Laporan : Belva Al Akhaf
Bekaespedia.com, Di sepanjang aliran Sungai Beras dan Sungai Jering dan anak-anak sungainya di kecamatan Kelapa kabupaten Bangka Barat provinsi kepulauan Bangka Belitung, warisan leluhur yang menjadi denyut nadi kehidupan nelayan lokal selama berabad-abad, menghadapi ancaman serius terhadap tradisi menangkap ikan menggunakan “tuguk”, Perangkap ikan tradisional yang berbentuk kantong yang terpasang setia mengikuti arus sungai itu, kini terancam hilang ditelan kerusakan lingkungan.
Para nelayan di sini menyaksikan bagaimana sumber penghidupan mereka perlahan menghilang. Kayu nibung kokoh yang dulunya menjadi andalan membangun tuguk, kini seolah tak bertuah di tengah kerusakan ekosistem yang kian parah.
Aktivitas penambangan timah apung yang merajalela di hulu sungai telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, mengancam keberlangsungan hidup nelayan dan ekosistem sungai.
“Tuguk ini bukan hanya alat mencari ikan, ini adalah identitas kami, warisan dari nenek moyang”, lirih Marguna, seorang nelayan dengan nada pilu menggambarkan betapa dalamnya luka yang mereka alami.
Hasil tangkapan yang dulunya melimpah seperti udang segar, teri, dan beragam jenis ikan, kini semakin sulit didapat. Padahal, dari hasil sungai inilah mereka mengolah udang menjadi kering dan terasi, mengeringkan teri untuk dijual, dan menjual ikan segar untuk menyambung hidup keluarga. Namun, mimpi-mimpi indah itu kini terancam buyar
“Kami menjerit melihat hutan bakau yang dulunya hijau lebat, kini rusak dan tercemar. Itu adalah rumah bagi ikan dan udang. Kalau rumahnya hancur, bagaimana mungkin kami bisa menangkap apa-apa?” keluh nelayan lainnya dengan nada putus asa.
“Dulu, setiap pemasangan tuguk ada ritualnya, selamatan sebagai bentuk syukur dan harapan. Tapi sekarang, harapan itu terasa semakin tipis”, tambah Margana dengan mimik muka yang menunjukkan kekhawatirannya.
Mereka tidak menolak rezeki dari perut bumi, namun mereka memohon agar penambangan dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Para nelayan memohon kepada pihak-pihak terkait untuk membuka mata hati dan bertindak lebih peduli terhadap kelestarian Sungai Beras dan Sungai Jering.
“Jangan biarkan kemajuan itu membunuh kami secara perlahan. Sungai ini adalah ibu kami, sumber kehidupan kami. Jangan rampas dia dari kami!”, tegas Merguna.
Kerusakan mangrove tidak hanya menghancurkan harapan para nelayan, tetapi juga mengancam keseimbangan ekosistem sungai secara keseluruhan. Jika tidak ada tindakan serius, kearifan lokal yang berharga ini akan benar-benar hilang ditelan kerakusan zaman.












