Petualangan ke Bumi

Ilustrasi
Ilustrasi Sumber: Google

Karya: Ainun Hafizah Putri (MI Al Muhajirin Koba)

 

Namaku Zara, dan aku bukan anak biasa, aku tinggal di Planet Orion. Sebuah tempat di masa depan. Di mana semua anak belajar lewat petualangan waktu. Di sekolahku, setiap anak diberi misi ke masa lalu untuk belajar tentang planet-planet lama. Hari ini, aku mendapat misi penting yaitu pergi ke Bumi.

Aku melompat kegirangan “Yes! akhirnya aku bisa lihat Bumi yang katanya dulu penuh warna dan kehidupan!” Seruku.

“Jangan lupa membawa kapsul waktu dan drone pengawas,” kata guruku, Robozin, sambil menyerahkan alat alat canggih.

Setelah siap, aku masuk ke kapsul waktu berbentuk semangka terbang. “Tujuan: Bumi tahun 2025, Lokasi: Kota Nusantara,” kataku. Dalam hitungan detik WUUUSSSHHH, aku meluncur menembus langit waktu.

Dengan kapsul waktu berbentuk semangka, aku meluncur kemasa lalu. WUUSHH, dalam beberapa detik, aku mendarat di tempat yang sangat panas, berdebu, dan berbau seperti kaus kaki kucing alien.

Langitnya abu-abu, tidak biru seperti di gambar buku sejarah. Sungai berwarna hitam pekat. Udara terasa panas dan sesak. Tidak ada burung, tidak ada kupu-kupu. Hanya suara mesin dan kendaraan.

“Ini Bumi yang asyik,” gumamku kecewa.

Aku berjalan menyusuri taman yang gersang. Di sana aku bertemu seorang anak laki laki yang bajunya penuh debu. Tapi matanya bersinar terang.

“Hai…kamu siapa? Bajumu aneh benget!” katanya curiga.

“Aku Zara, dari masa depan. Aku ke sini karena ingin melihat Bumi yang katanya dulu indah dan menyenangkan. Tapi… kenapa malah begini?”

Anak itu menghela napas panjang. “Aku Rafi, Bumi memang sedang sakit, orang- orang menebang pohon, membuang sampah sembarangan dan tidak peduli lagi sama alam. Semua hanya pikirkan uang dan gedung gedung tinggi.”

Hatiku terasa berat, “Apa nggak ada yang berusaha menyelamatkan Bumi?”

“Dulu pernah,” kata Rafi, “tapi sekarang sudah menyerah,” seru Rafi.

Aku Zara dari masa depan, “kalau begitu, kita mulai lagi, aku punya teknologi dari masa depan. Kita bisa bantu Bumi.”

Mata Rafi berbinar “Ayo!”

Kami membentuk pasukan Bumi ceria. Anggotanya bertambah: kucing bersayap dari masa depan bernama Meong X, robot kecil bernama Totobot, dan beberapa teman Rafi yang juga peduli.

Kami mulai dari hal memungut sampah di taman dan menanam bibit pohon ajaib dari kapsulku. Bahkan beberapa toko yang menggantikan kantong plastik dengan tas kain lucu buatan sendiri.

Lama kelamaan, orang-orang mulai tertarik, anak-anak ikut menanam. Ibu-ibu mulai memilah sampah.

Taman yang dulu gersang mulai hijau. Sungai sedikit demi sedikit jernih kembali. Aku mulai merasa harapan itu nyata.

Namun…Di dalam gedung hitam, di ujung kota, ada seorang pria berjubah abu-abu yang menyaksikan semua dari layar raksasa. Namanya Bos Limbah, pemilik pabrik terbesar dan penyumbang polusi terbanyak.

“Anak-anak ini mengacaukan rencanaku,” teriaknya. “Jika bumi jadi bersih, bisnis kotorku hancur.”

Dengan marah, ia menekan tonmbol besar bertuliskan AKTIFKAN GIGASAMPAH. BOOM! dari bawah tanah muncul robot raksasa setinggi gedung 10 lantai. Namanya GIGASAMPAH, mesin pencemar dan bisa menyemprotkan asap beracun.

“TIDAAAK! kita harus hentikan dia,” seru Rafi.

Lalu aku masuk ke kapsul waktu dan mengeluarkan senjata rahasia: kumbang penjaga Bumi, drone pengawas berbentuk kumbang emas. Ia bisa menyebar kabut penyembuh dan pelindung alam.

“Semua, serang energinya di dada!” seru Rafi.

Totobot menembakkan bola magnetik ke bagian dada robot, Meong X melompat dan menggigit kabel di kaki robot dan anak-anak melempar bola tanaman yang langsung tumbuh jadi akar besar.

Tiba-tiba…Rafi berdiri paling depan.

“HEI, GIGASAMPAH!! KAU TIDAK AKAN MENANG!” Teriaknya, sambil memegang kristal hijau yang ku berikan sebelumnya, Kristal penjaga Bumi.

Kristal itu menyala terang. Cahaya hijau membungkus tubuh Rafi. Ia berubah menjadi pahlawan Bumi dengan jubah daun dan tongkat akar ajaib.

Dengan satu hentakan, tanah berguncang, akar-akar dari Bumi keluar dan melilit tubuh GIGASAMPAH. Dalam satu ledakan besar : BUUUUUMM!!!

GIGASAMPAH meledak jadi bunga dan benih pohon. Asap berubah menjadi awan putih. Langit biru muncul kembali.

Bos Limbah menjerit, “TIDAAAK! kalian merusak semuanya.” Ia pun kabur dengan jet hitamnya.

Kami bersorak, “Horeee, Bumi kita selamat!”

Hari hari berikutnya, kota menjadi tempat yang sangat menyenangkan. Semua anak punya tugas untuk menjaga satu pohon. Pemarintah membuat program, “Satu Hari Tanpa Sampah.” Meong X jadi maskot kota. Dan Rafi diangkat jadi duta lingkungan anak.

Sebelum aku kembali ke Planet Orion, Rafi menggenggam tanganku.

“Terima kasih, Zara, kamu membuat kami percaya lagi bahwa Bumi bisa di selamatkan.”

Aku tersenyum, “Ingat, Bumi tidak perlu disulap jadi tempat mewah. Ia hanya ingin dirawat dan dicintai!”

Lalu aku masuk ke kapsul semangkaku. Saat terbang menembus langit, aku menoleh ke belakang. Di bawah, ku lihat taman hijau penuh anak tertawa, burung terbang di langit dan langit yang cerah. Aku tahu, Bumi yang asyik itu nyata jika kita semua mau menjaganya.

 

Tulisan ini merupakan karya peserta Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS3N) Tahun 2025 Tingkat Kecamatan Koba. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *