Opini  

Keanekaragaman Bahasa Melayu di Pulau Bangka

Mahasiswa IAIN SAS Babel jurusan Pendidikan Bahasa Arab

Oleh : Angga (Mahasiswa IAIN SAS Babel Pendidikan Bahasa Arab)

bekaespedia.com _ Sejak masa-masa sekolah saya selalu bertanya-tanya kenapa bahasa daerah yang digunakan manusia sebagai alat berkomunikasi berbeda-beda dari daerah satu ke daerah lainnya, jangankan yang beda pulau, untuk skala kecil pun dalam lingkup satu pulau perbedaan logat maupun dialek di pulau Bangka banyak sekali ragam yang pernah saya dengar.

Keberadaan bahasa daerah sangat penting dalam kedudukannya sebagai alat komunikasi di suatu masyarakat.
Bahasa daerah juga berkembang secara dinamis sesuai laju perkembangan teknologi di era modern seperti ini.

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, bahasa Melayu Bangka merupakan bahasa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Melayu Bangka digunakan sebagai sarana komunikasi oleh masyarakat di wilayah Pulau Bangka dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Penelitian mengenai bahasa Melayu Bangka telah dilakukan sejak zaman kolonial. Hal ini mengingat letak geografis Pulau Bangka yang strategis dan sumber daya alam yang sangat kaya sehingga penelitian mengenai segala aspek termasuk bahasa sudah dilakukan oleh kolonialis.

Kehadiran bahasa daerah penting untuk statusnya sebagai alat komunikasi sosial. Bahasa sehari-hari juga berkembang secara dinamis mengikuti laju perkembangan teknologi modern.

Dalam buku yang berjudul “Schets-Taalkaart van de Residentie Bangka” yang disusun oleh K.F. Holle dan diterbitkan tahun 1889 M, disebutkan bahwa terdapat enam dialek yang digunakan di Pulau Bangka, yaitu ;

(1) daratsche dialecten (dialek orang darat) meliputi wilayah Muntok, Pangkalpinang, Sungaiselan, Toboali, dan Belinyu;

(2) Maporeesch dialecten (dialek Mapur) meliputi Belinyu;

(3) Chineesch dialecten (dialek Tionghoa) meliputi Jebus dan Merawang;

(4) Rijau-Lingga dialecten (dialek Riau Lingga) meliputi Muntok, Jebus, Belinyu, Sungailiat, Merawang, dan Koba;

(5) Bangka Maleisch dialecten (dialek Melayu Bangka) meliputi Jebus, Sungailiat, Merawang, Pangkalpinang, dan Sungaiselan;

(6) Sekaahsch dialecten (dialek Sekak) meliputi Belinyu dan Pulau Lepar.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bernd Nothofer (1997) yang membagi bahasa Melayu Bangka ke dalam empat dialek, yakni dialek kota pelabuhan Mentok, dialek kota pelabuhan Belinyu, dialek kota pemerintahan Sungailiat, dan dialek daerah pedesaan.

Dialek pedesaan dibagi lagi ke dalam tiga subdialek, yakni utara (Kacung, Gunung Muda); tengah (Tuatunu, Dul,Perlang); dan selatan (Arungdalem, Pakuk, Gadung).

Penelitian mengenai bahasa Melayu Bangka juga dilakukan oleh Sofyan Silahidin (2001) yang membagi bahasa Melayu Bangka ke dalam lima dialek utama, yaitu :

(1) dialek Mentok meliputi Air Putih, Air Nyato, Air Belo, Belo Laut, Kundi, Berang, Ibul, Pelangas, Mayang, Air Limau dan Peradong;

(2) dialek Belinyu meliputi Pangkal Nyiur, Riau Silip, Pugul, Gunung Muda, dan Gunung Pelawan;

(3) dialek Toboali meliputi Tukak/Sadai, Rindik, Kepoh, Gadung, Bikang, Jeriji, Serdang, Pergam, Bencah, Air Gegas, Delas, Nyelanding, Penutuk,Tanjung Labu, Tanjung Sangkar, Kumbung, dan Pongok;

(4) dialek Sungailiat meliputi Kapuk, Neknang, Tiang Tara, Bukit Layang, Dalil, Bakam, Nangka, Mabat, Penyamun, Cit, Kenanga, dan Air Duren;

(5) dialek Pangkalpinang meliputi wilayah Kota Pangkalpinang.

Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (dipublikasikan pada 2017), bahasa Melayu yang dituturkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri atas lima dialek, yaitu

(1) dialek Ranggi Asam yang dituturkan di Desa Ranggi Asam, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat;

(2) dialek Tua Tunu yang dituturkan di Kelurahan Tuatunu, Kecamatan Gerunggang, Kota Pangkalpinang;

(3) dialek Jeriji yang dituturkan di Desa Jeriji,Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan;

(4) dialek Tempilang yang dituturkan di Desa Tempilang, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat; dan

(5) dialek Mayang yang dituturkan di Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri,persentase perbedaan kelima dialek tersebut berkisar 51%-80% sehingga berbeda dialek.

Sementara itu, dialek Melayu merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81% — 100% jika dibandingkan dengan bahasa Kayu Agung.

Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Melayu Bangka masih banyak digunakan oleh masyarakat Bangka Belitung dan dianggap sebagai identitas kebanggaan mereka. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk melestarikan dan mempelajari bahasa daerah mereka agar dapat terus hidup dan berkembang di tengah perkembangan zaman yang semakin modern. (DM).

Exit mobile version