Oleh : Rudiyanto, S.Pd., Gr
Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri 9 Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan
Latar Belakang
Dewasa kini timbul polemik dan kontroversi yang sangat tajam di tengah-tengah masyarakat kita berkaitan dengan munculnya Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan yang pada salah satu pasalnya menyebut penyediaan alat kontrasepsi bagi kelompok sekolah dan remaja. Pasal tersebut ialah pasal 103 pada PP Kesehatan mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja khususnya ayat (4) butir “e” yang berbunyi penyediaan alat kontrasepsi. Pada PP Kesehatan tersebut, tidak dijelaskan secara lebih lanjut bagian “penyediaan alat kontrasepsi” dalam konteks usia dan remaja.
Mengutip dari pernyataan Netty Prasetiyani, anggota DPR RI komisi IX yang membidangi kesehatan dan kependudukan. Dapat menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja, aneh kalua anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?
Menurut hemat penulis, pasal 103 PP Kesehatan khususnya ayat 4 butir “e”, sebuah peraturan tentu perlu penjelasan secara detail dan komprehensif agar tidak menimbulkan polemik, kontroversi dan pemahaman yang ambigu di tengah-tengah masyarakat yang berdampak pada kegaduhan yang berkepanjangan. Hal ini baru-baru ini dikonfirmasi oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Tarmizi mengatakan “pelayanan kontrasepsi bukan untuk semua remaja, melainkan untuk remaja yang sudah menikah tetapi menunda kehamilan. Kondom tetap untuk yang sudah menikah . Usia sekolah dan remaja tidak perlu kontrasepsi. Mereka harusnya abstinensi (tidak melakukan kegiatan seksual),” ujar Nadia seraya menambahkan aturan itu akan diperjelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Solusi atas Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Usia Sekolah dan Remaja dalam PP Kesehatan
Menyikapi polemik penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja dalam PP kesehatan, menurut hemat penulis, perlu adanya solusi yang cepat dan tepat atas permasalahan tersebut seperti:
Memperjelas secara rinci makna pasal 103 PP Kesehatan khususnya ayat 4 butir “e”
Hal ini telah dikonfirmasi oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Tarmizi, yang menyatakan bahwa aturan itu akan diperjelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Artinya adalah nantinya pasal 103 PP Kesehatan khususnya ayat 4 butir “e” yang menjadi polemik dan kontroversi di tengah-tengah masyarakat akan diperjelas dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Satuan Pendidikan meningkatkan Pendidikan terkait tentang Seksualitas
Peran satuan Pendidikan sangatlah penting terhadap perkembangan usia anak sekolah dan remaja. Dengan demikian, satuan Pendidikan hendaknya dapat memberikan penguatan dan edukasi kepada peserta didik terkait materi seksualitas seperti alat reproduksi pada pelajaran IPA, mahligai rumah tangga pada pelajaran PAI, kegiatan-kegiatan sosialisasi terkait seksualitas atau kekerasan seksual dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan agar anak usia sekolah dan remaja memahami hal-hal terkait dengan seksualitas. Sehingga dapat meminimalisir hal-hal terkait dengan penyimpangan-penyimpangan seksual dan hal-hal terkait lainnya.
Kerjasama lintas sektoral
Satuan Pendidikan dapat bekerjasama dengan tokoh agama, pihak kesehatan, orang tua wali murid dan pihak-pihak terkait lainnya. Kerjasama dengan tokoh agama ditujukan agar tokoh agama dapat memberikan edukasi atau ilmu fiqih terkait dengan seksualitas. Kerjasama dengan pihak kesehatan bertujuan untuk menambah wawasan seksual anak usia sekolah dan remaja dan lain sebagainya. Kerjasama dengan wali murid bertujuan untuk meningkatkan kontrol terhadap aktivitas anak usia sekolah dan remaja selama tidak berada dalam satuan Pendidikan. Melalui kerjasama lintas sektoral ini maka diharapkan akan tercipta insan-insan Pendidikan yang berwasasan luas dan berkarakter serta tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, atau bahkan pelanggaran dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya.
Pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa penyimpangan-penyimpangan seksual pada anak usia sekolah dan remaja meningkat secara signifikan. Contohnya seperti anak usia sekolah dan remaja yang telah berhubungan badan, hamil di luar nikah, remaja-remaja yang terjangkit virus HIV/AIDS dan lain sebagainya. Sehingga perlu adanya solusi preventif seluruh stakeholder terkait hal ini. Pemerintah dapat menerbitkan undang-undang, satuan Pendidikan dapat membuat peraturan satuan Pendidikan seperti larangan pacaran dan upaya lainnya. Selain itu, orang tua wali murid hendaknya meningkatkan pengawasan terhadap anaknya karena orang tua wali murid memiliki peranan yang sangat penting dalam hal ini. (BP)*