Memaknai Kepahlawanan BatinTikal : Nilai Islami dan Semangat Juang Abadi

Oleh: Rapi, S.Pd

Foto Penulis, Rapi, S.Pd

Bekaespedia.com_Kisah Batin Tikal dalam mempertahankan Bangkakota pada abad ke-19 bukan hanya sekadar cerita belaka. Ia menjadi manifestasi semangat perjuangan yang memiliki nilai-nilai yang tentunya sangat relevan dalam untuk dihayati dan dimaknai bersama.

“Pertempuran Toboali, Koeboebangka 1819 Masehi”. Begitulah judul karya fiksi sejarah, Dwikki Ogi Dhaswara, yang diterbitkan Bekaespedia beberapa waktu lalu. Banyak hikmah yang dapat dipetik dari kisah ini, terutama bagi generasi masa kini, termasuk dalam konteks pendidikan dan pengembangan karakter.

Kepemimpinan dan Solidaritas dari kisah perjuangan Batin Tikal memberikan banyak pelajaran berharga. Dalam melawan penjajahan Belanda, ia tidak bergerak sendirian, tetapi menjadi sosok yang mempersatukan rakyat Bangkakota kala itu.

Dalam Islam, kepemimpinan memang buka hanya sekedar tentang kekuasaan, tapi menjadi sebuah tanggungjawab untuk membawa umat pada keadilan dan kebaikan. Solidaritas rakyat Bangkakota menunjukan prinsip dasar dalan Islam, yakni nilai persaudaraan (Ukhuah).

Dari semangat persatuan dan solidaritas yang tinggi, mereka semua menjadi satu kesatuan yang tak tergoyahkan, meski harus menghadapi serangan Belanda yang lengkap dalam hal persenjataannya.

Keberanian Melawan Penindasan. Batin Tikal menjadi simbol melawan keberanian melawan penjajahan dan ketidakadilan. Keberanian merupakan salah satu sifat terpuji yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.

Keberanian bukan hanya tentang keberanian tanpa rasa takut, tetapi juga tentang kemampuan untuk menegakan kebenaran meski harus dihadapkan pada resiko yang besar. Keberanian Batin Tikal dan rakyat Bangkakota bukan hanya tentang mempertahankan wilayah, tetapi juga mempertahankan diri, marwah, dan hak sebagaimanusia yang merdeka. Islam pun menegaskan pentinya menjaga kehormatan dan keadilan dalam hidup bermasyarakat.

Dalam fakta sejarahnya, pelajaran dari kekalahan rakyat Bangkakota merupakan kenyataan pahit yang harus ditelan, namun dari kejadian ini kita belajar bahwa perjuangantidak selalu diakhiri dengan kemenangan.

Dalam Islam, perjuangan dijalan kebenaran tidak dinilai dari hasilnya, melainkan dari niat dan usaha yang dilakukan. Kisah ini mengajarkan kita bahwa kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan menjadi awal dari refleksi dan semangat untuk berjuang kembali.

Seperti yang dikatakan oleh Batin Tikal dalam karya fiksi ini, “Perang yang sebenarnya, baru akan dimulai. Kami bukan bangsa yang pengecut, kami bangsa pemenang“. Semangat ini menunjukan bahwa harapan ini tidak benar-benar padam, masih ada setitik cahaya perjuangan yang membersamai mereka.

Batin Tikal bukan hanya menjadi cerita heroik belaka. Ia menjadi potret nilai luhur yang menjadi inspirasi semangat berjuang. Sebagai penulis yang juga seorang guru, kisah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menanamkan semangat juang, rasa cinta tanah air, serta nilai-nilai Islami pada generasi muda dalam menumbuhkan jiwa yang tangguh dan berahlak mulia.

Harapannya, semoga semangat Batin Tikal dapat terus hidup dalam jiwa kita. Semangat juangnya dapat menjadi pengingat bahwa keberanian dan perjuangannya dalam melawan penjajahan adalah sengaja paling ampuh melawan segala bentuk ketidakadilan.

Exit mobile version