Opini  

Alinea Dialektika Rasa dan Prasangka Pemimpi dari Anak Pesisir

Anash Barokah SPd. SIP.

Oleh : Anash Barokah SP.d SIP.

Bekaespedia.com _ Ini adalah sebuah curhatan isi hati anak negeri dari daerah pesisir yang katanya pulau seribu warung kopi dan sejuta pelangi dan terkenal dengan terasi, bahkan negeri para pemimpi yang rindu akan pemimpin yang peduli dan mengabdi, 2024 adalah perang para elit berdasi yang miskin jadi penonton dan makin bingung memilih dan lebih berhati-hati, 22 tahun sudah negeri ini,bukan lagi usia remaja labil yang bingung akan potensi tapi lebih mencari sosok nahkoda petarung pemberantas korupsi bahkan bisa memakmurkan inti dan pelosok kota ini.

Jangan terbuai amplop dengan nominal besar dalam sehari, karena itu adalah boomerang oligarki menguasai dan membunuh diri perlahan sampai mati. Jangan apatis, egois dengan diri sendiri sampai lupa ada anak cucu nanti yang masih ingin menikmati bahkan memajukan negeri dengan potensi diri dan yang di miliki negeri ini.

Retorika sang politikus, bak gula merah bertaburan klise yang membuatnya terlihat sekilas menggelikan namun tetap menjadi suatu ketertarikan dalam psikologi manusia, di tambah dengan membawa iming-iming keagamaan dan pergerakan yang lebih masif menjadikan tokoh agama sebagai pergerakan kemenangan dalam pemilihan.

Teriak lantang perdamaian dan kesejahteraan namun dalam satu sisi simpatisan tetap kelaparan, teriak lantang kebenaran namun sisi lain menyimpang di jadikan pembenaran. Seperti Kembali ke masa penjajahan belanda, kurang terasa memang tapi bertahan lama di jajah oleh kaum yang mengatasnamakan perubahan.

Jangan terlalu absolut komunis tumbang karena D.N. Aidit merasa besar kepala dan tak adalagi nasehat yg bisa menahan otaknya untuk bergerak dan bertindak, Jangan merasa super power sebab jepang bungkam karena idiologi yang ingin menguasai dunia kala perang dunia kedua. Sampai Amerika mengebom hiroshima.

Jangan terlalu mengumbar janji sebab ada hutang di kala janji-janji yang harus di bayarkan bahkan sampai sangsakala kala berkumandang hutang ya tetap menjadi hutang tanpa berubah menjadi kutang.

Kami adalah barisan proses belajar bukan untuk di pekerjakan dengan iming-iming kesuksesan tanpa dengan belaian regulasi sang sokarno dan hatta. Kami adalah barisan generasi multitalenta tapi bukan untuk di perintah-perintah, dan kami adalah barisan pemuda yang mempunyai mimpi menafkahi sang wanita. Bukan mengadabdi kepada dinasti sang propaganda.

Manis memang bahasanya “dinda kita berjuang bersama-sama, kanda akan berjuang sampai habis untuk dinda, kalian harus sukses dengan segala ke ahlian kalian dinda, tetap berproses ” kalo kata orng bangka “NGERAPEK” kanda , cukup bagus packaging yang di antar dalam sebuah lisan namun tetap dengan kesan kolonialisme.

Semakin dekat dengan perkara menang dan kalah, menang adalah sebuah keharusan sampe di titik menghalalkan segala cara dan kalah adalah sebuah peraturan yang di anggap haram.

Terimakasih telah mengajarkan kami untuk pintar dan mulai menggunakan akal bukan lagi hati untuk menilai sampai kami paham bahwa kami adalah kaum yang di akal-akali .

Pesta demokrasi semakin tak terelakkan itu yang di nanti para pencuri negeri, politikus semakin pintar, penyelengara harus semakin berinovasi, pengawas makin memperbanyak cctv, sehingga terciptanya demokrasi yang murni. (DM)

Exit mobile version