ada waktu untuk memperbaiki diri, sebab menyesal tidak ada gunanya jika maut sudah datang menjemput.