Sastra  

Lubang dibawah Cakrawala

Sumber : Quora

Karya : Maria Sareng Putri.

Hijaunya lingkungan sekitar tidak menghalangi sang kuning raksasa, masuk mengintip disela-sela hutan lebat diatas segitiga tumpul.

Hari ini cuaca sangat cerah. Suara kecapi dari ekor terbang yang menghiasi indahnya pemandangan dibawah cakrawala terdengar sangat merdu. Harmoni dengan keindahan semesta.

Aku sedang berkelana dengan imajinasiku. Tempat aku berpijak saat ini.
10 tahun ke depan apakah akan tetap seindah dan seasri saat ini?

Segitiga tumpul yang menyimpan sejuta harta, berlian hitam berharga. Bayangan keserakahan makhluk sejenis aku yang serakah, tak segan menyakiti demi kepuasan diri.

Hari ini, aku terbangun dari kupu-kupu malam. Berdiri didepan rumah, pemandangan berkaca memandang serangga raksasa yang sedang mengeroyok, menggerogoti berlian tersembunyi didalam lubang dibawah naungan cakrawala.

Hati sedih rasanya, kristal bening memberontak didalam sana ingin tumpah, menyaksikan ibu Pertiwi yang telah rusak.

Namun kaki tak bisa bergerak dengan bebas. Usia membatasi jalanku untuk bersuara. Rasa takut, tak berani melawan sang penguasa selalu muncul.

Aku hanya bisa diam, berlagak seperti patung yang tidak diberikan hati.
Aku pikir kupu-kupu malam hanya akan sekedar menjadi kupu, tak mungkin menjadi matahari.

Namun hari ini aku melihat sendiri keserakahan yang dilakukan.
Telinga mendengar sorakan bergembira para serigala liar.
Benak berkata ” Apa jadinya lubang dibawah cakrawala itu, jika tidak dihentikan?”

Seperti segerombolan semut yang merebutkan makanan manis, tanpa memikirkan orang lain.

Kini, tempatku berpijak 10 tahun kemarin kini telah berubah menjadi lubang raksasa oleh serangga besar penguasa alam semesta.

Akibat keserakahan manusia kini lubang dibawah cakrawala telah tertimbun laut coklat. Tawa lebar yang kemarin terdengar, kini berganti dengan banjir yang menguras tenaga dan kondisi mata serta tubuh.

Ditempat ini sekarang aku berada diatas tanah dengan sepinggang air coklat yang kapan saja dia ingin melenyapkan aku maka akan lenyap apabila dia sudah sangat murka. Kristal bening tak berhenti menetes.

“Maafkan aku, maafkan serangga yang sudah membuat dirimu murka. Aku tahu ini balasan yang setimpal atas rasa sakit yang kamu rasakan. Terimakasih telah bertahan dan bersabar sejauh ini.” Aku berkata pelan, sambil memejamkan mata membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi setelah ini.

Volume air yang semakin meninggi menunjukkan titik terang. Tidak akan ada lagi kesempatan untuk bertahan. Aku berdiri diam, menikmati air yang mulai menjalari tubuh yang sudah hampir rapuh ini. Hingga akhirnya ombak menabrak tubuh ringkih ini dan diriku lenyap ditelan bumi.

Dua kata yang aku ucapkan untuk bumi Pertiwi “Maaf dan terimakasih”.

Lalu setelahnya, pandanganku mulai gelap, ranting didalam jiwa akhirnya benar-benar rapuh, hancur, dan hilang. Tubuhku tak lagi memiliki jiwa.

Kerusakan yang sudah kita perbuat kepada pemberian Tuhan, kita pasti akan mendapat balasan atas perlakuan kita tersebut.

Rawatlah dengan penuh cinta dan jagalah sebaik-baiknya.

Jangan merusaknya dengan alasan kepentingan pribadi. Pertahankan kekayaan bumi Pertiwi.

Bukankah kita semua lahir dari rahim yang sama, yakni rahim Ibu Pertiwi?.

 

 

IKLAN :

IKA SMANSA Payung membuka donasi untuk warga palestina silahkan donasikan rejeki untuk membantu mereka dalam krisis Kemanusiaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *