MUI Bangka Barat Gerakkan Upaya Penyelamatan Literasi Arab Melayu yang Terancam Punah

 

Laporan : Belvan

Bekaespedia.com, Mentok,- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bangka Barat, K.H. Muhammad Toha, menyerukan langkah untuk menghidupkan kembali literasi Arab Melayu yang nyaris punah di Kepulauan Bangka Belitung. Menurutnya, tradisi baca-tulis aksara Arab Melayu, warisan budaya Islam yang pernah menjadi identitas masyarakat, kini kian tergerus zaman, dengan hanya segelintir generasi tua yang masih menguasainya.

“Literasi Arab Melayu saat ini bagai harta karun yang terlupakan. Para pengkaji dan penelitinya sangat minim, sementara generasi muda hampir tak tertarik melestarikannya. Jika dibiarkan, dalam beberapa tahun ke depan, kita mungkin hanya akan menemukannya dalam buku sejarah,” ujar K.H. Toha saat berbincang dengan wartawan bekaespedia.com di kediamannya, Selasa (4/3/2025)

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Data MUI Bangka Barat menunjukkan, hanya warga berusia di atas 50 tahun yang masih fasih membaca aksara Arab Melayu. Padahal, jejak sejarah membuktikan aksara ini pernah menjadi tulang punggung administrasi lokal, termasuk dalam dokumen resmi seperti surat nikah, surat pemerintahan, hingga naskah keagamaan.

“Saya pernah mendapatkan surat nikah kakek saya dari era 1950-an yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Saat ini, dokumen serupa sudah dialih aksara ke Latin. Ini bukti betapa kita kehilangan mata rantai budaya,” tambahnya.

Sebelumnya, K.H. Toha telah mengangkat isu ini dalam Forum Group Discussion (FGD) di Gedung Majapahit Peltim Timah Muntok, yang dihadiri sejarawan, budayawan, hingga perwakilan komunitas Melayu dari Malaysia dan Jawa. Forum tersebut menyampaikan urgensi perlindungan Arab Melayu sebagai bagian dari identitas Islam Nusantara yang terancam punah.

Untuk mencegah kepunahan, MUI Bangka Barat merancang program sistematis. Pertama, membuka kelas pembelajaran membaca Arab Melayu secara gratis bagi masyarakat.

“Kami akan ajarkan dari dasar hingga peserta mampu membaca naskah klasik. Ini bentuk komitmen kami untuk melestarikan warisan leluhur,” tegas K.H. Toha.

Kedua, MUI menggandeng pemangku kepentingan untuk digitalisasi naskah-naskah Arab Melayu yang tersisa. Langkah ini bertujuan memastikan dokumen sejarah tidak rusak dimakan waktu sekaligus memudahkan akses studi bagi akademisi dan pengiat literasi.

“Kami telah mengumpulkan naskah, mulai dari catatan keagamaan hingga surat pemerintahan kolonial. Digitalisasi adalah cara terbaik untuk menyelamatkan memori kolektif ini,” jelasnya.

Ketiga, upaya perlindungan fisik terhadap kitab dan arsip Arab Melayu akan diperkuat melalui kerja sama dengan arsip nasional dan lembaga kebudayaan.

K.H. Toha menegaskan, literasi Arab Melayu bukan sekadar aksara, melainkan jendela memahami khazanah keislaman dan kearifan lokal Bangka Belitung.

“Ini adalah warisan para ulama dan leluhur yang menyebarkan Islam melalui budaya. Jika hilang, kita kehilangan sebagian roh peradaban Melayu,” tandasnya.

Upaya MUI Bangka Barat ini menjadi langkah bagi pelestarian warisan budaya yang selama ini terpinggirkan. Nasib Arab Melayu kini bergantung pada kesadaran kolektif: apakah ia akan menjadi epilog sejarah, atau kembali hidup sebagai identitas yang membanggakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *