Penulis: Meilanto
Ungkapan tradisional merupakan kalimat atau perkataan yang mengandung kiasan mengenai suatu maksud yang harmoni dengan sudut pandang, sikap, dan tindakan yang berpegang teguh pada peraturan, adat dan kebiasaan yang diturunkan dalam kelompok komunitas.
Banyak sekali ungkapkan tradisional yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang kita. Ungkapan tradisional itu ada yang masih sering diucapkan dan ada pula yang sudah jarang disampaikan salah satunya Duduk Betik.
Secara jujur, penulis juga baru mendengarkan ungkapkan duduk betik. Bermula saat keponakan yang baru berusia 9 bulan sudah mulai duduk. Proses duduk balita itu dari merangkak kemudian pelan-pelan duduk dengan posisi kaki masih menekuk dan pantatnya sudah duduk dilantai. Jika tidak ditahan di bagian belakang maka balita itu akan tumbang ke belakang, samping atau depan tergantung posisi kemiringan tubuh. Proses duduk yang belum begitu sempurna karena masih goyang (belum mantap) itu dikenal dengan nama ungkapan duduk betik.
Memang faktanya betik / timun / mentimun (Cucumis sativus L) tidak pernah dalam posisi berdiri. Kalaupun ada, betik dalam posisi horizontal di tanah. Berbeda dengan betik yang menggunakan para-para yang biasanya bergantung.
Betik sering ditanam petani di tanah yang berbencah-bencah setelah dibuka lahan untuk bercocok tanam padi ume. Betik ditanam terlebih dahulu setelah lahan rebak ditunu.
Seiring proses pertumbuhan padi, betik akan dipanen terlebih dahulu. Para petani akan melarang anak atau siapa saja yang memakan betik dengan cara berjalan. Pantang larang itu dimaksudkan tidak mengundang kera, beruk dan sejenisnya turun ke lahan ume yang akan merusak padi dan tanaman lainnya. Secara etika, makan sambil berjalan tidak baik untuk kesehatan.
Pembaca masih sering mendengar duduk betik?